M.V.P
Oleh : Ardhya Rahma
Sepasang mata mengedar ke segala penjuru lapangan basket SMA Pembangunan, menyaksikan keriuhan suasana pertandingan persahabatan antara tuan rumah dengan SMA Bina Bangsa. Sesekali dia tersenyum melihat kedua tim saling mengejar poin.
Kedua center dari dua SMA itu selalu berusaha mencetak poin. Tidak heran, sebab keduanya adalah calon M.V.P tahun ini di kompetisi basket SMA terbesar se-Indonesia yang biasa diadakan di gedung DBL Surabaya.
Namun, ada satu yang menarik perhatian sepasang mata itu. Sosok pemain bernomor sebelas. Pemain tinggi besar yang dipanggil Abdul oleh teman-temannya itu mengingatkannya pada sosok Kareem Abdul-Jabbar yang terkenal karena teknik tembakannya yaitu skyhook.
“Go Abdul … go Abdul …. Bina Bangsa, yes!” teriak para gadis di sekeliling lapangan layaknya cheerleaders.
Tak lama, pecahlah suara kemenangan yang diteriakkan oleh para pemain dan pendukung dari SMA Bina Bangsa ketika Abdul berhasil melesakkan bola ke dalam ring dengan teknik skyhook dan membuat sekolahnya unggul satu poin dari tuan rumah di menit terakhir pertandingan.
Sosok yang dari tadi serius mengamati jalannya pertandingan, pun ikut tersenyum menyaksikan euforia kemenangan SMA Bina Bangsa. Dia menatap ke tengah lapangan dan menyaksikan sujud syukur sebagai serebrasi kemenangan dari remaja tujuh belas tahun bertinggi 185 sentimeter itu. Lima menit kemudian sosok berjaket hitam dan bertopi basket warna putih itu meninggalkan lapangan dengan sebuah nama di kantung. Nama yang akan dia panggil untuk mengikuti seleksi pemain nasional bola basket.
Gökhan Erol, nama asli pemuda keturunan Turki-Indonesia berusia delapan belas tahun yang sekarang resmi menjadi salah satu pemain di Timnas Basket Indonesia. Julukan Abdul memang layak disematkan padanya karena kemiripan gaya yang dia miliki dengan Kareem Abdul-Jabbar. Bahkan teknik skyhook yang dimiliki Kareem juga Erol miliki. Tidak sia-sia Pak Bagus berkeliling daerah mencari bibit baru untuk dididik sebagai pemain basket nasional.
Sore itu di GBK arena terlihat timnas basket sedang latihan untuk menghadapi FIBA Asia Cup 2021. Pertandingan ini sangat penting bagi Timnas Basket Indonesia. Karena FIBA memberi syarat jika ingin Timnas Basket Indonesia lolos ke FIBA World Cup, harus berada di posisi sepuluh besar FIBA Asia Cup 2021. Artinya Timnas Basket Indonesia harus berada di minimal 3 besar grup. Tentu saja tidak mudah, apalagi kali ini Indonesia berada dalam satu grup dengan timnas basket terbaik se-Asia Tenggara.
Sebuah beban berat di pundak Pak Bagus sebagai pelatih Timnas Basket Indonesia kali ini. Juga beban mental para pemain untuk menyuguhkan permainan cantik yang bisa memenangkan tim.
Secara materi, para pemain kali ini mempunyai skill terbaik melebihi pemain timnas sebelumnya. Hal itu berkat kegigihan dan ketelitian Pak Bagus sebagai pelatih dalam mencari bibit baru. Terbukti dari lima belas nama yang dia undang seleksi, ada empat orang remaja yang lolos. Satu orang menempati posisi tim inti sebagai center dan tiga orang lainnya pemain cadangan.
Sosok center yang masih remaja itulah yang diharapkan Pak Bagus bisa mendongkrak kemenangan timnas. Jarang Indonesia mempunyai center yang ideal seperti Gökhan Erol. Pemuda keturunan Turki-Indonesia yang bertinggi 185 sentimeter dan memiliki berat 96 kilogram. Apalagi dia memiliki kemampuan skyhook yang kalau dilatih terus menerus bisa saja disejajarkan dengan pemain legendaris Kareem Abdul-Jabbar.
“Ayo, Erol, perhatikan posisi kamu. Pastikan kamu bisa mendapat defensive rebound. Itu penting untuk melakukan serangan balik, tapi jangan sampai lupa offesive rebound-nya. Bayangkan kita ada di pertandingan penting. Jangan kasih kendor! Jangan biarkan tim lawan kita untuk memperoleh angka!” Pak Bagus berteriak terus menerus dari pinggir lapangan.
Dengan postur yang tinggi besar, memenangkan bola rebound adalah kewajiban utama pemain center. Terutama untuk defensive rebound karena akan sangat berbahaya jika membiarkan pemain lawan mendapatkan bola pantulan di paint area defense. Tugas center adalah memastikan second-chance bisa dihindari sehingga tim tetap memiliki keunggulan poin. Itu yang selalu ditekankan Pak Bagus pada Gökhan Erol.
Dua hari latihan terakhir ini ada yang berbeda pada diri Erol. Dia terlihat lebih diam dibanding biasanya. Hal itu terjadi semenjak dia diajak berbicara oleh seorang pengurus Perbasi dua hari lalu. Entah apa yang mereka bicarakan hingga mengubah mood Erol. Dia baru terlihat lebih bersemangat hari ini, di saat pertandingan segera dimulai.
Pertandingan antara Philipina dan Indonesia berlangsung seru. Tidak ada satu pihak pun yang mau mengalah. Hingga di babak kedua, hadir beberapa pengurus Perbasi. Sejak saat itulah Erol kehilangan semangat dan Timnas Indonesia mulai kedodoran. Bahkan beberapa kali dia kehilangan rebound hingga lawan mendapatkan poin.
Masuk babak ketiga keadaan tidak berubah. Kubu lawan dengan mudahnya mendapatkan poin hingga meninggalkan poin Indonesia. Poin yang jauh tertinggal tentu saja membuat gusar pelatih juga para pengurus Perbasi, kecuali satu orang. Orang berperawakan sedikit gemuk dengan kaos merah itu tetap tenang dan bahkan sesekali menyunggingkan senyum.
Keadaan semakin menggelisahkan, hingga terdengar sebuah teriakan dari arah penonton, “Abduuul … ingat mimpimu!” Teriakan tersebut diulang beberapa kali sampai Erol mendengar dan menatap sosok yang berteriak itu. Guru olahraganya ketika di SMA. Seketika itu pula raut wajah Erol berubah. Dia menjadi bersemangat kembali dan bangkit mengejar ketertinggalan.
Semangat Erol menular pada tim dan membuat mereka berjuang sekuat tenaga untuk meraih kemenangan. Hingga satu tembakan skyhook yang dilesakkan Erol membuat timnas Indonesia unggul satu angka. Kemenangan dramatis ini yang mengantarkan Indonesia ke FIBA World Cup 2023.
Ketika pemain, pelatih dan yang lain larut dalam kegembiraan. Ada sepasang mata yang menatap marah pada anak muda yang sedang sujud syukur. Tembakan anak muda itulah yang membuat kemenangan ini terwujud.
Pemilik sepasang mata yang marah itu saat ini bergumam marah, “Sial! Dia membohongiku. Harusnya dia mengalah agar tim lawan menang. Mengapa dia justru berjuang untuk menang? Padahal dia sudah kuancam akan dikeluarkan dari Timnas kalau tidak menurut. Pantas saja dia tidak mau menerima uang yang kusodorkan dan hanya berjanji menurut. Kalau begini caranya bagaimana aku mesti menghadapi bandar judi?” (*)
Ardhya Rahma, penulis novel Matahari untuk Aditya. Berdarah campuran Jawa dan Kalimantan. Mempunyai hobi membaca dan travelling. Baginya, menulis adalah proses mengikat ilmu dan pengalaman hidup. Berharap mampu menuangkannya dalam buku yang sarat makna bagi pembaca. Tulisan yang lain bisa dijumpai di akun FB: @Ardhya Rahma
Editor : Imas Hanifah N
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata