Bapak
Oleh : Cokelat
Bapak orangnya tegas, jarang bicara dan tersenyum. Aku dan adikku selalu segan sama Bapak. Mungkin banyak yang bilang kalau cinta pertama anak perempuan itu adalah bapaknya, tapi tidak bagiku dan Arni, adikku. Entah mengapa, kami seperti kurang akrab dengan Bapak. Setidaknya itu yang kurasakan sampai tamat SMP.
Hal ini mungkin karena Bapak jarang berada di rumah. Pekerjaan Bapak sebagai sopir bus antarkota antarprovinsi membuatnya lebih sering berada di jalan daripada di rumah. Jika pulang ke rumah, Bapak akan menghabiskan waktunya untuk tidur dan istirahat.
Saat masuk SMA, aku merantau ke ibukota provinsi. Kata Ibu, itu maunya Bapak. Sekolah di kota lebih bermutu daripada di kampung. Bapak ingin kami sekolah yang tinggi agar bisa memperbaiki nasib. Aku dititipkan di rumah Tante Lia, sepupu ibu.
Selama di kota, aku hanya pulang dua kali setahun, yaitu saat lebaran Idul Fitri dan Idul Adha. Setiap pulang kampung, aku jadi sering ngobrol dengan Bapak. Mungkin karena semakin jarang bertemu membuat kami ingin memanfaatkan waktu yang ada.
Malam itu aku dan Bapak duduk-duduk di teras, memandang langit yang cerah. Sawah yang siap dipanen terhampar di depan rumah, jelas terlihat karena sedang terang bulan. Suara jangkrik dan binatang malam lainnya bersahut-sahutan.
“Nak, duduk sini.” Tiba-tiba Bapak memanggilku untuk duduk di dekatnya.
Aku berdiri dan mendekat. Tangan Bapak mengelus-elus rambutku.
“Sekolah yang benar ya, Nak. Bapak ingin kamu dan Arni jadi orang nantinya. Jangan kayak Bapak sama Ibu.” Bapak menatapku dalam.
Aku memandang Bapak. Matanya berkaca-kaca. Tuhan … Aku tersadar kalau aku benar-benar sayang bapak. Kusapu seluruh wajahnya dengan pandangan. Gurat-gurat ketuaan pada wajahnya semakin terlihat. Rambut putihnya pun semakin banyak.
“Bapak akan melakukan apa saja agar kalian berdua bisa sekolah yang tinggi, Nak. Jadi kalian harus rajin belajar ya. Kamu gak usah mikirin Bapak sama Ibu di sini. Gak usah mikirin biayanya. Yang harus kamu pikirin itu gimana supaya lulus dan bisa lanjut kuliah. Paham, Nak?”
“Iya, Pak.” Aku berusaha tersenyum ke arah Bapak. Betapa ingin memeluk Bapak tapi entah kenapa merasa malu.
Setamat SMA, aku lanjut kuliah. Lulus di jurusan pilihanku, Akuntansi. Bapak dan Ibu sangat bangga. Kembali, Bapak mengingatkan untuk tidak perlu memikirkan biaya. Ah, kalau ingat itu, aku jadi rindu pada mereka berdua. Arni juga sudah masuk SMA dan menyusulku tinggal di kota.
Selama kuliah jadwal pulangku dan Arni tetap sama, setahun dua kali. Kadang-kadang Bapak dan Ibu tiba-tiba datang menjenguk dan menginap semalam atau dua malam—jika Bapak sedang tidak bekerja. Jika mereka datang, kami akan bercengkerama dan saling melepas rindu hingga larut malam.
Tak terasa, minggu depan aku akan wisuda. Akhirnya, cita-citaku dan Bapak akan tercapai. Sambil mencoba pakaian toga yang kusewa dari salon tadi pagi, aku tersenyum memikirkan betapa bahagianya Bapak nanti saat nanti aku diwisuda.
Setelah wisuda, aku akan mencari kerja. Impianku bekerja sebagai staf keuangan di perusahaan besar harus kuwujudkan. Itu adalah langkah awal untuk menjadi seorang akuntan. Tujuan hidupku adalah membahagiakan Bapak dan Ibu. Bapak akan kuminta berhenti bekerja. Kami semua akan tinggal di kota. Aku sangat bahagia jika memikirkannya. Akhirnya kami akan berkumpul kembali. Terima kasih, Tuhan.
Ponselku berdering. Aku melepaskan pakaian toga yang sedang kucoba sambil melirik siapa yang menelepon. Ibu? Segera kugeser tombol hijau pada layar ponsel.
“Nak, kamu segera ke RSUD ya. Bapak kecelakaan. Busnya tabrakan.”
Kutatap brankar rumah sakit tempat Bapak dibaringkan. Seluruh tubuhnya ditutupi kain putih. Aku meraung memanggil-manggil. Tidak, jangan sekarang. Engkau belum melihatku wisuda. Aku belum sempat membahagiakan dan membalas semua pengorbananmu, Pak. Aku masih ingin bersama Bapak.
Kulangkahkan kaki mendekat. Kupeluk tubuh kaku itu dengan erat. Mengapa baru sekarang aku berani memeluknya? Di saat Bapak tak bisa lagi membalas pelukanku. Tangisku semakin keras. Tolong buka mata, Pak. Aku cuma mau bilang, aku sayang Bapak. Tolong dengarkan. Sekali ini saja. (*)
Cokelat, jatuh cinta pada cokelat dan semua turunannya.
Editor : Devin Elysia Dhywinanda
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata