Sex in Chatting, Mengungkap Kematian Seorang Pekerja Seks Komersial

Sex in Chatting, Mengungkap Kematian Seorang Pekerja Seks Komersial

Sex in Chatting, Mengungkap Kematian Seorang Pekerja Seks Komersial
Oleh : Rinanda Tesniana

Judul : Sex in Chatting

Penulis : Ruwi Meita

Saat membaca judulnya, saya berpikir ini semacam cerita kehidupan urban warga ibu kota beberapa tahun yang lalu. Saat teknologi belum semaju sekarang, dan media chatting seperti Yahoo! Messenger atau MIrC berjaya. Dalam benak saya, saya akan menemukan kisah yang mirip dengan Jakarta undercover.

Ternyata saya salah, buku yang berjudul Sex in Chatting ini bercerita tentang sebuah kasus kriminal. Agak kecewa awalnya, karena saya bukan penyuka jenis cerita seperti itu.

Akan tetapi, membaca halaman pertama, saya berdecak kagum, penulisnya begitu luwes memilih diksi sehingga menghasilkan kalimat yang manis.

Angin menderu-deru, menyibak pohon, mengiris semak, dan mematahkan ranting. Daun-daun terputus dari tangkainya, melayang-layang terempas di kaca jendela, menimbulkan bunyi ketukan-ketukan.

Itulah kalimat yang dipilih penulis untuk mengawali kisahnya. Setelahnya, saya disuguhi dengan cerita yang membuat banyak pertanyaan memenuhi kepala.

Cerita berawal dari kasus pembunuhan yang menimpa seorang pelacur dan tamunya. Mereka ditemukan dalam sebuah kamar hotel dengan kondisi mengenaskan. Anehnya, tubuh perempuan tersebut bersih, sedangkan di mulut lelaki yang ditemukan bersamanya terdapat cairan sperma yang sudah mengering.

Penyelidikan dimulai oleh polisi bernama Mahendra dan Handoko. Sasaran mereka adalah Kayla—adik pelacur tersebut. Bersama-sama mereka mencari pembunuh tersebut melalui Yahoo! Messenger milik korban, dengan mengirim pesan pada daftar kontak di sana satu per satu.

Banyak adegan di dalamnya yang membuat saya mengangguk-angguk sendiri, merasa miris dengan kehidupan bebas saat ini, dan iba dengan beberapa tokoh yang mengalami sakit psikis pada dirinya. Semua adegan dalam buku ini memiliki lanjaran yang kuat. Setiap tokoh memiliki alasan untuk memilih bersikap A, B, C, atau D. Bahkan seekor ayam yang mati tenggelam pun diceritakan dengan detail penyebabnya.

Saya yakin, penulis melakukan riset yang lama sebelum menuangkan semuanya ke dalam buku ini. Adegan paling berkesan untuk saya, saat kedua polisi tersebut mewawancara seorang dokter forensik mengenai kondisi mayat. Mereka sedikit kesal karena menunggu di kamar mayat bersama jenazah yang sudah menggembung. Ketika dokter tersebut kembali, dia bertanya pada kedua polisi itu, apakah mayat Mr. X itu baik pada mereka, dan tidak mengganggu, misalnya dengan membuka mata. Lelucon yang tidak lucu bagi Mahendra dan Handoko, tapi Dokter Resna tertawa.

Keluar dari kamar mayat, Mahendra dan Handoko bertemu perawat Dokter Resna, setelah berbasa-basi sebentar, perawat itu berkata.

“Hari ini cukup berat bagi dia. Bapaknya ditemukan meninggal, kemungkinan sudah tiga hari tapi baru ketahuan tadi pagi.”

“Oh, ya? Meninggalnya kenapa?” tanya Handoko.

“Sakit jantung.”

“Lalu kenapa dia masih bertugas?

“Dia tidak bertugas, dia sedang mengurusi jenazah bapaknya.”

“Lho, kok masih di rumah sakit?”

“Yang di dalam itu jenazah bapaknya Dokter Resna, sepertinya sudah selesai diotopsi.”

Part ini menurut saya dramatis. Seorang anak yang terpaksa melakukan otopsi jenazah orangtuanya. Pasti menyedihkan rasanya, tapi terpaksa dilakukan demi memastikan penyebab kematiannya.

Membaca paragraf demi paragraf Sex in Chatting, saya menemukan banyak petunjuk. Penulis tidak pelit memberikan clue untuk pembaca. Cerita seperti ditarik ulur, karena alurnya maju-mundur. Ada bagian yang menggambarkan kejadian-kejadian sebelum pembunuhan, lalu kembali ke adegan penyelidikan.

Penulis seperti sengaja menggiring opini agar pembaca menyimpulkan pembunuhnya si A, semua bukti mengarah pada kesimpulan itu. Cerita yang terlalu mudah untuk ditebak, bahkan oleh pembaca awam seperti saya. Namun, lagi-lagi ada kejutan. Menurut saya, penulis berhasil menyuguhkan twist ending yang berkesan. Yang pasti, saya menutup buku ini dengan rasa puas, dan belajar banyak dari sana. Bahwa setiap manusia pasti punya sisi hitam dari dirinya, bahkan untuk sosok yang tampak sempurna sekali pun.

 

Ranah Minang, 15102020

Rinanda Tesniana, ambivert yang hobi membaca.

Editor : Lily

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply