Mencari Aku di Matamu
Oleh : Sri Wahyuni
Dulu, aku mengenalmu saat masih sama-sama mahasiswa, ternyata kita satu jurusan, tarbiyah.
Aku kuliah sambil mengajar di sekolah dasar Islam, sedangkan kamu mengajar sebagai guru agama di sekolah menengah pertama.
Tahun-tahun kuliah itu, kita bukan teman yang akrab meskipun berada di kelas yang sama, hanya saling tahu saja tanpa ada interaksi yang berarti. Tempat duduk pun, aku di ujung depan dekat pintu keluar, sementara kamu di jejeran belakang berkumpul dengan sahabatmu.
Qodarulloh Allah mempersatukan kita dalam ikatan tali pernikahan tanpa kendala yang berarti. Banyak di antara teman-teman kita yang terkejut.
“Lho, kok bisa?”
Aku sendiri pun seperti tidak percaya.
Setelah akad, aku dan kamu sah menjadi suami istri, banyak sekali kejutan-kejutan yang kita berdua dapati. Begitu banyak perbedaan di antara kita. Ternyata dari mulai selera makan kita berbeda, aku tim makanan berbau amis, sedangkan kamu tim hijau daun. Aku suka sekali ikan lele, sedangkan kamu suka sekali tempe.
Penampilanku slengean ala kadarnya, kadang baju kedodoran atau balapan, bahkan warna tidak macth bagiku itu style-ku. Sedangkan kamu selalu rapi jali, bukan hanya ketika pergi kerja, pun ketika di dalam rumah.
Aku orang yang santai bodo amat, kamu orang yang rapi dan detail. Aku suka romantis, sedangkan kamu kaku abis. Aku baperan, kamu cuek bebek.
Bagiku tahun-tahun pertama pernikahan itu adalah tahun yang penuh ujian, penuh deraian air mata. Aku dan kamu masih suka menuruti ego masing-masing, aku berharap kamu ngertiin aku, sebaliknya kamu berharap aku ngertiin kamu.
Saat itu ilmu komunikasi kita masih amatiran, sering kali apa yang dimaksudkan malah menjadi kesalahpahaman. Kita masih selalu berselisih, siapa yang salah, siapa yang harus mengalah.
Namun begitu, kamu selalu menjadi orang yang pertama meminta maaf meskipun aku yang bersalah. Terima kasih.
Pernah ingin menyerah, tapi kekuatan itu datang kembali, seperti mendapatkan suntikan energi baru, dan kesadaran baru. Menikah itu bukan meributkan perbedaan, tapi seni mengalah dan memaafkan.
Karena kita telah menjatuhkan pilihan kita, aku memilihmu, dan kamu memilihku.
Ombak akan selalu datang menerjang, tapi kita akan terus belajar menghadapinya dan bertahan dari amuknya.
Menikah itu kuterima kamu, baikmu begitu juga burukmu, senyummu, marahmu, rajukanmu, pujianmu, juga kritikanmu.
Menikah itu saling menutupi kekurangan, aku pakaian bagimu dan kamu pakaian bagiku.
Saling bergandeng tangan dan menguatkan dalam berbagai ujian.
Sekarang setelah sepuluh tahun berlalu, dan kita sudah dikaruniai tiga permata hati. Riak-riak kecik itu masih ada, tapi kita mampu melaluinya dengan tawa.
Sekarang saat aku bertanya, “Abi, apakah Abi mencintaiku?”
Dan kau pun menjawab, “Ya, nggaklah.”
Lalu kamu balik bertanya, “Emang Ummi cinta sama Abi?”
Aku pun menjawab sama. “Ya, nggak juga”
Dan tawa kita pun berderai.
Mencari aku di matamu dan aku menemukannya ….
Itu sudah lebih dari cukup bagiku.
Semoga sakinah, mawadah, wa rohmah selalu. Bersama bahagia di dunia, kelak berkumpul di surga-Nya, dengan izin-Nya
Aamiin.
Sri Wahyuni. Lahir di Magetan. Bisa dihubungi melalui surel: sriwahcantiqiu@gmail.com.
Editor : Lily
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata