Pikat Mustika Naga
“Jika Rindu itu abadi, maka Cinta terlahir kembali, Sayangku. Berjanjilah, tidak lagi terlambat. Jika kita terlahir kembali, cepat-cepat menujuku. Pun aku memburumu. Tak butuh waktu lebih lama dari seketika, untuk saling mengenal lagi di antara kita berdua. Sebab, sama kita membawa Rindu ke mana-mana.”
Membaca buku ini seperti menjelajah dunia baru bagi saya, membaca novel karya budayawan Sufi, seorang Candra Malik merupakan suatu tantangan. Bacanya perlu mikir keras juga. Diksinya memang khas, nggak biasa, indah penuturannya, sarat makna dan memberikan kemerdekaan berpikir bagi setiap pembaca dalam memaknainya. Uhuy lah pokoknya.
Meskipun buku ini karya kelima Gus Can, namun ini adalah karya pertama yang saya baca, hasil pinjam buku suami. Walhasil, butuh waktu lama untuk memahaminya, saya butuh coretan kecil dan beberapa kali googling karena nggak ngerti arti katanya. Wkwkwk. Jelas, butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan novel ini, nggak bisa sekali duduk meskipun isinya kurang dari 200 halaman.
Berkisah tentang Saryapatna Taksaka (Saka), lelaki dari bangsa Naga, yang jatuh hati pada Tarkeisya Gaganeswara Garudeya (Keisya) perempuan dari bangsa Kaga. Tokoh dan cerita hidupnya adalah fiksi namun memiliki keterkaitan dengan mitologi kuno, Taksaka, ular dari bangsa Naga, anak Dewi Kadru. Keisya Garudeya sang Garuda, anak Dewi Winata. Dimana keduanya istri dari Begawan Kasyapa. Oh My God, demi apa saya sampai cari literatur karena penasaran tentang hal ini. Akan tetapi inti ceritanya bukan di masalah percintaan antara keduanya, melainkan tentang petualangan spiritual dan perburuan pusaka Nusantara.
Kisahnya dikemas seperti mozaik, berupa tatalan-tatalan perjalanan penuh tanda tanya, yang nantinya akan menemui titik temu di babak akhir kisahnya. Makanya, ini yang bikin saya berjuang untuk menyelesaikannya, tidak selingkuh di tengah jalan.
Saling berikat-kait antara tokoh yang satu dan yang lain. Bumbu romansa dan adegan mesra dan agak dewasa di dalamnya benar-benar dituturkan dengan anggun dan tetap santun. Saya sangat amazed gaya berceritan Gus Can. Menggunakan PoV 1 masing-masing tokoh
Di luar alur cerita, disisipkan berbagai cerita sejarah, seperti kerajaan Majapahit, Mataram, dll. Saya jadi banyak belajar sejarah tanpa sadar.
Terkandung juga ilmu tasawuf dalam kalimat narasi maupun dialognya, ilmu ketauhidan, dan berbagai sudut pandang dari beberapa agama.
Lantas, apa relevansi dengan kehidupan saat ini?
Diceritakan bahwa Sabdo Palon telah menagih tanah Jawanya yang dipinjam-pakaikan selama lima ratus tahun atas permintaan Syekh Subakir.
Syekh Subakir meminta agar diizinkan “agama baru” ini dapat masuk. Persis tiba waktunya, saat ini, kiai-kiai sepuh wafat silih berganti dan agama yang yang dibawa masuk Syekh Syubakir kini mulai dikerumuni orang-orang yang beradu benar, bahkan meski dengan melukai raga dan tega mengkafirkan sesama.
Saya jadi mengkorelasikan hal ini dengan masuknya agama Islam di tanah Jawa yang awalnya mendapat penolakan lalu akhirnya berkembang dengan pesat lalu kemudian terjadi pergolakan antar umat Islam sendiri.
Itulah mengapa konon Mustika Naga lepas. Harus ada yang bergegas menemukannya, karena masa kontrak tanah Jawa sudah habis, harus dikembalikan pada rakyat aslinya, kembali ke ajaran Budi.
Selain misi Saka menemukan Mustika Naga, perjalanan cinta antara Saka dan Keisya pun tak lepas dari berbagai halangan terutama tak didapatnya restu dari Ibu Keisya (Padmi) maupun Biyung Saka (Rukemi) setelah mengetahui latar belakang keluarga masing-masing.
Dimanakah sebenarnya Mustika Naga? Dapatkah Saka menemukannya? Apa maksud dari Romo yang menitipkan pusaka keris Nagasasra padanya sehari sebelum kepergiannya? Akankah cinta Saka dan Keisya akan bermuara pada ikatan suci pernikahan?
Akan terjawab semua pertanyaan itu jika Anda mampu “menemukannya,”, dan tidak akan bisa terjawab jika Anda hanya sekadar “membacanya”. Mikir banget memang, tapi keren.(*)
Judul : Mustika Naga
Penulis : Candra Malik
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tebal buku : 193 hlm
Tahun terbit : 2015
Reviewer : Ken Lazuardy
Ken Lazuardy. Perempuan kelahiran 29 November 1990 di Pasuruan, Jawa Timur ini mencoba menekuni dunia kepenulisan pada bulan Oktober 2019 dengan mengikuti sebuah kelas menulis online. Masih dan akan terus belajar di berbagai grup kepenulisan, salah satunya di Kelas Menulis Loker Kata. Jika ingin berkenalan lebih lanjut, silakan berkunjung ke akun sosial medianya,
IG : ken_lazuardy
Facebook : ken_lazuardy
Editor : Uzwah Anna
Grub FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata