Mantan, kok, Romantis? (Part 1)

Mantan, kok, Romantis? (Part 1)

Mantan, kok, Romantis?

Part 1 : Kenangan Perpisahan 

Oleh : Cahaya Fadillah

 

Memeluk diri sendiri saat merasa sedih itu adalah bagian derita paling panjang. Ya, semua kulakukan agar hati yang patah tidak terlalu berdarah. Meskipun itu sama seperti menutup luka dengan tangan, rasa perih karena sayatan itu tetap saja terasa. 

Semua berawal dari hari itu, hari di mana aku dan Tirta berjanji untuk bertemu. Di kursi panjang taman kota yang dikelilingi pohon-pohon hijau dan suara sorak-sorai anak-anak. 

Hari ini benar-benar berbeda, tidak ada camilan seperti biasanya, apalagi es teh kesukaan kami yang seperti biasa selalu ada untuk membasuh tenggorokan yang kering karena menertawakan berbagai lelucon bersama-sama, bahkan es krim cokelat untuk mendinginkan perut setelah berjemur setengah hari tidak menemani kami hari ini.

Gaya pacaran anak muda versi ngirit. Itulah yang selalu kami jalani. Tidak mengapa asal kami berdua, bersama selamanya. Tapi sepertinya kali ini akan berbeda, firasatku mengatakan hal itu sejak kami berjanji untuk bertemu di taman hari ini.

“Kita sampai di sini saja,” ujar Tirta menatapku dengan tatapan iba.

“Sampai di sini? Loh, kita kan tidak ke mana-mana dari tadi, Ta. Apaan sih kamu,” kilahku memalingkan wajah darinya. 

Tirta yang memasang wajah iba kini mendengus, mengusap wajah dengan kasar dan menarik tanganku agar kembali menatapnya. Namun, aku cepat mengentakkan genggaman tangannya agar air mataku tidak menganak sungai. Ya, hatiku sedang tidak baik-baik saja. 

“Bukan itu maksud aku, Nik,” jelasnya memperbaiki cara berdirinya dan berbicara tepat di depan wajahku kali ini. 

Dekat, lebih dekat, dan semakin dekat. Jantungku berdebar hebat, masih sama seperti pertama kali Tirta menyatakan cinta. Tapi, cepat-cepat kututup mata dan kembali pada kenyataan di depan mata. Tirta ingin kami berakhir, bukan menembakku seperti tiga tahun yang lalu. Dia ingin kami putus dan mengakhiri kisah cinta yang ingin kutulis dengan akhir bahagia di buku harian.

Ah, dasar Tirta. Kisah yang kutulis harusnya berakhir dengan lari ke hutan lalu belok ke pantai seperti puisinya Rangga kepada Cinta di film romantis kesukaanku. Tidak berakhir menyedihkan seperti ini. 

“Nik, buka matanya. Aku bukan sedang mau bermesraan, kita putus, Nik. Putus.” 

Aku kembali pada dunia nyata, dunia khayal kutinggalkan akhirnya, jantungku seperti bergetar hebat dan meloncat tinggi sekali ke arah bulan, lalu jatuh tersungkur ke bumi. Seketika semua kenangan bersama Tirta berlari-lari di dalam kepala, pahit manis kisah cinta selama tiga tahun membuat hatiku terasa perih, luka tapi tidak berdarah.  

“I-iya. Aku tahu, tidak usah ditekankan kata putusnya, Ta. Jangan terlalu kencang bicaranya, nanti ada yang dengar,” ucapku memelas menatap Tirta yang memperlihatkan wajah serius.

“Siapa?” tanyanya melihat sekeliling taman yang sudah tampak sepi. 

“Hatiku.” Perlahan aku bangkit dan berjalan meninggalkan Tirta yang tidak berhenti berteriak memanggilku. 

“Kamu tidak perlu penjelasan?” tanya Tirta berteriak tanpa mengejarku. 

Dengan langkah gontai, kulambaikan tangan tanpa menatapnya. Percuma, jika ia ingin berpisah, apa pun alasan dan penjelasannya, aku rasa tidak lagi kubutuhkan. Untuk apa? Menangis meminta belas kasihan pada orang yang jelas ingin berpisah kurasa terlalu cengeng dan menyedihkan. Walaupun tidak bisa dipungkiri kalau di dalam hati ini, cinta dan sayang untuknya masih tetap  sama. 

Hari ini, tepat tiga tahun, tiga hari, dan tiga jam kami memadu kasih di tempat biasa dan ditempat yang sama ini pula Tirta meminta untuk kami berpisah walau sesungguhnya aku tidak rela. (*)

Bersambung …

 

Part 2 (Selanjutnya)

 

Cahaya Fadillah, lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat. Menyukai literasi sejak duduk di bangku sekolah dasar, tapi baru aktif tahun 2017. Ibu satu anak bernama Muhammad Adz Dzikri Faeb ini sangat suka menulis. Sampai sang suami memberi gelar untuknya “Si Tukang Karang”.

Editor : Devin Elysia Dhywinanda

 

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply