Mencari Sebuah Kedamaian
Oleh : Alena Winker
Terjadi perang di mana-mana. Semua pihak enggan mengalah. Sesama saudara saling berperang hanya demi sebidang tanah. Sesama saudara saling memukul hanya karena perbedaan pendapat. Kerajaan ini mulai tidak damai. Ke mana perginya kerajaan dengan suasana damai dan tentram itu? Salahkah raja yang memimpin saat ini? Ataukah salah dari raja terdahulu? Kurasa tidak ada yang salah dengan mereka. Maka dari itu aku hendak mencari formula kedamaian tersebut agar kerajaan ini kembali menjadi damai dan tentram.
Kumulai perjalanan mencari kedamaian tersebut dengan memasuki sebuah hutan. Ada Suku Elf yang berdomisili di sana tampaknya mereka bahagia saling membantu satu sama lain. Mereka lucu, kecil, mungil, berbeda denganku yang bertubuh besar. Tapi aku masih kalah besar dari Suku Raksasa. Aku pun bergegas menemui ketua Suku Elf, Nyonya Elly nama beliau. Setibanya aku di kediaman Nyonya Elly aku menceritakan maksud kedatanganku dan ternyata suku Elf tak seperti yang terlihat di permukaan, mereka juga mengalami pertikaian antar sesama Elf. Dengan lesu aku pun melanjutkan perjalanan ke sebuah gunung yang terkenal di dunia ini. Ada Suku Penyihir di sana. Mereka biasanya membuat ramuan untuk dijual ke suku-suku lainnya. Dan di sana pun aku tak menemukan jawaban dari formula kedamaian itu.
Aku beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ini menuju ke lembah menemui para raksasa, walaupun aku tahu tak akan ada jawaban dari apa yang kucari, tapi apa salahnya mencoba? Dan benar saja kondisi mereka malah lebih parah daripada kondisi kerajaan kami, hampir saja aku mati terkena senjata yang mereka saling lemparkan. Buru-buru aku lari dari sana. Beruntung aku tak terluka sama sekali. Apakah aku harus menyerah saja? Sepertinya kedamaian itu sudah tak ada di mana-mana. Aku lelah mencari ke sana-kemari tanpa ada jawaban yang kutemukan.
Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan perjalan ke Negeri Para Duyung. Negeri yang katanya dipenuhi gadis-gadis cantik. Mungkinkah di sana mereka tahu apa formula kedamaian tersebut. Di tengah-tengah perjalanan menuju Nageri Pra Duyung aku bertemu dengan penduduk Negeri Bunga, mereka sedang dikejar-kejar oleh penduduk Negeri Kupu-kupu yang ingin memperoleh pasokan madu melebihi kemampuan Negeri Bunga. Karena itu bukan urusanku maka aku pun melanjutkan perjalananku. Tibalah aku di Negeri Para Duyung. Ratu duyung, Ratu Amfitrit menyambut hangat kehadiranku dan ketika kutanyakan tentang kedamaian dia hanya tertawa terbahak-bahak dan mengejekku, “Kedamaian itu telah musnah. Semuanya hidup dengan tekanan, ketakutan dan keserakah semakin merajalela.”
Dengan berat hati aku pergi tanpa membawa hasil dari Negeri Para Duyung. Aku berjalan dan terus berjalan hingga tanpa sadar aku telah sampai di sebuah sungai yang tak ada ujungnya. Sungai Sanzu namanya. Sungai di antara dua alam kehidupan. Seorang kakek menawarkan jasanya untuk mengayuh perahu untuk mengelilingi sungai ini, aku pun mengiyakan tawarannya. Selama beberapa saat aku terdiam merenungi semua yang telah terjadi selama ini.
“Beban apa yang kau bawa wahai anak muda?” tanya kakek tersebut.
“Tak ada, Kakek,” jawabku sebisa mungkin.
“Jangan berbohong, Nak. Aku tahu persis ada permasalahan yang tengah kau cari jawabannya.”
“Memang benar, Kek. Aku sedang mencari sebuah formula untuk kubawa pulang,” akhirnya aku menjawab jujur.
“Formula apa, Nak?”
“Kedamaian, Kakek, tahu?” tanyaku walaupun dalam hati aku tak yakin kakek tersebut tahu jawabannya.
“Aku tahu kamu hanya basa-basi, kau meragukanku?”
“Hmmm, sebenarnya iya, Kek, tadi aku meragukanmu. Maafkan aku.”
“Tak apa, Nak. Jika yang kau cari adalah kedamaian kau bisa menemuinya di dalam dirimu sendiri. Kau hanya perlu menyelami dirimu sendiri dan menaklukkannya,”
“Tidak mungkin, Kakek!”
“Kau saja yang tak pernah menyadarinya. Coba kau renungkan kembali. Semuanya berasal dari dalam diri kita dari hati dan pikiran kita. Pikiran dan hati kita yang menuntun kita untuk melakukan sesuatu. Semua berasal dari sana. Sekarang pulanglah, renungkan apa yang kukatakan tadi.”
“Baiklah, Kakek. Tapi sebelum itu bolehkah aku bertanya siapa dirimu sebenarnya? Tak mungkin kau hanya pengayuh perahu biasa.”
“Hahaha,” tawanya dan tak lama wujudnya berubah menjadi Raja Neraka.
“Raja Neraka?”
“Ya, inilah aku.”
Aku pun pulang dengan jawaban dari Raja Neraka.(*)
Alena winker merupakan gadis kelahiran kota kembang, dirinya sedang mencoba untuk menulis rutin saat ini. Dirinya menyukai warna yang kalem dan makanan dengan cita rasa yang kuat.
Editor : Uzwah Anna
Grub FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata