Masih seperti biasa, langit sedang berjalan menuju senja dengan pijar jingga yang menyakitkan netra, tak jauh dari tepian pantai berombak riang tampak dua insan muda tengah berlarian. Saling mengejar dan tertawa, ceria dan bersinar bagai lembayung di ufuk barat.
Keduanya baru menikah tiga hari yang lalu. Menikmati kenangan indah berbulan madu adalah satu dari sekian banyak mimpi bagi pasangan muda seperti mereka.
“Kamu bahagia bersamaku?” bisik Bima di telinga sang istri yang sedang bersandar manja di bahu kokohnya.
“Ya, tentu saja.” Wanita itu menatap lekat kedua pijar bahagia suaminya.
Siapa yang menyangka ada duka tengah menanti salah satunya beberapa jam di depan sana.
Bima, pria bertubuh tinggi gagah dengan otot yang tampak menonjol. Mata cokelat bersorot tajam bagai elang ganas yang suka memangsa. Dengan matanya tampak jelas dia adalah pria pemberani, siap menghadapi apa saja yang berdiri di depannya.
Tidak ada yang tahu, apa yang di lakukan pria itu selama ini. Termasuk Reska, istrinya itu tidak pernah bertanya apa pekerjaan sang suami. Mereka bertemu saat Bima mengalami kecelakaan, dan Ayah Reska yang menolongnya, merawat sampai pria itu pulih kembali. Tiga bulan berada di rumah Reska, seringnya bertatap muka dan mempertemukan kedua pasang netra, menimbulkan getar cinta tanpa mereka sadari.
“Sayang, lembayung sudah memudar, ayo kembali ke kamar,” ujar Reska sembari mendekap erat lengan kanan suaminya.
“Tapi lembayung belum tertutup malam, Sayang,” seolah belum puas menikmati suasana sepi pantai itu, Bima menahan Reska yang akan beranjak.
Reska tak dapat menolak keinginan suaminya, ia kembali duduk dengan kaki bersila, menghadap jauh ke lautan lepas. Ombak yang berdesir, bagaikan alunan lagu yang mendayu merdu, membuat mereka terdiam, seolah menikmati nada yang diciptakan sang malam untuk keduanya.
“Jangan pernah melupakan malam ini, Bima,” bisik Reska lirih.
“Tak ada yang bisa aku lupakan setiap detik bersamamu.”
Pria itu menarik lembut tubuh mungil di sebelahnya, masuk jauh ke dalam dekapan hangat penuh cinta, berbalut bahagia yang sudah ia rancang sedemikian rupa.
Tanpa disadari bintang kian membanjiri langit malam yang kian pekat menelan cahaya. Angin mulai berhembus dingin menusuk jantung keduanya, pria itu menambah erat pelukan ketika merasakan tubuh sang istri bergetar samar.
“Kau kedinginan,” ucapnya lirih. Reska hanya menjawab dengan anggukan pelan.
Mereka berdua tidak menyadari, ada sepasang mata tengah mengintai dari balik pepohonan, tak jauh dari bibir pantai. Dengan sebuah senjata, yang siap kapan saja meluncurkan timah panas mematikan.
“Ayo, kembali ke kamar!” Bima mengangkat tubuh mungil itu, menggendongnya bagai balita manja. Di bawah sinar rembulan, wajah Reska begitu mempesona. Menarik hasrat Bima untuk menggoda.
Blukk!
“Awww!” Reska berteriak saat Bima menjatuhkannya di atas tumpukan pasir.
“Kau jahat, Bima!” teriaknya kesal.
Bima tertawa sambil melangkah mundur, seolah tahu sang Istri akan mengejar.Ia berbalik, bersiap untuk lari dari amukan Reska.
Tapi….
Duaarrr!
Terdengar bunyi yang amat keras, menimbulkan suara melengking di kedua telinga pria itu. Ia melihat sekeliling tapi tak menemukan apa pun, matanya beralih pada sang istri. Tampak olehnya tubuh mungil itu sudah tersungkur di atas pasir putih.
Tidak! Pasir itu kini berwarna merah!
“Istriku … istriku!” Ia meraih tubuh sang istri yang tak lagi bergerak, ada lubang kecil di atas kelopak mata yang tadi berbinar manja. Lubang yang terus mengalirkan cairan berwarna merah. Dengan tubuh gemetar ia mengangkat Reska yang sebenarnya tak lagi bernyawa, darah terus mengalir membasahi lengan kokoh pria yang masih belum mengerti apa yang terjadi pada istrinya.
***
“Istri anda sudah meninggal.” Tubuh tinggi itu melemah, gontai dan kehilangan semua kekuatan yang bertumpu pada kakinya. Dokter berlalu dan membiarkan pria malang itu menemui sang Istri.
“Aaarrgghhhhh!” Bima berteriak histeris, membenturkan kepala di tembok UGD tempat Reska berbaring, dengan mata terpejam yang tidak mungkin terbuka kembali. Sekelebat bayangan melintas di kepala, seolah memutar beberapa kejadian yang sempat hilang dari memori.
Ya! Kecelakaan itu membuatnya kehilangan seluruh ingatan.
***
“Black! Tembak pria itu, cepat!” Seorang wanita menunjuk ke arah pria tua yang tengah mengejar mereka. Beberapa detik kemudian, suara tembakan terdengar sedikit tertahan karena peredam yang ia pasang di ujung senjata. Diikuti oleh ambruknya tubuh pria tua yang tadi mengejar mereka.
Black, seorang pembunuh bayaran, tanpa belas kasihan ia mengarahkan senjata pada korbannya, hati pria itu sudah mati, bahkan saat ia diperintahkan membunuh seorang wanita yang tengah mengandung delapan bulan.
“Habisi dia!” seru wanita berambut merah yang ternyata adalah pimpinan penjahat yang menyediakan jasa pembunuh bayaran.
Tak terhitung berapa nyawa telah melayang di tangan pria berparas dingin itu, tak ada yang tahu berapa keluarga menangis karena kehilangan orang yang mereka cintai. Tidak sampai di sana, Black juga merampok, memperkosa. Kejahatan yang sungguh tidak termaafkan.
Lalu hari buruk itu terjadi, Black memutuskan untuk keluar dari lingkaran gelapnya. Ingin menjauh dan mengejar cahaya.
Tapi sang pimpinan penjahat tidak melepaskan “anjing pemburu” paling ganas yang ia pelihara sejak remaja. Ia takut pria itu berniat membelot. Wanita kejam itu memerintahkan puluhan anak buah untuk membunuh Black.
Saling kejar dan saling menembak tak bisa terelakkan, Black sendiri melawan puluhan pembunuh berhati dingin terpaksa memacu kendaraan menuju perkampungan kecil. Menerobos hutan dan melewati pegunungan bertanah gersang. Semakin jauh Black pergi, semakin liar gerombolan “serigala” itu mengejar.
Malang bagi pembunuh yang ingin bertobat itu, mobil yang ia kendarai tak mampu bergerak lagi karena kehabisan bahan bakar.
Dalam hitungan detik, gerombolan itu sudah mengepungnya. Memukuli Black yang sudah pasrah akan nasib yang akan menimpa dirinya. Seolah tak puas membuat pria malang itu bermandikan darah, mereka membawa masuk tubuh tak berdaya Black ke dalam mobil, mendorong hingga jatuh menuruni jurang dengan bebatuan yang terjal.
Di sanalah, seorang petani tua menemukan tubuh pembunuh malang itu. Membawanya pulang dan merawat hingga pulih kembali menjadi pria gagah bermata tajam. Tapi saat sadar, ia tidak mengingat apa pun, sekalipun namanya sendiri. Hingga akhirnya petani tua itu memberinya nama “Bima”.
Sayangnya, gerombolan manusia haus darah itu tak pernah berhenti memburu Black, setelah tahu ia masih hidup, dan memiliki istri.
Seorang pembunuh dikirim untuk membunuhnya. Sayang, peluru itu salah mengenai sasaran.
***
“Tidak … apa yang sudah aku lakukan? Dosa apa yang pernah aku lakukan?” Bima berdiri menatap jasad sang Istri.
Setelah mengingat semuanya, ia tahu Reska adalah korban dari dosa masa lalunya.
“Sayang, maafkan aku. Seharusnya aku yang terbaring di sana. “Rasa bersalah membuatnya kehilangan akal, Bima berlari menuju atap gedung rumah sakit. Mata elang itu menatap jauh ke atas langit.
“Aku akan menyusulmu, istriku!”
Lalu tubuh kokoh Bima melayang bagai sebuah manekin dari atap gedung berlantai 21. Jatuh menimpa sebuah mobil sedan berwarna putih. Tak menunggu waktu lama, darah keluar begitu deras dari tubuhnya yang kini tak lagi berdaya merubah sebagian warna mobil itu.
Saat itu pula, semua yang menyaksikan berteriak histeris. Beberapa dari mereka pingsan karena terkejut. Kematiannya menjadi berita utama di segala media. Para penjahat yang tengah mengejarnya turut merasa senang.
Begitulah akhir perjalanan seorang pembunuh. Hidupnya bermandikan darah, lalu kematian menunjukkan merah yang sama pada darahnya.(*)
Sterne Sandegha, pecinta warna hitam dan putih. Suka menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa kali meraih juara satu lomba menulis cerpen dan puisi di sekolah. Aktif menulis di komunitas menulis yang ada di Facebook. Ia lebih suka menceritakan masalah dalam bentuk karya tulis. Dengan menulis, ia bisa menyampaikan rasa marah dengan elegan tanpa menyakiti orang lain.
Email : Puspa.andyni@gmail.com
Facebook : Puspa Andynii
Instagram : Sterne.Sandegha
Meskipun tidak masuk nominasi, cerpen ini kami anggap layak terbit di KCLK (Kompetisi Cerpen Loker Kita) untuk minggu kedua Februari.
Selebihnya tentang KCLK, mari bergabung ke grup kami:
Grup FB KCLK (semua info penting ada di sini)
Halaman FB kami:
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan