Gerobak Sorong Opa

Gerobak Sorong Opa

Gerobak Sorong Opa

Penulis: Nuke S.

Tiga hari yang lalu, Jojo dan Papa sudah sepakat akan pergi berenang. Jojo senang sekali, sebab menghabiskan libur akhir pekan dengan Papa, termasuk hal yang jarang mereka lakukan. Oleh karenanya, Jojo tidak sabar menunggu saat itu tiba. Bahkan, sejak kemarin dia sudah memasukkan celana renang dan handuk kecil ke dalam tasnya.

 

Tetapi, lagi-lagi hal itu hanya jadi angan-angan Jojo saja. Tepat pada hari yang ditentukan, pagi-pagi sekali, Papa Jojo ada panggilan tugas mendadak. Tentu saja Jojo sangat kecewa sebab dia sudah membayangkan akan menghabiskan waktu seharian di kolam renang. Jojo tidak punya pilihan lagi. Mau tak mau dia harus merelakan papanya untuk memenuhi panggilan tugas sebagai dokter bedah di rumah sakit kota.

 

Sebelum berangkat ke rumah sakit, Papa Jojo mengantar anak manis berumur tujuh tahun yang sudah tidak memiliki mama itu menuju rumah ayahnya, yang tak lain adalah opanya Jojo. Opa Jojo—biasa dipanggil Opa Andi, tinggal sendirian di rumahnya. Sebab, tepat setahun setelah Jojo lahir, Oma kemudian meninggal karena sakit gula. Untuk mengisi waktu, sehari-harinya Opa Andi suka sekali berkebun. Banyak peralatan untuk berkebun yang disimpan di dalam garasi samping rumahnya yang kini beralih fungsi menjadi gudang.

 

Jojo sebenarnya suka jika berkunjung ke rumah Opa Andi. Tetapi, dia masih sedikit kesal dengan tugas dadakan sang Papa yang mengacaukan acara liburnya. Jadi, sepanjang perjalanan Jojo hanya diam dan cemberut saja.

 

Setelah belasan blok terlewati akhirnya Jojo dan Papa sampai. Mereka melihat lelaki tua yang masih sehat dan tampak gagah itu sedang menyiram halaman depan rumahnya yang banyak ditumbuhi bunga dan rerumputan.

 

 “Ayah, tolong jaga Jojo sebentar , ya. Aku harus segera ke rumah sakit pagi ini. Biasa … ada panggilan operasi mendadak sebab ada pasien kecelakaan subuh tadi,” kata Papa Jojo setelah mengucap salam pada ayahnya.

 

Jojo keluar dari mobil, tanpa mengucap salam dia langsung berlari masuk ke dalam rumah Opa Andi. Dia tidak memedulikan teriakan papanya yang mengatakan bahwa akan segera menjemput begitu selesai urusan di rumah sakit. Opa Andi hanya tersenyum sambil mengibaskan tangan agar Papa Jojo segera berangkat. Jojo pura-pura tidak mendengar dan hanya mengintip dari jendela ruang makan yang menghadap luar. Dia melihat kedua lelaki kebanggaannya itu berbincang sebentar sebelum akhirnya mobil sedan hitam milik papanya menghilang dari pandangan.

 

Dengan tidak bersemangat, Jojo lalu berjalan menuju garasi. Dia berharap akan menemukan mainan di sana. Jojo mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang kira-kira berukuran lima kali tiga meter itu. Pandangannya tertuju pada gerobak sorong yang terletak di sebelah rak besi yang berisi sekop, tumpukan ember dengan berbagai ukuran, cangkul, dan peralatan berkebun lainnya. Gerobak sorong yang terbuat dari fiber itu biasa digunakan Opa Andi untuk mengangkut pasir atau bibit bunga yang akan dipindah ke dalam tanah.

 

Di depan, Opa Andi masih sibuk menyiram bunga. Sesaat kemudian Opa Andi mendengar suara beberapa barang terjatuh dari dalam garasinya. Dia sudah menduga itu pasti ulah Jojo. Setelah mematikan keran dan menggulung selang air, Opa Andi bergegas menuju asal suara tadi. Dia melihat Jojo terduduk di lantai sambil memegang ember berukuran sedang. Sedangkan ember yang lebih besar dan kecil jatuh bergelimpangan di sekitar cucu kesayangannya itu.

 

 Sambil tersenyum Opa Andi mendekat, “Kamu mau cari apa, Jo?” tanyanya sambil memegang lembut pundak Jojo.

 

 Jojo hanya meringis. Dengan tatapan memelas dan tanpa dosa, Jojo mengatakan bahwa dia ingin mencari mainan. Opa Andi terkekeh. Dengan penuh kasih sayang, dia menggendong tubuh mungil bocah berambut ikal itu.

 

“Kita akan bersenang-senang setelah ini. Tapi, Opa harus membuat sarapan dulu. Kamu pasti belum sarapan juga, kan?”

 

“Aku sudah minum susu, dong. Kalo sarapan, nanti aja, lah! Aku ingin cepat-cepat main, Opaaa …,” rengek Jojo manja.

 

Opa Andi tersenyum lagi dan terus berjalan menuju dapur. Setelah mendudukkan Jojo di meja makan, dia membuka kulkas dan mengambil beberapa sayuran. “Sebentar, ya, Jo. Opa lapar,” katanya seraya menyalakan kompor. Opa Andi pun mulai memasak. Lelaki pensiunan pilot itu suka sekali memasak sambil bernyanyi. Jojo hanya melihat dan sesekali ikut bersenandung.

 

“Jojo, sebaiknya kamu ikut makan sayur ini. Enak dan sehat, lo! Apakah kamu tidak melihat ada irisan bakso sapi di dalamnya? Kamu suka bakso, kan?” kata Opa Andi ketika meletakkan hasil masakannya di atas meja makan.

 

“Aku suka, Opa. Tapi aku enggak mau makan sekarang. Nanti saja. Boleh, kan?” kata Jojo terdengar seperti memohon. Dia hanya melirik sekilas ke arah mangkuk berisi tumis bayam dengan irisan bakso itu. Opa Andi tidak memaksa, malahan beberapa saat kemudian mereka terlihat tertawa-tawa, saling bercerita seru.

 

“Opa, aku ingin main di luar!” teriak Jojo, selesai opanya sarapan. Kemudian tanpa banyak bicara, Opa Andi menggamit lengan Jojo menuju garasi, lalu dia mengeluarkan gerobak sorong dari tempatnya dan membersihkannya dengan kain yang tersampir pada rak besi. Jojo memerhatikan setiap gerakan opanya.

 

“Opa, kita mau mainan gerobak ini?” tanyanya polos. Opa Andi tersenyum. Dengan rasa sayang dia menyuruh Jojo untuk naik ke atas gerobak itu. 

 

“Horeee… aku naik mobil balap!” teriak Jojo gembira—sambil mengangkat kedua tangannya ke udara—saat Opa Andi mulai mendorong gerobak sorong itu. Dengan membawa bekal dua botol air minum, mereka berjalan-jalan keliling blok. Daerah rumah Opa Andi memang sejuk sebab banyak pohon-pohon besar yang tumbuh di kanan-kiri bahu jalan. Sepanjang trotoar Jojo terlihat gembira. Sesekali dia berteriak, seolah-olah sedang naik kapal laut, bahkan sedang mengendarai pesawat tempur.

 

“Yuhuu! Awas, Opaaa … di depan ada gunung es. Jangan sampai kita menabraknya,” teriak Jojo ketika melihat seekor kucing sedang tidur di bawah pohon akasia yang rindang. Opa Andi tertawa-tawa melihat tingkah cucunya yang menggemaskan itu. 

 

“Opaaa … hati-hati ada musuh, ayo kita tembak! Dor! Dor! Dor!” Jojo semangat sekali mengacungkan jari telunjuk dan jempolnya membentuk sebuah pistol ke arah kerumunan burung pipit yang hinggap di pohon asoka. Lalu seketika burung-burung itu terbang berhamburan ketika mendengar suara Jojo yang melengking.

 

 “Horee … musuhnya menyerah, Opaa!” teriak Jojo sambil bertepuk tangan. Lagi-lagi Opa Andi hanya tertawa. 

 

Sampai di persimpangan jalan, Jojo terlihat bingung. “Kita mau ke mana lagi, Opa?” Dia menoleh ke arah opanya yang tiba-tiba menghentikan langkah.

 

 “Sebentar, ya, Jo. Opa sedang mengatur napas. Rasanya mau copot jantung Opa.” Opa Andi berlagak kepayahan dengan napas yang dibuat tersengal-sengal. Melihat hal itu, Jojo langsung meloncat turun dari gerobak. Dia ketakutan melihat opanya kelelahan.

 

“Opa … Opa duduk dulu! Kita istirahat saja di sini,” kata Jojo panik dan merasa bersalah.

 

Opa menuruti apa kata Jojo. Setelah duduk dan meneguk air dari botol minum, Opa Andi lalu tertawa terbahak-bahak. Jojo melongo keheranan melihat opanya yang sebentar kelelahan lalu sebentar sudah kembali segar.

 

 “Opa ….”

 

“Ha ha … Opa bercanda, Jojo! Opa cuma haus saja. Opa tidak apa-apa, kok. Ayo kita lanjutkan jalannya. Tuh, bukitnya sudah terlihat!” Opa Andi menunjuk ke arah taman, tidak terlalu jauh dari tempat mereka duduk saat ini. Pihak perumahan memang menyebutnya taman. Sebab di sana juga dibuat danau buatan dan jalan setapak sebagai tempat jogging warga atau sebagai tempat berkumpul saat sore hari. Padahal sebenarnya di sana banyak pohon besar-besar yang lebih cocok jika disebut bukit atau bahkan hutan. Dari jauh saja sudah terlihat hijau dan sejuk.

 

“Ayo, naik lagi!” seru Opa Andi ketika melihat Jojo jalan kaki di sebelahnya.

 

Jojo menggelengkan kepala, “Nggak usah, Opa. Jojo jalan kaki saja. Kasihan Opa, capek!” katanya sambil nyengir lebar.

 

“Haha, okelah kalo Jojo maunya begitu,” ujar Opa Andi sambil mengacak-acak rambut Jojo.

 

Dua lelaki berbeda generasi itu lalu melanjutkan perjalanan menuju taman. Opa Andi tetap mendorong gerobak itu tapi dibantu Jojo di sebelahnya. Tak seberapa lama, sampailah mereka di sana. Mereka memilih duduk di bawah salah satu pohon akasia yang ditanam berjejer secara teratur. Bentangan air jernih yang tertampung pada danau buatan di depan mereka serasa memanjakan mata.

 

“Wah, sejuk sekali di sini, ya, Opa. U-uh, aku jadi ingin berenang. Harusnya kita tadi bawa celana renang, Opa!” rajuk Jojo dengan mulut mengerucut, setelah minum air dari botol yang mereka bawa tadi.

 

 Opa Andi tertawa, “Ya, tidak boleh berenang di situ, Jo. Itu kan cuma buat resapan air hujan. Lagian airnya dalam, lho!”

 

“Resapan air? Maksudnya gimana, Opa?”

 

“Ya, kita tidak boleh berenang di danau itu, sebab ia sebagai tempat meresapnya air hujan ke dalam tanah. Nanti dari air yang meresap itu selanjutnya menjadi air tanah dan menjadi sumber air bagi warga di perumahan sini, Jo.” Opa Andi menjelaskan. Entah anak itu mengerti atau tidak, tetapi dia terlihat mengangguk-anggukan kepala hingga rambut kriwilnya ikut bergoyang.

 

Mereka lalu asyik bercengkerama. Sesekali Jojo melempar kerikil ke arah danau. Lalu Opa Andi ikut melempar. Jadilah mereka bermain adu lempar kerikil. Siapa yang terlihat melempar paling jauh, dialah pemenangnya. Seru sekali! Jojo sampai tertawa berguling-guling seakan lupa dengan kekesalannya tadi pagi.

 

Tak terasa cuaca semakin terik, angin sepoi-sepoi berembus membelai kulit. Hampir saja mereka ketiduran. Opa Andi lalu segera mengajak pulang Jojo yang mulai terpejam.

 

“Jojo, sudah siang, ayo kita pulang!”

 

Jojo menoleh ke arah Opa Andi yang sudah berdiri di sampingnya. “Hm mau pulang, ya, Opa? Besok kita ke sini lagi, ya!”

 

“Tentu saja. Sekarang kita pulang dulu. Kamu juga pasti lapar, kan? Ayo, nanti masuk angin terlalu lama di sini.”

 

Jojo anak manis yang penurut. Dia lalu mengikuti opanya yang berjalan lebih dulu sambil mendorong gerobak sorong.

 

“Opaaa, tunggu! Aku mau naik gerobak lagi!” [*]

 

Tgr_2020

 

Nuke Soeprijono_pelajar abadi yang baru saja menulis.

 

Editor: Erlyna

2 thoughts on “Gerobak Sorong Opa

  1. Pingback:pg168

Leave a Reply