Emakku Sayang Emakku Malang
Oleh: Noey
“Assalamualaikum.” Terdengar suara seseorang mengucapkan salam.
“Waalaikum salam.” Emak menjawab tanpa beranjak dari atas sajadah. Tak lama, tampaklah siapa orang yang mengucapkan salam.
“Udah pulang, Nun?” tanya Emak.
“Iya, Mak.” Nunun meraih tangan Emak dan menciumnya. “Mak, Nunun laper,” lanjutnya sambil mengelus-elus perut.
“Makan sana, itu ada telur satu lagi. Kita bagi dua, ya.” Emak berusaha bangkit dari duduknya.
“Jangan, Mak,” cegah Nunun. “Biar Nunun aja.” Nunun bergegas menuju dapur, menggoreng telur, lalu menyajikannya di atas piring setelah membagi dua telurnya.
“Mak, dari tadi belum makan?” tanya Nunun, Emak menggeleng.
“Telurnya tinggal ada satu lagi. Emak nungguin kamu pulang sekolah. Biar kita bisa makan bareng.”
“Ya ampun, untung Nunun pulang cepet, coba kalau Nunun ikut ekskul dulu sampe sore, Emak pasti kelaperan,” ucap Nunun.
“Lain kali, Emak nggak usah nungguin Nunun, Emak makan aja duluan, ya,” lanjutnya.
“Emak nggak tega, Nun. Kita udah nggak ada lauk apa-apa lagi.” Emak berkata seraya berusaha bangkit dari sajadah.
Nunun membantu Emak bangun, membuka mukenanya, dan merapikan sajadah. Lalu menuntun Emak menuju meja makan.
“Nggak apa-apa, Mak. Kalau nggak ada apa-apa, Nunun bisa makan sama garam aja, kok.”
Emak hanya mengangguk. Ia menatap anak bungsu yang duduk di hadapannya itu. Ya Allah, terima kasih telah memberikan anak sebaik Nunun, ucapnya dalam hati.
Selesai makan, Nunun bergegas melakukan salat Zuhur. Emak hanya duduk di depan televisi sambil menatap sekeliling. Rasanya baru kemarin rumah ini dipenuhi canda tawa, sekarang terasa sepi, karena hanya ia dan Nunun yang menghuninya.
Rumah ini peninggalan almarhum suaminya. Sebenarnya, ia mempunyai empat orang anak, tapi anak pertama dan kedua sudah menikah, ikut suaminya. Sementara anak ketiganya, sedang kuliah di Jakarta. Tinggallah ia dan Nunun di rumah itu. Rumah yang jadi saksi betapa dulu ia hidup bahagia bersama suami dan anak-anaknya. Sebelum semuanya hilang sejak kematian sang suami.
“Mak, hayo! Ngelamun, ya?” Nunun duduk di samping Emaknya.
“Udah solatnya, Nun?” tanya Emak.
“Udah, Mak. Nun mau nonton TV dulu nemenin Emak, sambil istirahat. Nunun capek banget, tadi di sekolah banyak banget tugasnya, mana Nunun laper nggak makan apa-apa pas istirahat,” jawab Nunun.
“Maaf ya, Nun. Emak cuma ngasih kamu buat ongkos aja, nggak ada lebihnya buat jajan.”
“Nggak apa-apa, Mak. Biasanya ada si Uli tuh yang suka traktir Nunun kalau istirahat, eh dia nggak masuk. Nunun nggak jadi jajan deh, hehehe.”
“Jangan suka minta traktir sama orang, Emak nggak suka kamu ngerepotin orang. Emak nggak mau kamu punya kebiasaan minta-minta sama orang.” Emak menasehati Nunun.
“Nunun nggak pernah minta ditraktir, Mak. Dia sendiri yang nawarin. Udah Nunun tolak juga, suka maksa. Ya, udah mumpung Nunun laper, Nunun suka terima, hehe.”
Nunun bergeser, mendekati Emaknya.
“Maafin Nunun, ya, Mak. Nunun janji deh nggak bakal sering-sering nerima traktiran dari si Uli.” Nunun merajuk sambil mencolek-colek pipi Emaknya. Akhirnya Emak hanya bisa tertawa melihat tingkah putri bungsunya.
Emak selalu bersyukur, ada Nunun yang selalu menemaninya, walaupun mereka selalu hidup dalam kekurangan, tapi Nunun tak pernah mengeluh. Emak juga tak bisa berbuat apa-apa, penyakit stroke yang dideritanya membuatnya tak bisa berbuat banyak, padahal ia ingin sekali mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan mereka. Selama ini, mereka hanya bergantung dari uang pensiunan suaminya yang tak seberapa.
Nunun yang baru masuk SMU sebenarnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Alhamdulillah, Nunun mendapat beasiswa karena prestasinya. Namun, itu hanya untuk biaya sekolahnya. Sementara untuk biaya sehari-hari tetap Emak yang harus membiayai. Karena itu Nunun jarang jajan di sekolah, ia hanya membawa uang untuk ongkos angkot saja.
Ya Allah, Aku mohon, bukakanlah pintu rizkiku, ya Allah, agar aku bisa membiayai anak-anakku. Semoga mereka bisa terus menuntut ilmu setinggi mungkin, doa Emak dalam hati. (*)
Noey, ibu dari tiga orang anak yang hobi membaca dan sangat menyukai warna ungu.
Editor: Imas Hanifah N
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/me.jadi penulis tetap di Loker Kata