Ini yang Terjadi Ketika Saya Mencoba Metode Menulis Haruki Murakami
Oleh: Reza Agustin
Ketika saya kehilangan mood menulis, ada dua hal yang saya lakukan. Biasanya pasrah dan diam, lalu di opsi terakhir adalah memaksakan diri menulis setelah membaca-baca beberapa judul cerpen. Lantas, secara tidak sengaja ketika membaca cerpen dari penulis novel terkenal Jepang, Haruki Murakami, saya menemukan sebuah metode menulis yang cukup mudah sekaligus sulit. Untuk teman-teman yang penasaran dengan metodenya, maka teman-teman bisa mencarinya sendiri di internet. Jika mengetik Haruki Murakami, maka akan muncul banyak artikel tentang beliau.
Haruki Murakami, bangun pada pukul empat pagi, menulis antara lima hingga enam jam, lantas seusai menulis, ia akan berlari sejauh sepuluh kilometer atau berenang sejauh seribu lima ratus meter (atau keduanya).
Bangun di sekitaran waktu sebelum subuh, saya beranggapan bisa meniru metode menulis tersebut. Maka, dengan percaya diri dan tanpa mempertimbangkan kesiapan kondisi tubuh, saya pun memilih hari Minggu sebagai hari uji coba pertama dengan full. Mengapa saya memilih hari Minggu? Ya, karena itulah waktu saya libur sehingga bisa mencoba dengan penuh tanpa terpotong waktu kerja.
Saya bangun pukul empat, menyalakan laptop, menyumpal telinga dengan lagu grup idola kesayangan, lalu mulai menulis dengan anggapan bahwa saya bisa melakukan semuanya. Lima sampai enam jam itu hanya terpenuhi dua jam dan terkurangi beberapa menit karena berseluncur di Youtube dan Facebook. Pun dengan kedua bahu yang pegal-pegal karena tidak sempat diajak pemanasan dulu. Oke, di sinilah letak kesalahan saya karena tidak melakukan pemanasan atau setidaknya mengenali dulu seberapa jauh tubuh saya dapat dipaksa menguji coba metode menulis ini.
Pada akhirnya, lima sampai enam jam itu tetap tertahan di dua jam kurang beberapa menit dan saya lebih memilih menghabiskan hari Minggu dengan cuci baju, membaca komik digital, menonton drama Korea, dan bermalas-malasan sepanjang hari. Oke, saya hampir melupakan bagian berlari sejauh sepuluh kilometer.
Sore harinya sebelum mencuci piring kotor dan memasak air, saya menyempatkan diri mengenakan sepatu lalu dengan pedenya berlari saja sejauh yang saya bisa tanpa pemanasan apa pun. Jangankan sepuluh kilometer, belum ada satu kilometer pun saya sudah kelelahan duluan. Di posisi ini saya masih menantang diri karena sudah gagal di bagian menulis selama lima hingga enam jam. Dan saya kembali merutuki kebodohan saya karena di kilometer kedua, tubuh saya menyerah. Saya pun kembali ke rumah dengan kepayahan dan hampir terjatuh di jalanan.
Saya kira, satu-satunya tahapan yang dapat saya penuhi dari metode tersebut adalah tidur sebelum pukul sembilan malam. Entah pukul berapa saya tertidur dengan sekujur tubuh terasa pegal dan berbau minyak kayu putih dipadukan dengan balsam. Dan rasa pegal itu masih tersisa hingga esok harinya dan memperparah hari Senin yang menyebalkan bagi para pekerja kantoran.
Lantas, hikmah apa yang saya dapat dari kenekatan sekaligus kebodohan saya mencoba metode ini? Bahwa dalam melakukan segala sesuatunya seharusnya kita betul-betul harus mempelajari dan mempersiapkan dengan sungguh-sungguh. Hanya karena begitu terburu-buru ingin melakukannya, kita jadi melupakan faktor penting lain, yaitu kondisi tubuh.
Saya tidak membenci metode Haruki Murakami ini, justru saya berharap bisa mengaplikasikannya dengan lebih baik. Mengingat menulis identik dengan duduk selama berjam-jam. Saya sadar betul dengan duduk berlama-lama sembari menatap layar komputer terlalu lama membuat migrain dan sembelit saya sering kambuh. Terlebih lagi dengan terlalu banyak duduk juga mengakibatkan peredaran darah di tubuh menjadi terhambat, tentu saja mengakibatkan banyak masalah kesehatan nantinya. Dengan melakukan lari dalam jarak jauh itu, maka secara tidak langsung kita juga membuang racun yang menumpuk di tubuh kita selama duduk berjam-jam. Bukankah dengan begitu, tubuh kita menjadi lebih seimbang, bukan?
Karena ingin menerapkan metode ini dengan rutin suatu saat nanti, maka saya memulai perubahan sedikit demi sedikit. Saya mulai memperbanyak jalan kaki dan berlari kecil-kecilan. Saya memulai dengan berjalan santai dari kantor menuju tempat pemberhentian bus ketika pulang kerja yang berjarak satu kilometer setengah. Dari berjalan santai inilah satu per satu keluhan ringan saya seperti migrain dan sembelit menjadi berkurang dan tubuh saya menjadi lebih segar daripada biasanya. Bahkan saya menjadi tidak mudah lelah bahkan setelah menulis hingga lima ribu kata sehari.
Tentunya manfaat ini tidak akan datang secara instan, tetapi bertahap. Sedikit demi sedikit. Seperti di awal percobaan, seluruh tubuh saya pegal-pegal, tetapi lama-kelamaan rasa pegal itu mulai perlahan menghilang. Intinya, jangan terburu-buru dalam melakukan sesuatu. Lakukan dengan perlahan sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Jadi… siapa yang mau mencoba metode menulis Haruki Murakami yang ini?(*)
Reza Agustin. Penulis platform tidak berkualitas.