Berkelana ke Abad 22

Berkelana ke Abad 22

Berkelana ke Abad 22

Oleh : R Herlina Sari

“Arrrgh ….”

Badanku tersedot ke dalam lingkaran tak berdasar. Entah membawaku ke mana. Rasanya sakit, terkoyak oleh angin yang membentuk silet tajam dan melukai kulit. Namun, tak berdarah.

Beberapa detik kemudian, putaran berangsur-angsur melemah. Hingga akhirnya berhenti total. Aku terjebak pada sebuah tabung kaca. Kulihat ke sekeliling, aku masih di tempat yang sama. Namun, siapakah itu? Ada satu orang berusia remaja sedang mengoperasikan sebuah mesin. Jari lentiknya tampak sedang menari di atas keyboard dengan sebuah layar besar di depannya. Berisikan angka-angka dan rumus-rumus yang tak asing di mataku.

Aku membuka pintu tabung. Tak terkunci. Kemudian berjalan ke luar. Berusaha menemui pemuda itu. Gerakan tangannya berhenti saat mendengar bunyi alarm.

“Ah … kakek buyut sudah datang. Selamat datang di abad ke-22, Kakek Muda,” kata pemuda itu.

“Kakek? Siapakah kamu?” tanyaku.

Selintas kulihat wajahnya mirip dengan seseorang. Siluet wajah ini mengingatkanku kepada Zulfikar remaja. Putra semata wayangku.

“Lupa, perkenalkan namaku Zulkifli, berusia dua puluh empat tahun dan cucu buyut dari Eyang Zukfikar.” Pemuda itu memperkenalkan dirinya.

Aku terpana. Jadi sekarang, aku berada di masa depan? Mesin itu berhasil dikembangkan? Teoriku berhasil dia pecahkan? Ah, anak-anak itu memang jenius.

Aku jadi teringat, di tahun 1998 mengembangkan sebuah mesin waktu, memerlukan riset yang panjang. Teori demi teori aku pelajari. Masih ingat, saat aku dan salah seorang temanku sedang mengerjakan tugas kuliah. Impian kami berdua sama, ingin bisa menjelajah waktu. Seperti di film Doraemon yang kerap kami tonton.

Penelitian dimulai dari sebuah perumpamaan. Salah satunya menggunakan teori relativitas Einstein yang kami kembangkan. Hingga menarik sebuah kesimpulan, arah waktu pada sebuah permukaan ruang dan waktu menunjukkan sebuah lengkungan. Semakin jauh jarak ke lubang hitam, maka waktu akan berjalan semakin cepat. Pun sebaliknya.

Dari teori ini, kami membuat rumus mesin waktu yang diibaratkan sebuah lingkaran menjadi penumpangnya. Hingga menghasilkan tabung waktu. Lingkaran ini dengan rumus yang tepat akan membawa kita ke waktu yang lain. Namun, aku dan Reza gagal. Ada sebuah rumus yang tidak bisa kami pecahkan, hingga ujung nyawa kami meregang.

Kini, secara ajaib aku bisa hadir di sini. Apakah rumus ruang dan waktu itu berhasil dipecahkan oleh Zulfikar? Bagaimana bisa aku yang telah menutup mata kembali ke dunia di abad yang berbeda? Semua ini masih menjadi misteri.

“Bagaimana bisa aku di sini?” tanyaku.

“Tidak ada yang tidak mungkin, Kek. Aku mengambil diri Kakek sewaktu muda. Itu sudah tertulis di buku harian ini. Apa saja yang Kakek lakukan semasa hidup dan penelitian apa saja yang sudah dikerjakan. See … aku berhasil membawamu kembali.” Zulkifli menjelaskan.

Aku membuka lembar demi lembar buku itu. Sebuah jurnal perjalanan kami tentang mesin waktu. Begitu banyak pengorbanan, waktu dan harta benda yang kami kucurkan demi berhasilnya penelitian ini. Jurnalku terhenti pada tahun 2035 di mana usiaku menua dan di tahun 2036 aku menutup mata.

Jurnal dilanjutkan oleh Zulfikar dan rekan-rekannya hingga masa Zulkifli dan akhirnya berhasil.

Mataku terbelalak oleh hasil akhir yang ditemukan cicitku. Ternyata aku dan Reza melupakan satu hal. Kurangnya penciptaan sebuah gelembung yang bisa membawa ruang beserta isinya. Sebuah gelembung yang bisa bergerak secepat kekuatan cahaya dan sesuai teori matematika. Bukan hal mustahil bisa membawa seseorang atau benda lain ke masa depan dan masa lalu.

Tiba-tiba aku merasakan tubuh ini kembali memudar. Bagaimana bisa?

“Aku hanya bisa membawa Kakek selama tiga puluh menit. Maafkan aku, Kek. Belum berhasil sepenuhnya,” jelas Zulkifli.

“Tidak apa-apa. Kakek bangga padamu. Setidaknya walau tiga puluh menit, Kakek bisa melihat bahwa usaha Kakek selama ini tidak sia-sia.” Aku berkata, seiring dengan tubuh fana ini memudar. Ah, ternyata menjelajah waktu semenegangkan ini. Aku bisa mati dengan tenang, karena peninggalanku terus dikembangkan oleh generasi penerus.

Sub, 241020 (Revisi)

RHS, seorang pecinta lumba-lumba dan warna ungu.

Editor : Imas Hanifah N

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply