Hujan di Kotamu
Hujan membawaku meninggalkan kotamu. Membuyarkan bayang-bayangmu bersama rintik air dari langit. Cahaya lembut matahari pagi menimpa lensa kacamatamu. Di baliknya, kau menatapku dengan sendu.
“Jangan mengatakan sesuatu yang membuatku sedih,” katamu. Urung kukatakan tentang betapa cantiknya berkas sinar matahari yang menembus butir air hujan. Barangkali pelangi bersiap diri di balik awan selepas hujan reda, ditemani wangi tanah basah.
Tetapi hujan tak jua mengalah ketika gerbong kereta memanggilku. Bisikanmu tak jelas kudengar. Yang kuingat jelas, dekapan singkatmu sehangat api unggun tengah malam, seperih duri mawar merah. Terpaksa kau melihat punggungku perlahan menjauh, mengaduk-aduk perasaanmu, perasaanku. Saat itu, tak perlu deret kata untuk mengungkapkannya. Kubiarkan sesak di dada menggantikannya.
Maka, hujan memaksaku meninggalkan kotamu. Mengaburkan bayang-bayangmu bersama kenangan di bawah langit malam Malioboro. “Di mana perempatan Malioboro?” tanyaku.
Kau tersenyum, “Dari sini, kita lurus. Jaraknya jauh, kamu tidak apa-apa?”
Aku mengangguk.
“Lihat, banyak orang berfoto di bawah papan nama Jalan Malioboro. Mau kufotokan?” tanyamu.
“Siapa peduli. Aku cuma ingin pergi ke perempatan Malioboro. Itu lho, lampu lalu lintas yang ada di lagunya Didi Kempot.”
Kau tersenyum. Agaknya kau tahu kalau kesenangan kecilku tidak tergoyahkan. Berkali-kali kupuji lampu-lampu di pinggir jalan, penjual makanan yang berderet, juga suasana menyenangkan sejauh mata memandang.
Langkahku terhenti di dekat sekelompok musisi. Beberapa pria menyetel alat musik, mendendangkan lagu kehidupan. “Wah, bagus sekali,” ujarku. “Malioboro memang luar biasa.”
“Kita bisa nonton dulu kalau kamu suka,” saranmu.
“Aku suka, tapi aku mau pergi ke perempatan Malioboro,” bantahku.
Sejak itu kau tidak lagi menawariku mampir ke suatu tempat ataupun duduk beristirahat. Mungkin kau heran mengapa aku terobsesi pada tempat itu hanya karena sebuah lagu, mungkin kau berpikir aku punya kenangan lain di sana. Dalam ingatanku, Malioboro tidak pernah seindah malam itu. Memang telah lama aku tidak berkunjung. Lainnya, disebabkan kehadiranmu.
Sebenarnya aku tidak tahu apa bagusnya perempatan Malioboro. Namun saat kita sampai di sana, bungah di dadaku berlimpah ruah. Kau dan aku duduk bercengkerama, bertukar tawa, saling membaca wajah. Keinginanku tidak banyak, menghabiskan malam ini dengan sepuas hati, kemudian pergi.
Apa yang akan terjadi jika aku menanti dini hari?
Hujan mereda justru ketika aku semakin jauh meninggalkan kotamu. Pelan namun pasti. Tiada janji terucap dariku. Sebab jejak-jejak kakiku tiba-tiba menghilang saat aku menoleh ke belakang. Pula cahaya rembulan yang kautebar agar aku tidak tersesat. Agar kelak aku kembali lagi, membawakan senyuman untukmu.
Kau merangkai hari baru, sementara aku benar-benar meninggalkan kotamu.
Madiun, Oktober 2017
Nike Virginia, pemuja Makoto Shinkai dan Ghibli. Sering dilema membeli buku atau action figure. Dapat dihubungi di media sosial facebook: Alviss Yutaka dan email: nikevirginias@gmail.com