Terjebak

Terjebak

Terjebak

Oleh : Ardhya Rahma


Baru saja kaki Anti melangkah ke luar dari mobil, terpaan angin seketika membuat gadis itu memeluk tubuh langsingnya. Dengan perlahan dia mulai menapaki aspal, meninggalkan kendaraan yang tadi membawanya. Sesekali pemilik bibir yang masih menyisakan rona merah itu bergumam sambil mengelus lengannya yang tak tertutup. Siapa pun yang saat ini melihat gadis itu pasti tahu, dengan hanya berbalut blus sifon lengan setali dan rok di atas lutut, sulit rasanya melawan hawa dingin.

Setelah cukup jauh melangkah, Anti berhenti dan mengedarkan pandangan ke semua arah. Saat tidak menemukan apa yang dicarinya, bibirnya mengerucut dan dia menggumam.

“Sial benar aku hari ini. Terpaksa lembur ngerjain laporan keuangan. Gak ada sopir kantor yang bisa antar ke rumah. Naik taksi online malah mogok,” keluhnya sambil mengecek ponsel. “Ini jalan kenapa sepi sekali ya, gak terlihat satu pun taksi lewat. Aku juga kenapa telmi, ponsel nyaris mati gak tahu, harusnya kan bisa ngecas di kantor atau numpang di taksi online tadi.”

Setelah menunggu cukup lama, gadis itu melangkah kembali mencari taksi yang mungkin mangkal di simpang jalan. Langkahnya mulai limbung akibat lelah bekerja seharian. Dia pun hampir terjatuh ketika berjalan terlalu ke pinggir bahu jalan dan high heels-nya menginjak batu-batu kerikil yang tersebar di sana.

Wajah gadis cantik itu seketika berubah dan dia mendesah lega saat melihat 200 meter di depan ada bangunan yang terlihat ramai. Dia pun mempercepat langkahnya dan berharap ada taksi yang mangkal di sana. Namun, wajah gadis itu kembali terlihat kesal saat dia sampai di sana dan tidak melihat taksi di antara deretan mobil yang terparkir. Terpaksa kepalanya kembali celingukan mencari taksi lewat.

Hampir setengah jam dia berdiri di depan bangunan berlantai dua yang sudah tidak jelas lagi warna cat dindingnya. Selama dia berdiri, beberapa kali terlihat ada mobil memasuki halaman, dan penumpangnya akan bergegas turun, lalu masuk ke bangunan itu. Seharusnya itu pemandangan yang cukup aneh, tetapi gadis itu tidak sempat memikirkannya. Dia terlalu cemas karena belum melihat taksi yang diharapkannya.

Anti melihat jam tangannya lagi dan wajahnya semakin gelisah ketika menyadari sebentar lagi tengah malam. Saat itulah, tiba-tiba merapat beberapa mobil dan salah satunya mobil patroli polisi. Beberapa orang turun dari mobil-mobil itu. Dua orang berseragam mendekati Anti dan memintanya menuju ke mobil dengan bak terbuka. Gadis itu tampak bingung, tetapi dia tidak menolak saat dua petugas menggiringnya.

“Loh, ada apa ini, Bu? Kenapa saya mau diperiksa?” Anti bertanya dengan nada kesal dan menolak saat salah satu petugas perempuan meminta izin untuk menggeledah.

“Ini prosedur standar kalau kita melakukan razia tempat hiburan malam.”

“Tempat hiburan malam?” Wajah Anti seketika menjadi pucat mendengar jawaban petugas tersebut. Saat kepalanya mendongak dan membaca papan nama berlampu, dia baru menyadari bangunan di belakangnya adalah sebuah diskotek.

Bagaimana mungkin aku tidak menyadari telah berdiri di halaman sebuah diskotek? Batin Anti.

“Maaf, Bu, tapi saya wanita baik-baik. Saya hanya sedang berdiri menunggu taksi.”

“Wanita baik-baik? Tengah malam masih di jalan dengan pakaian seperti ini?” Salah satu petugas menatap Anti dari atas sampai ke bawah dengan pandangan tidak percaya.

“Benar, kok, Pak. Saya wanita baik-baik. Saya baru pulang kantor karena lembur dan taksi online yang saya tumpangi mogok di ujung jalan sana.” Dengan gugup Anti memberikan alasan sekaligus menyesal lupa meraih blazer yang diletakkan di kursi kerja.

“Saya punya buktinya, kok, Pak. Semua karyawan di perusahaan kami punya tanda pengenal.” Anti membuka tas dan merogoh, mencari benda yang diceritakannya. Tangannya menyapu seluruh isi tas, tetapi segi empat berlaminating dan bertulis namanya tak dia temukan. Tas kulit berukuran sedang itu bahkan sempat dia dekatkan ke mata agar lebih jelas saat mencari, tetapi barang penting itu tetap tidak ada.

“Ayo, mana bukti yang kamu bilang itu, “ desak lelaki berseragam itu.

“Maaf, Pak sepertinya ketinggalan di kantor,” jawab Anti dengan suara lemas.

“Gimana saya bisa percaya kalau cuma berdasarkan kata-kata kamu saja?”

Tubuh Anti menjadi lunglai mendengar kata-kata polisi tersebut. Saat itu, semakin banyak orang yang digiring keluar dari dalam diskotek. Mata gadis itu berbinar saat mengenali salah satu perempuan yang menjadi tetangganya dan dijejerkan di sebelahnya. Pasti Mbak Siska mau bersaksi kalau aku wanita baik-baik, batinnya.

“Pak, Mbak Siska bisa jadi saksi saya wanita baik-baik,” katanya dengan bersemangat.

Polisi itu menoleh ke arah Mbak Siska dan bertanya, “Benar apa katanya?”

“Dia memang tetangga saya, tapi saya tidak tahu apa pekerjaannya.” Perempuan bernama Siska yang semula menempel pada Anti mulai bergeser menjauh.

Anti kaget mendengar perkataan Mbak Siska. Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu? Bukankah mereka pernah bekerja di perusahaan sama hanya berbeda divisi? Kalau saja Mbak Siska tidak ketahuan menilap uang penjualan perusahaan, pasti mereka masih bekerja di perusahaan yang sama.

“Wah, kamu dari tadi cari alasan saja. Sudah, geledah dia, gak perlu dengarkan keberatannya.” Polisi itu memberi perintah kepada polwan yang tadi ingin menggeledahnya.

Anti akhirnya pasrah dan menurut saat digeledah, tetapi dia kembali protes saat polwan menemukan dua kantong plastik kecil berisi serbuk putih.

“I-itu bukan milik saya,” tolaknya.

“Tidak mungkin!” sergah polisi tadi. “Serbuk itu ditemukan dalam tasmu.”

Anti semakin lemas saat polwan tadi memborgol tangannya dan menggiringnya masuk mobil polisi. Sesaat sebelum melangkah, Anti melihat senyum licik di bibir Siska yang sedang digeledah. Benak gadis itu bertanya-tanya … mungkinkah barang haram itu milik Siska? Bisa jadi. Karena saat Siska dijejerkan di sebelahnya posisi tas gadis itu dalam keadaan terbuka setelah dia mencari tanda pengenal.[*]


Surabaya, 12 Juli 2021

Ardhya Rahma, penulis berdarah Jawa-Kalimantan yang hobi membaca dan traveling.

Editor : Rinanda Tesniana

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply