Kisah Momon (Part 8)

Kisah Momon (Part 8)

Kisah Momon
Oleh: Isnani Tias

Part 08: Hutan Bakau

Matahari menampakkan sinarnya, Momon mulai berkemas dan bersiap melanjutkan perjalanannya kembali yang sudah tertunda dua hari. Semalam ia sempat khawatir seandainya cuaca hari ini masih turun hujan pasti tidak bisa pergi dari hutan rawa-rawa. Meskipun Momon diterima dengan baik tinggal di tempat kawanan beruk.

“Kau yakin akan pergi sekarang dengan kondisi tangan belum sepenuhnya pulih?” tanya Beruk saat melihat Momon memasukkan bawaannya ke tas punggung itu.

“Iya, Paman. Lihat ini!” Momon menggerak-gerakkan lengan kirinya ke samping, ke atas, dan ke depan serta menekuk.

Beruk itu tersenyum melihat tingkah laku Momon memperagakan lengan kirinya yang sudah tidak sakit lagi. Ia berjalan merangkak untuk mengambil sesuatu di dalam lemari.

“Pakailah ini untuk penghangat leher kau,” Beruk menyerahkan syal rajutan yang dibuatnya seharian kemarin, “itu juga bisa buat menggendong lengan kau jika terasa sakit.”

“Terima kasih, Paman. Bagaimana Momon bisa membalas semua kebaikan Paman?” tanya Momon ketika menerima syal rajutan berwarna cokelat seperti kain panjang dan memasangkannya ke leher.

“Kita sesama makhluk memang harus saling tolong-menolong. Kita tidak bisa hidup sendiri. Jadi, kau tidak usah risau tentang hal itu,” jawab Beruk sambil menepuk kedua bahu Momon.

Momon tersenyum dan melangkah keluar rumah diikuti oleh si Beruk. Ia terkejut melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Para beruk berada di depan rumah pohon masing-masing dan melambaikan tangan kepada Momon. Mereka mengetahui kalau pagi ini Momon akan meninggalkan hutan rawa-rawa tempat tinggalnya.

Momon membalas dengan badan membungkuk, lalu melambaikan tangan. Sebelum pergi, ia memeluk sang penolongnya. Tidak terasa Momon meneteskan air mata.

“Lewat jalan atas ini saja. Di bawah genangan airnya belum surut,” pinta beruk berbulu hitam lebat–yang hanya ada di atas kepalanya itu.

Momon mengangguk dan sekilas melambaikan tangan kembali kepada para beruk. Kemudian, ia melompat dari dahan satu ke dahan lain sampai tubuhnya menghilang dari pandangan kawanan beruk.

Semoga kalian sehat. Suatu saat Momon akan membalas budi baik Paman Beruk, kata Momon dalam hati.

Satu jam berlalu. Momon sudah berada di ujung hutan rawa-rawa sebelah utara. Ia berdiri di atas pohon dan pandangannya tertuju hutan bakau yang akan dilalui selanjutnya.

***

Posisi matahari belum berada di puncak, tetapi sinarnya membuat dahi Momon mengeluarkan keringat. Lalu, ia bergegas mencari pohon yang rindang untuk berteduh, sekaligus beristirahat sejenak.

Beberapa meter dari tempat monyet muda itu berdiri tadi adalah perbatasan antara hutan rawa-rawa dengan hutan bakau. Ia melihat di hutan bakau tersebut pepohonan yang cukup rindang. Namun, ada juga pohon yang tanpa daun karena sudah mati. Momon bersemangat sekali menuju ke sana, lompatannya pun dipercepat tetapi tetap berhati-hati. Ia tidak mau mengulangi kesalahan beberapa hari lalu yang mengakibatkan terjatuh dari atas pohon.

“Tolong, tolooong!”

Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan yang membuat monyet bertopi rajutan hijau itu menghentikan lompatannya. Indra penglihatan Momon mulai menelusuri area hutan bakau dari atas. Ia berusaha mencari arah sumber suara itu berasal.

“Tolooong! Aku terjebak di bawah!”

“Ketemu,” gumam Momon sambil melompati beberapa pohon, lalu turun mendekati hewan yang salah satu kakinya tersangkut di sela-sela akar yang muncul ke permukaan.

Pepohonan di hutan bakau ini memiliki ciri khas yang berbeda dari kebanyakan pohon, yakni sebagian akarnya muncul ke permukaan dan tidak beraturan akibat terkena pasang-surut air laut.

“Sebentar, Momon akan mencoba melepaskannya.” Tangan Momon berusaha meregangkan akar-akar yang menjepit kaki kanan bagian depan hewan yang ada di hadapannya.

“Ayo, cepat, sakit nih!” seru hewan yang mirip cita itu.

“Sabar. Akarnya kuat sekali ini,” ucap Momon untuk menenangkannya.

“Ah, bilang saja kamu memang tak kuat.”

“Mau dibantu lepas dari sini atau tidak?” Momon mulai kesal dengan perkataan hewan yang akan ditolongnya itu.

“Iya, deh. Tolongin, ya,” pinta hewan berbulu oranye itu ketika akan ditinggal Momon.

Momon pun mengerahkan tenaganya walaupun tangan kiri yang cedera mulai terasa sakit. “Lemaskan kakimu!”

Hewan itu menuruti ucapan Momon. Ia tidak mau terjebak di situ selamanya.

“Tarik cepat,” pinta Momon setelah melihat akar pohon tersebut mulai melonggar.

“Akhirnya, terbebas juga.” Raut wajah hewan itu terlihat senang. “Terima kasih dan maaf yang ucapanku tadi.”

“Iya, tidak apa-apa,” jawab Momon, lalu merangkak pergi.

“Auw!” teriak kucing yang bertubuh agak besar itu ketika mencoba mengejar Momon.

Mendengar suara teriakan, Momon berhenti dan berbalik badan. Ia melihat kucing tersebut menjilati kakinya yang tersangkut tadi. Momon kembali mendekati kucing itu. “Kenapa teriak?”

“Kakiku rasanya sakit dan nyeri saat kujilat tadi,” keluhnya.

“Coba Momon lihat kakinya,” pinta Momon yang sudah berada di hadapan kucing yang mempunyai tutul hitam sekitar tubuhnya.

Kucing itu mengangkat kaki yang terjepit tadi di atas cabang akar yang agak tinggi.

Momon memeriksa kaki itu. “Ini ada lecet sedikit. Mungkin kegores saat kamu mencoba untuk menariknya.”

Momon duduk di atas akar yang tidak beraturan secara berhati-hati. Kemudian ia menaruh tas punggung di pangkuannya. Kucing besar itu memperhatikan apa yang sedang dilakukan Momon.

“Tahan, ya, sedikit perih,” ucap Momon setelah mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan akan mengoleskan pada kaki kucing itu.

Kucing berwarna abu-abu hijau itu menahan rasa pedih sambil kakinya sedikit-sedikit ditarik. Gerakan kecil yang dilakukannya membuat Momon agak kesulitan mengobatinya.

“Selesai,” ucap Momon sambil memasukkan botol ukuran kecil ke tas lagi.

“Botol apa itu?” tanya si kucing penasaran.

“Obat untuk luka, dari Paman Beruk,” jawab Momon.

***Bersambung*** 

 

Sidoarjo, 19 April 2021.

Penulis dengan panggilan akrab Tias ini seorang Ibu dari dua putri cantik, Aisyah dan Shofia. Penulis saat ini sedang belajar membuat cerita anak. Cerbung anak berupa fabel ini adalah karya pertamanya. Semoga segera bisa dibukukan. Aamiin.
Penulis bisa dihubungi melalui Facebook Isnani Tias dan Instragam @t145.7055.

Editor : Lily

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply