Rahasia yang Tersingkap
Oleh : Fathia Nuzula
Akasia berjalan lurus tanpa tahu ke mana arah yang akan ia tuju. Walaupun sedikit tertatih, tapi kedua kakinya masih saja berjalan ke arah depan tak mengenal istirahat. Setelah berjalan selama tiga puluh menit tanpa jeda, Akasia berhenti di halte bus yang berada di sebelah kirinya. Ia menghela napas pelan. Peluh membasahi pelipisnya yang tertutup anak jilbab yang sudah tak rapi lagi.
Perempuan itu tertunduk lesu. Perlahan air mata mengalir pelan dari kedua matanya. Ia memegang dadanya yang terasa sesak dan semakin mengimpit. Akasia ingin berteriak sekuat-kuatnya, tetapi ia tak bisa. Teriakannya tertahan di kerongkongan membuat hatinya semakin sakit, seperti luka yang tengah menganga.
Kepalanya menatap langit biru yang sangat cerah di pagi hari itu. Perempuan itu tersenyum pahit. Ia tak menyangka hidupnya akan seperti ini.
Rumah tangganya sedang di ujung tanduk.
Getaran ponsel dari balik saku rok span yang ia kenakan membuatnya tersadar dari lamunan. Dengan hati yang tak karuan, Akasia melihat pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Matanya mengerjap tak percaya. Ia tak menyangka akan mendapatkan pesan demikian dari lelaki yang berstatus sebagai suaminya.
[Pulanglah ke rumah saudaramu atau temanmu, Sia! Sampai jumpa Minggu depan di pengadilan agama]
Dua tahun lebih ia menjalani kehidupan rumah tangganya bersama suaminya kini. Ia tak menyangka suaminya begitu tega mengirimkan pesan seperti itu. Hatinya sakit, bagaikan teriris oleh pisau yang sangat tajam.
Akasia bangkit dari duduknya, ia berjalan tertatih dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Perempuan yang memakai tunik hitam pekat, dengan rok span abu-abu dipadukan dengan hijab yang menjuntai sampai ke dada itu menangis tergugu, di trotoar jalan raya yang sangat padat oleh kendaraan beroda empat ataupun lainnya.
Pandangan-pandangan heran dari masyarakat sekitar yang melihat Akasia menangis tak lagi digubris olehnya. Ia tak lagi malu menampakkan air matanya. Hatinya tak sanggup menahan kepedihan yang menimpanya kini. Suaminya ingin menceraikannya, di saat hatinya kini mulai mencintai suaminya itu dengan sepenuh hati tanpa ada bayang-bayang masa lalu.
Langkah kakinya terhenti di sudut jalan raya yang berada 500 meter dekat rumahnya. Ia sudah tak sanggup berjalan lagi. Dadanya mulai naik turun karena kehabisan napas. Perempuan itu duduk di atas trotoar tanpa takut tuniknya kotor terkena abu jalanan.
Ia termenung mengingat penyebab yang membuat rumah tangganya di ambang kehancuran seperti sekarang. Kilatan memori perlahan muncul bagaikan film yang terekam jelas dalam ingatannya.
*****
Kejadiannya satu bulan yang lalu. Ketika ia membuka beranda sosial medianya yang berlatar biru itu, tak sengaja matanya melihat kenangan statusnya lima tahun yang lalu. Akasia tertawa melihat tingkahnya yang masih belum dewasa kala itu, dengan membuat tulisan yang terasa aneh di berandanya.
Ia tertawa. Lalu menekan kolom komentar karena penasaran melihat ada beberapa komentar dari teman sosial medianya.
Deg. Matanya membulat sempurna. Ada satu nama yang masih tersimpan rapat di relung hatinya. Sebenarnya, Akasia bukan tak melupakan lelaki dari masa lalunya itu. Namun, seperti kotak Pandora, kisah mereka bagaikan belum usai.
Karena penasaran, ia menekan tombol klik dan terbukalah profil lelaki dari masa lalunya itu. Ia terkejut. Pasalnya, ketika dirinya menikah dengan suaminya kini, lelaki dari masa lalunya itu memblokirnya dari semua sosial media yang ia punya. Kini, akunnya tak lagi terblokir. Ada rasa yang menyeruak hebat dari dalam hatinya. Akasia gelisah karenanya.
Dirinya merasa bersalah dengan suaminya yang sangat mencintai dirinya. Ia galau beberapa hari setelah itu.
Siang itu, Akasia penasaran dengan kabar lelaki dari masa lalunya. Dengan ragu-ragu ia melihat akun profil lelaki dari masa lalunya. Ketika dirinya asyik membuka-buka profil lelaki itu, suaminya datang tanpa suara memergokinya dari belakang.
“Oh, jadi dia yang belum Adik lupain sampai sekarang? Iya?” Bagai disambar petir, Akasia terkejut melihat suaminya yang penuh amarah.
“Tidak, Bang. Bukan. Dia cuma masa lalu adik, Bang. Maafkan adik, ya, Bang,” jawab Akasia pelan dengan mata yang berkaca-kaca dan siap tumpah kapan pun.
“Terus apa ini? Ini bukti yang sudah jelas! Adik senyam-senyum dari tadi Abang lihat karena melihat profilnya sampai tak sadar kalau Abang ada di belakang! Abang lihat tadi mimik wajahmu, Dik! Jangan bohong lah!” ucap Fatir suami Akasia dengan dada naik turun.
“Ternyata ini yang Adik lakukan di belakang Abang. Tega kamu, Dik! Kurang sayang apa Abang sama Adik? Kenapa Adik masih belum lupa lelaki itu?” tanya Fatir dengan suara bergetar menahan tangis.
Akasia berdiri lalu memeluk erat suaminya. Berharap pelukan itu dapat menenangkan perasaan suaminya yang kini sedang terluka karena kesalahpahaman darinya.
“Maafkan Adik, Bang. Adik salah karena melihat profilnya. Tapi, itu enggak bermaksud apa-apa, Bang. Adik hanya penasaran dengan keadaannya sekarang, cuma itu. Percayalah sama Adik, Bang. Pernikahan kita sudah dua tahun, masa Abang tidak bisa membaca perasaan Adik?” tanya Akasia lalu meraih wajah suaminya dengan kedua telapak tangannya agar berhadapan dengannya.
“Coba lihat mata Adik, Bang. Apakah ada kebohongan di sana?”
Fatir perlahan menatap intens bola mata istrinya itu. Ia melihat kejujuran di dalam sepasang mata milik istrinya. Ia pun menghela napas lega. Lalu membenamkan kepalanya ke leher istrinya yang selalu wangi mawar. Perasaannya tenang seketika.
“Iya. Tapi, jangan Adik ulangi lagi ya? Sudahlah. Jangan ada perasaan kepo lagi dengan kehidupan dia sekarang. Ingat, Adik itu udah punya suami. Oke?” Fatir lalu mengeratkan pelukannya setelah melihat anggukan dari istrinya.
Maafkan Adik, Bang. Adik berbohong sedikit sama Abang. Masih ada perasaan yang tertinggal sedikit untuknya. Namun, Adik janji akan menghapus semua perihal tentangnya dari ingatan Adik. Adik janji, Bang. Adik akan mencintai Abang sepenuh hati. Ucap Akasia di dalam hatinya.
*****
Akasia berjalan dengan tertunduk menuju rumahnya. Ia tak mau tetangganya melihat dirinya yang sangat kacau itu. Dengan berat hati ia balik ke rumahnya yang sudah dua tahun menemaninya bersama Fatir-suaminya-.
Akasia tidak pasrah, ia akan mencoba untuk bermediasi dengan suaminya nanti di pengadilan agama. Ia akan mempertahankan rumah tangganya yang sudah dua tahun ia jalani.
Perempuan itu balik ke rumahnya karena masih dalam masa idah ia tetap harus tinggal satu atap dengan suaminya di rumah itu. Hanya saja berbeda kamar.
Akasia berjalan perlahan menuju rumahnya yang bercat putih tulang dan dipadukan dengan marun. Ia membuka pintu dengan kunci yang ia simpan selalu.
Perempuan itu melangkah masuk dengan pelan. Ia menuju kamarnya ingin mengambil pakaian dan barang-barang keperluannya yang lain untuk dipindah ke kamar sebelah.
Ketika ia hampir saja masuk ke kamarnya, ia mendengar dengan jelas suara-suara yang sangat ia kenal. Wajahnya memucat. Ia pikir suaminya tidak ada di dalam rumah. Ia melihat arlojinya.
“Apa yang dilakukan Bang Fatir pagi-pagi begini? Bukannya jam tujuh tadi Bang Fatir sudah berangkat kerja? Ini masih jam sembilan. Seharusnya Bang Fatir masih di kantor.” gumamnya pelan.
Kupingnya memanas. Suara-suara dari bilik kamarnya begitu jelas. Akasia murka. Ternyata ialah yang dibohongi suaminya selama ini. Dengan perasaan marah Akasia membuka pintu kamarnya yang tak terkunci itu.
Terlihatlah suaminya dengan perempuan asing tengah memadu kasih di atas tempat tidurnya.
“Jadi ini yang Abang lakukan selama ini di belakang Adik? Tega Abang sama Adik!” teriak Akasia membuat Fatir dan perempuan yang berada di atas tempat tidur itu terkejut, lalu mengambil selimut dan menutup seluruh tubuhnya.
“Eh, Adik ‘kok balik lagi ke rumah? ‘kan tadi pagi sudah Abang talak?” Fatir ter-gagap, lalu memunguti pakaiannya yang telah berserak di atas lantai kamar mereka.
“Apa Abang enggak tahu aturan agama? Perempuan dalam masa idah tetap harus dalam rumah suaminya! Oh. Memang pantas Abang tak tahu, dengan entengnya berzina di rumahnya sendiri. Tega benar Abang membawa perempuan itu ke dalam kamar kita, Bang?” Akasia bertanya dengan nada lirih. Setetes air mata jatuh dari kedua matanya.
“Adik pikir penyebab rumah tangga kita hancur karena Adik. Ternyata bukan! Memang Abang sudah berselingkuh di belakang Adik, lalu menumpahkan semua kesalahan kepada Adik? Iya?!”
Fatir hanya tertunduk malu. Ia tak menyangka hal ini begitu cepat ketahuan oleh Akasia-istri yang baru pagi tadi ia talak satu-. Fatir memang berencana setelah pengadilan memutuskan perceraian mereka, ia akan menikahi Selena, sekretarisnya di kantor.
Sudah satu tahun belakangan setelah Selena menjadi sekretarisnya di kantor, ia menjalin hubungan diam-diam. Ia seakan terlupa akan statusnya yang masih seorang suami dari Akasia. Namun, ia belum menemukan hal yang bisa membuat ia menjatuhkan talak kepada istrinya itu.
Kebetulan satu bulan yang lalu, tak sengaja ia dapati istrinya tengah stalking ke beranda laki-laki asing. Hal itulah yang ia gunakan untuk membuat Akasia percaya bahwa hal itulah yang membuat ia menjatuhkan talak kepada istrinya itu.
Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Namun, ia tak menyangka akan sesakit ini melihat istri yang telah ia talak pagi tadi menangis dan terlihat sangat kacau berdiri di depannya.
“Adik akan dengan senang hati bercerai dengan Abang. Adik akan memaafkan semua kesalahan Abang, tetapi tidak bila mengenai perselingkuhan. Abang tunggu panggilan dari pengadilan agama!”
Akasia berlari dengan kencang dari rumah itu. Rumah yang penuh kenangan selama dua tahun bersama Fatir.
Air mata terus saja membanjiri kedua pipinya. Ia tak menyangka rumah tangganya akan seperti ini. Apalagi mendapati suaminya yang tengah berzina di atas tempat tidurnya sendiri. Akasia terus berlari dan tak sengaja tubuhnya bertabrakan dengan tubuh orang lain.
“Maafkan saya. Maaf, saya tak fokus jadinya tak sengaja menabrak anda. Maaf ….” Akasia terkejut melihat seseorang yang ia tabrak. Ternyata ia menabrak tubuh seorang lelaki. Lelaki itu adalah seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang ia sebut dengan ‘langit’. Akasia tak menyangka takdir membawanya bertemu kembali dengan cinta pertamanya.
Tamat.
Bionarasi.
Perempuan kelahiran Medan dengan nama pena Avilla_fath ini ingin menjadi penulis yang produktif dan tulisannya dapat bermanfaat bagi orang lain. Ia masih terus berusaha memperbaiki tulisan dengan banyak-banyak membaca karya-karya penulis lainnya.
Editor : Freky Mudjiono
Link ilustrasi : https://pixabay.com/id/photos/wanita-satu-dinding-minimalis-bank-3118387/