Lupa (Bagian 2)

Lupa (Bagian 2)

Lupa (Bagian 2)
Oleh: Zalfa Jaudah Jahro

Mengatur kecepatan motor ketika sudah memasuki halaman sekolah, sesekali Sheera memperhatikan wajahnya melalui kaca spion sampai motor yang dinaikinya mendarat sempurna di parkiran sekolah. Setelah turun dari motor, Sheera berjalan perlahan menuju kantin, tempat di mana ia dapat menemukan Chelyn.

“Ra, pulang sekolah ngerujak, yuk,” ajak salah satu kakak kelas, perwakilan dari segerombol lainnya.

“Ih, aku nggak bawa ulekan,” balas Sheera kaku. Bagaimana tidak? Sejak awal ia menghentikan motor, lelaki itu terus memandanginya. Terutama ketika salah satu kakak kelas tiba-tiba menyapa.

“Nanti gue bawa ulekan, Ra. Pulang sekolah,” ujar Chelyn menimpali, Sheera hanya mengangguk pasrah.

Berjalan melewati lelaki yang sedang duduk dengan wajah yang seperti biasa datar, Sheera melirik tak acuh, kemudian duduk di samping Mbak Dirafah.

“Nasi goreng dong, Mbak,” pinta Sheera untuk sarapan pagi.

“Pedes nggak?” tanya Mbak Dirafah sambil menyiapkan bahan-bahan.

Sheera melirik sebentar. “Biasa, Mbak, Sheera bikin es jeruk, ya.”

Mbak Dirafah hanya menganggukkan kepala. Tak lama kemudian, nasi yang masih mengepul sudah dapat disantap. Sheera langsung menyendok nasi tersebut dengan perlahan, sedikit meniup nasi yang ada di atas sendok, lalu memakannya. Di tengah-tengah ia memakan nasi goreng, Sheera tak sengaja melirik meja pengunjung yang ada persis di depan tempat ia sedang makan, hanya terhalang oleh etalase besar.

Sheera sangat terkejut ketika melihat lelaki yang sedang duduk di depan sana itu, memperhatikan dirinya. Sedetik kemudian ia menunduk, lelaki itu juga mengalihkan pandangannya seketika saat tak sengaja Sheera melihat ke arahnya.

“Dia ngeliatin gue?” batin Sheera tidak percaya.

Sedikit mempercepat gerakan mulutnya, hingga nasi yang ada di atas piring itu tertelan habis. Sheera melihat jelas ke arah meja depan yang sedang diduduki segerombolan senior, salah satu di antara mereka kemudian berdiri dan melangkahkan menjauh dari tempat Mbak Dirafah.

Lelaki itu adalah Kelvyn Eshaal Naveen. Lelaki yang sangat membuat Sheera penasaran, bukan hanya dari sikap dan tatapan matanya, melainkan dari setiap pergerakan yang lelaki itu lakukan di hadapannya.

“Dah, habis. Lyn, ke kelas, yuk,” ajak Sheera sambil menggendong tas miliknya.

“Yuk,” balasnya, langsung melangkahkan kaki meninggalkan kantin.

Sesampainya di kelas, Sheera langsung duduk di tempat, kemudian mengambil telepon genggam yang ada di dalam tas, juga memasangkan earphone. Ia membuka salah satu file yang ada pada dokumen ponselnya, kemudian membacanya dengan diam. Hingga bel istirahat berbunyi, ketiga teman Sheera mengajaknya untuk membeli makanan di kantin belakang, itu tandanya, Sheera tak dapat menemani Chelyn.

“Lyn, gue sama anak-anak mau jajan di kantin belakang, lo mau ikut?” tanya Sheera.

“Nggak, lo aja,” balas Chelyn. Sheera hanya mengangguk dan berjalan bersama ketiga temannya.

Sheera dan kedua temannya langsung mendatangi kantin belakang dan duduk di salah satu meja.

“Mau pesen apa?” tanya salah satu dari mereka.

“Eum … gue green tea, aja,” jawab Sheera pelan.

“Gue mau ice cream, rasa vanila.”

Salah satu dari mereka langsung berjalan mendekati meja pesanan, sementara Sheera dan Nola, temannya, hanya duduk dan menunggu.

“Pulang sekolah, gue sama Chelyn mau ngerujak. Lo harus ikut,” ujar Sheera membuka pembicaraan.

Nola sedikit menyiritkan dahi. “Berdua doang?”

“Nggak sih. Sama kakak-kakak futsal,” jawab Sheera jujur.

“Ya udah, gue ikut.”

“Tapi sebelumnya, gue mau beli noodles yang ada di deket taman sekolah,” ujar Sheera sedikit membujuk.

“Iya, nanti sekalian beli cabe.”

Sheera hanya mengangguk dan melanjutkan kegiatan istirahat bersama kedua temannya. Hingga bel pulang sekolah berbunyi, Sheera, Nola, dan Chelyn langsung berjalan mendekati kantin Mbak Dirafah. Di sana sudah terdapat segerombolan kakak kelas yang sedang mengunggunya.

“Ayo, Ra! Katanya ngerujak,” seru salah satu di antara mereka.

“Iya, ayo. Cepet lu pulang, Lyn, gue sama Nola tunggu di sini,” suruh Sheera pada Chelyn.

Chelyn mengangguk, kemudian langsung berjalan menuju parkiran. “Iya, tunggu.”

Sheera berjalan ke arah tempat cuci piring Mbak Dirafah, sedikit mengeluarkan sabun cuci muka yang ia bawa, kemudian menggosok pada bagian wajahnya. Setelah selesai, Sheera mengoleskan day cream miliknya, ditambah dengan sedikit bedak yang ia bubuhkan.

“Sheera!” seru salah satu kakak kelas yang tiba-tiba datang.

“Kenapa?” tanya Sheera sambil meratakan sedikit liptin miliknya.

“Katanya mau ngerujak, ayo dong. Mana?” tanyanya tak sabar.

“Nanti, Kak. Temen Sheera lagi bawa ulekannya, Kakak nyari dulu mangganya, gih,” suruh Sheera, sambil berjalan menuju meja.

“Ya udah, sana beli sambelnya dulu.” Kak Geral balik menyuruhnya.

“Iya, ih, kalian semua bawel,” protes Sheera. Kemudian ia bersama Nola berjalan menuju parkiran untuk membeli bahan-bahan membuat sambel.

Sheera memang sudah terbiasa menghabiskan lebih lama di sekolah, selain karena kegiatan organisasi dan juga ekstrakurikuler, terkadang ia juga menghabiskan waktunya untuk sekadar duduk di sekolah hingga datangnya senja.

Di sekolah terdapat banyak pohon mangga, buahnya besar-besar, sanggat menggugah selera. Sheera beserta segerombolan senior itu sudah terbiasa berkumpul dan memakan rujak, tentunya buah yang ada itu hasil dari salah satu kakak kelas yang rela memanjat pohon dan memetiknya.

“Lo jadi beli noodles, Ra?” tanya Nola.

Sheera menggelengkan kepalanya. “Enggak, males, mending kita langsung beli cabe aja.”

“Sekalian beli minuman,” lanjut Sheera.

“Nggak usah, Ra. Kita beli minuman di kantin belakang aja,” balasnya sambil memasukan beberapa cabe ke dalam plastik.

“Lo tau, kan, La? Kalo udah pulang sekolah, kantin sekolah tutup semua, kecuali kantin belakang. Terus kalo kantin belakang stok minumannya habis, gimana?” tanya Sheera mendramatisir.

“Nggak, tenang aja.”

Sheera hanya mendengkus kasar, percuma juga berdebat dengan Nola. Ia hanya menurutinya, kemudian kembali melajukan motor miliknya menuju sekolah.

“Nah, ini orangnya!” seru Kak Geral ketika Sheera dan Nola baru sampai.

Sheera dan Nola menatap heran. “Kenapa?”

“Ditungguin dari tadi kalian, tuh. Ayo, cepet bikin sambelnya,” suruh salah satu di antara mereka.

“Ulekannya belum datang, Kak,” balas Sheera jujur.

“Haduh … gimana sih, kalo gak ada ulekannnya, gimana mau jadi sambel,” gerutu Kak Keenan.

“Berisik, Kak Keenan. Sabar, temen Sheera lagi ngambil,” ujar Sheera menyahuti.

“Jauh gak rumahnya?” tanya salah satu di antara mereka lagi.

Sheera menghela napas kasar, sangat pusing melihat kakak kelasnya yang sudah sangat tidak sabar.

“Enggak,” balasnya singkat.

“Ra, ikut Kakak ngambil mangga, ayo,” ajak Kak Geral.

Sheera hanya mengangguk, mengikuti langkah kakak kelasnya, disusul oleh Nola. Mereka mendekati satu pohon besar, kemudian Kak Geral langsung mengambil sebuah galah dan mengarahkan ke beberapa mangga yang ada di pohon. Tak butuh waktu lama, mangga muda yang baru saja diburu sudah berceceran di bawah, Sheera dan Nola langsung memasukkannya ke dalam kantong plastik.

***

“Gimana, La? Masa Chelyn belum bales chatnya?” ujar Sheera sambil mencuci beberapa mangga.

“Udah, dia lagi di jalan,” jawab Nola.

“Masa dari tadi di jalan mulu sih?” Kak Gerel menimpali.

Sheera hanya diam. Tak mengubris pertanyaan dari kakak kelasnya yang sudah mulai bosan, pertandingan futsal pun akan dimulai satu jam lagi. Diliriknya bagian kiri tempat ia duduk, Sheera mendapati seseorang yang tak asing baginya itu duduk di sampingnya, itu Kak Kelvyn.

Merasa sedikit gugup, Sheera mengambil ponsel, kemudian memainkannya dengan asal.

“Hihi. Jadi kangen SMP,” ujar Sheera spontan ketika ia melihat salah satu foto lama di galeri ponselnya.

Kak Gerel melirik. “Emang, kamu SMP di mana, Ra?”

“SMP Aflazor,” jawabnya, melirik sedikit.

“Emang, rumah kamu di mana?”

Deg!

Suara itu. Bukankah itu suara Kak Kelvyn? Sheera kembali melirik sedikit, dilihatnya wajah kakak kelasnya itu, wajahnya sangat datar, tanpa menunjukkan sedikit pun ekspresi. Suara yang membuat jantung Sheera benar-benar berhenti berdetak, tahun lalu. Suara itu, seperti milik seseorang yang berhasil merobohkan hatinya.

“Di Perumahan Lerlary,” balasnya sedikit menatap. Dalam jarak yang cukup dekat, Sheera dapat melihat dengan jelas raut wajah kakak kelasnya itu, sungguh sangat datar.

Tidak berani menatap dengan waktu yang sedikit lama, akhirnya Sheera memalingkan kembali wajahnya, hingga tak lama kemudian Chelyn datang dengan senyuman meledek.

“Cieee, nungguin, ya,” ujar Chelyn tertawa.

“Yee, lama banget sih, lo,” sahut Sheera, ketus. Ia langsung mengambil ulekan yang dibawa oleh Chelyn.

“Udah ributnya?” tanya Kak Gerel. “Ayo cepetan bikin sambelnya,” lanjutnya menyuruh.

Sheera sedikit menghela napas kasar, kembali duduk di kursinya, tetapi saat itu Kak Kelvyn sudah tidak ada di tempat sebelumnya. Ia berdiri.

“Ini … kalo cabainya segini, cukup gak?” tanya Sheera.

“Kurang pedes, Ra. Tambahin lagi,” suruh Nola.

Sheera mengambil lagi beberapa cabai, sembari mengambil alat untuk mengulek, tetapi ia merasa terkejut saat sebuah tangan lebih dahulu menggenggam alat tersebut. Itu tangan Kak Kelvyn, kakak seniornya.

“Sini, biar saya aja yang ngulek,” ujarnya sambil mengambil alih ulekan yang ada di hadapan Sheera, kemudian duduk di sampingnya.

Sheera melirik sejenak, memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya dengan saksama. Wajah datarnya tidak berubah sedikit pun, tidak menunjukkan raut apa pun. Tangan lelaki itu dengan kaku menghaluskan beberapa cabai.

“Emang lo bisa ngulek, Vyn?” tanya salah satu di antara mereka.

“Bisa,” jawabnya singkat.

“Tapi cara ngulek lo kaku banget,” cibir Kak Geral.

“Salah mulu,” ujar Kak Kelvyn cuek, ia tetap menghaluskan cabai tersebut.

Hingga tak lama setelah cabai dihaluskan, Kak Kelvyn memberikan ulekan tersebut kepada Sheera.

“Udah,” ujarnya memberikan ulekan tersebut pada Sheera.

Sheera tersenyum tipis, ternyata Kak Kelvyn jago membuat sambal.

“Makasih, Kak,” balas Sheera. Sedetik kemudian, beberapa panitia liga berdatangan dan langsung mengoleskan mangga yang sudah dikupas.

Sheera tersenyum. Satu di antara mereka kemudian ikut datang, Ia adalah wakil ketua OSIS di sekolah Sheera.

“Wah … jahat ya, kalian, ngerujak kagak ngajak gue,” ujarnya sambil menyantap rujak. Ia sedikit mengentakkan kakinya kesal.

“Hehe, sorry, Bro. Lagian lu sibuk terus sih,” balas Kak Gerel.

Sheera tersenyum. “Ambil aja kali, Kak. Tenang, masih banyak kok. Nanti kalo sambelnya abis, biar Kak Kelvyn bikin lagi.”

Yang disebut namanya tersenyum. Beradu mata dengan Sheera hingga beberapa detik, kemudian sedikit memejamkan mata seraya melengkungkan garis bibirnya dengan sangat indah.

Jantung Sheera berdegup kencang. Apakah benar lelaki itu tersenyum padanya?

 

Zalfa Jaudah Jahro, lahir di Karawang pada 03 Oktober. Si penyuka awan dan cokelat.

Editor : Lily

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply