Lelaki yang Mencuri Ombak

Lelaki yang Mencuri Ombak

Lelaki yang Mencuri Ombak
Oleh : Jeevita Ginting

Ruby, perempuan berambut panjang berwarna hijau kebiruan, melayang-layang di langit. Mengitari mercusuar tua yang berdiri kukuh di atas tebing yang dikelilingi hamparan laut. Lengannya gemulai, bergerak ke kiri dan ke kanan layaknya seorang penari. Dia terus berputar, tak peduli meski gulungan awan hitam yang datang disertai angin kencang mulai membuatnya limbung.

Setelah berapa lama, badai pun berlalu. Perempuan itu berhenti mengitari mercusuar, lantas perlahan turun ke daratan. Kakinya gemetar ketika menapaki batuan terjal di atas tebing. Dengan hati-hati dia mulai berjalan menyusuri tempat itu. 

Ruby memiringkan kepala, mengamati seekor burung camar yang bertengger di atas batu sambil menikmati makanannya. Ikan yang malang, dia lantas mengayunkan tangan hingga si burung camar terbang menjauh. Kemudian mengambil ikan yang sudah sekarat itu, lalu menyapukan rambut ke tubuhnya. Kilatan cahaya berwarna biru muncul, seketika bagian tubuh ikan yang terkoyak pun sembuh. Dia segera terbang turun ke bawah tebing, melepaskan ikan itu ke lautan.

“Ruby?!”

Perempuan itu mendongak, seseorang dari atas tebing dengan pakaian basah kuyup meneriakkan namanya. Dia terlihat pucat, tangannya mengepal. Ruby akhirnya segera menghampiri orang itu.

Aslan mengeratkan pelukan, begitu pun dengan Ruby. Keduanya sama-sama tahu bahwa hari ini adalah kali terakhir mereka bisa bersama. Tak akan ada lagi nyanyian, puisi, bahkan cerita yang menemani kebersamaan mereka. Semuanya telah berakhir.

“Aslan, aku akan pergi,” ucap Ruby sambil melepaskan pelukan. Dia memutar tubuhnya, menatap debur ombak yang menghantam batu-batu karang di bawah tebing. Dia agak takut, tapi bisa jadi ini kesempatan terakhirnya untuk bisa pulang.

Siulan angin membuat tengkuk bergidik. Aslan menutup mata, lalu membukanya perlahan. Ruby yang kini dikelilingi cahaya berwarna kebiruan bersiap untuk melompat ke dalam gulungan ombak. Namun, dengan sigap Aslan terjun terlebih dulu, lantas meraup ombak itu, memasukkannya ke dalam sebuah kotak acrylic kecil yang sejak awal sudah dia siapkan. 

Cahaya di sekeliling Ruby memudar. Rambut hitamnya perlahan berubah warna menjadi hijau kebiruan, tubuhnya pun semakin terasa ringan, hingga akhirnya dia melayang-layang di udara. Ruby hanya mengertakkan gigi sambil terisak, menatap Aslan yang sedang memanjat tebing tanpa bisa berbuat apa pun karena tubuhnya sudah sangat lemah. Meski begitu, Ruby tahu alasan Aslan berbuat demikian. Sungguh, dia pun tak mau jika berpisah dengannya, tetapi perbuatan Aslan bisa saja membuat orang-orang di sekitar mereka terluka nantinya.

Tubuh Ruby terisap pusaran air yang tiba-tiba muncul dari permukaan laut. Dan akhirnya dia pun lenyap tertelan pusaran air itu. 

Aslan menggenggam erat kotak berisi ombak sambil berusaha menggapai bebatuan tebing yang curam. Dia melirik ke bawah sekilas. Ruby telah lenyap, tetapi paling tidak bukan untuk selamanya. Sekarang dia hanya perlu menunggu hingga Ruby kembali datang mencarinya, entah kapan waktunya.

***

Suasana rumah yang sepi menjadi riuh karena suara debur ombak yang disimpan Aslan sejak beberapa bulan lalu mulai terdengar. Pun dengan siulan angin serta nyanyian lirih yang sering diperdengarkan Ruby pada Aslan. Semula, ombak itu hanya seperti air pada umumnya yang ditaruh dalam sebuah wadah, tetapi sejak beberapa hari terakhir airnya terus meluber hingga membuat lemari yang digunakan untuk menyimpannya menjadi basah kuyup. Begitu pun dengan suara-suara yang terdengar semakin jelas dari kotak. Aslan cemas, takut jika dia ketahuan menyimpan ombak itu.

“Rumah kita tuh jauh dari pantai, lho, masa suara ombaknya bisa kedengeran sampai sini.” Istri Aslan mulai keheranan. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mungkin saja dirinya salah dengar, bisa jadi suara-suara itu tidaklah nyata. “Kamu denger suaranya gak sih, Pa?” 

Aslan terdiam sesaat, lalu cepat-cepat menggeleng. “Enggak. Mungkin, kamu salah denger, Ma.”

Siulan angin terasa semakin kencang. Permukaan lantai juga mulai tergenang air laut yang meluap dari kotak penyimpanan. Istri Aslan panik, dia bergegas lari ke kamar, menyelamatkan anaknya yang masih terlelap.

Istri Aslan semakin heran ketika mendapati air mengalir dari dalam lemari yang jebol. Dia pun mendekat.

Tiba-tiba, Aslan berlari lantas mendorong istrinya hingga terjerembap ke lantai. Suara gemuruh air semakin jelas terdengar, hingga akhirnya ombak besar menerjang Aslan dan area sekitar. (*)

Jeevita Ginting. Menulis merupakan caranya untuk mengosongkan isi kepala.

Editor : Fitri Fatimah

Leave a Reply