Teman Baru
Oleh : Nuke Soeprijono
Aku sedang duduk di sofa dan main PS ketika mendengar suara mobil Ibu berhenti di halaman samping. Setiap pagi Ibu sudah keluar rumah untuk mengurusi gerai pet shop yang dikelolanya yang berada di pusat kota. Ibuku itu ‘single parent’, jadi mau tak mau dia yang harus rajin mengurusi gerai itu, menggantikan posisi Ayah. Ibu biasanya baru kembali pulang saat bayangan pohon cemara di depan rumah condong ke arah timur, seperti sekarang ini.
Meski aku anak lelaki satu-satunya tetapi aku tidak tertarik untuk ikut Ibu ke pet shop. Dulu pernah, tetapi hanya beberapa kali saja. Kalau tidak salah hanya tiga atau empat kali. Kalian mau tahu alasannya? Pet shop milik Ibu itu sempit. Banyak kandang kucing yang dipajang. Belum lagi karung-karung yang berisi pakan kucing dan anjing yang ditumpuk di beberapa sudut. Itu menyulitkan aku untuk berjalan bebas. Jadi aku memutuskan main PS saja di rumah. Meski sendirian, lebih enak dan nyaman.
Ibu sering mengeluhkan tingkahku ini. Katanya aku harus banyak bergerak agar tetap sehat dalam kondisi apa pun. Akan tetapi, aku tidak mau memaksakan diri untuk banyak beraktivitas seperti anak-anak yang lain. Beberapa temanku juga kadang mengajakku bermain ke taman. Alih-alih mereka mengajak keluar, malahan aku yang berhasil menahan mereka untuk main PS di dalam rumah saja.
Ibu masuk ke dalam rumah sambil membawa kardus kecil berwarna cokelat. “Aim, udahan main PS-nya! Ini Ibu bawa sesuatu buat kamu.” Setelah meletakkan kardus itu di atas meja yang berada di hadapanku, Ibu langsung naik ke atas menuju kamarnya. Memang kebiasaan dia seperti itu. Pulang dari pet shop, langsung menuju kamarnya, mandi, lalu tidur.
Aku hanya melirik sekilas ke arah kardus itu. Karena mataku masih tertuju pada layar TV yang menempel di dinding, yang sedang memutar adegan perang-perangan. Mungkin lima menit sudah waktu berlalu, lama-lama penasaran juga, apa isi kardus yang sesekali tampak bergerak-gerak ini.
Krusek! Krusek!
Aku meraih kardus cokelat kecil itu. Ketika kubuka bagian atasnya, “Whoaa … Puppy!” Ternyata isinya anak anjing! Perasaanku kaget bercampur senang, sedikit was-was juga karena baru pertama kali ada hewan di dalam rumah. Kalian ingat ‘kan Ibuku itu pemilik pet shop? Jadi, jika sampai ada hewan seperti anjing atau kucing, Ibu akan menaruhnya di sana.
Anak anjing itu tampak imut sekali menjulurkan lidahnya sambil menatapku. Tadinya dia bergeming, sebelum aku mengeluarkannya dari dalam kardus dan mengangkat tubuh mungilnya. Masih menjulurkan lidah, anak anjing itu menggoyangkan ekornya ke kanan-kiri secara menggebu. Kata Ibu, anjing yang ekornya bergoyang cepat itu pertanda sedang gembira.
Aku masih mengangkat anak anjing itu. Kuperhatikan seksama bulunya yang keriting hitam dengan daun telinga yang hanya menyembul sedikit di atas kepalanya. Lucu dan menggemaskan! Tapi tunggu, ternyata kaki depannya yang sebelah kanan lebih pendek dan tidak mempunyai telapak. Ah, Ibu!
Aku lalu menghempaskan anak anjing itu ke lantai. Kulihat dia berguling sebentar lalu berdiri tegak lagi sambil berlari tertatih-tatih ke arahku. Sebal! Ibu pasti sedang mengolokku.
Mendadak rasa gemasku hilang. Perhatianku kini kembali pada stik PS yang tadi tergeletak di samping bokong. Aku tak memedulikan lagi si Puppy yang sok imut berlarian di depanku.
Setelah beberapa menit aku melanjutkan permainanku, entah dapat dari mana, tiba-tiba si Puppy sudah membawa bola karet berwarna merah. Digigitnya bola itu lalu kemudian dilemparkan tepat di depan kaki kiriku. Aku refleks menendang bola itu. Si Puppy tampak gembira. Sambil berlari terpincang-pincang dan sesekali terjatuh, dia mengulang-ulang melempar bola merah itu ke arahku. Sepertinya dia mengajakku bermain.
Huh, merepotkan!
Aku lalu memutar bola mata. Dengan malas akhirnya aku mengambil kruk yang dari tadi berada di sebelahku. Lalu, berdiri dan berjalan tertatih menuju pintu belakang. Ahirnya, si Puppy yang kehilangan satu kaki sama sepertiku ini senang sekali kuajak bermain bola di halaman belakang. [*]
Tamat
Tgr_Okt 2020
Bionarasi Penulis.
Nuke Soeprijono, si alter ego yang ‘sedih’ saat turun hujan.
Editor : Freky Mudjiono
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata