Pak Bin dan tiga Hatinya (Bagian 3)

Pak Bin dan tiga Hatinya (Bagian 3)

Pak Bin dan Tiga Hatinya (Bagian 3)
Oleh: Cici Ramadhani

“Liona, tunggu. Kamu belum menjawab pertanyaan ayah!” teriak Pak Bin sambil berdiri di sisi ranjang. Namun putrinya sama sekali tak mengindahkan ucapannya. Dengan kesal, Pak Bin menghempaskan pantatnya. Dan seketika jeritannya menggema seisi kamar. “Aduuuuh!” Luka bisulnya kembali mengeluarkan cairan bercampur darah. Denyutnya kian terasa, membuat Pak Bin menitikkan air mata. Mengapa aku selalu melupakan bisulku! umpatnya dalam hati.

Liona yang mendengar jeritan ayahnya langsung lari mendekat. “Kenapa Ayah susah sekali menurut, sih?” tanyanya dengan khawatir. “Ayah jangan banyak bergerak biar lukanya cepat kering. Ayo lah, Yah. Kali ini menurut apa yang Liona bilang.” Dengan sigap Liona kembali membersihkan luka bisul Pak Bin dengan air hangat dan memberinya salep.

“Baiklah,” ucap Pak Bin dengan pasrah. “Tapi mana mungkin gadis cantik ayah belum punya pacar, kan?” tanya Pak Bin dengan raut wajah menyelidik. Alis dan kumisnya naik turun seirama, memandang wajah putri keduanya.

Liona yang melihat tingkah konyol ayahnya hanya menggeleng-gelengkan kepala. “Oya, Yah. Tadi April bilang malam ini dia izin pulang telat. Kalau Ayah butuh sesuatu panggil Liona, ya. Liona mau nerusin kerjaan di kamar.”

Pak Bin ingin bertanya di mana keberadaan putri bungsunya, tapi Liona sudah menghilang di balik pintu kamar yang sudah tertutup rapat.

Dengan gelisah Pak Bin menatap jam yang berada di dinding kamarnya. Tiap putaran detiknya begitu terasa nyaring di telinganya. Oh, mengapa kini kurasakan sepi sekali di rumah ini. Teringat saat ketika anak perempuannya masih kecil-kecil. Seakan rumah ini tidak cukup besar untuk mereka yang bermain kejar-kejaran di dalam rumah. Dan dengan repotnya Ny. Bin mengurus ketiga putrinya seorang diri. Tak pernah dia mengeluh sedikit pun. Bahkan saat Pak Bin menawarkan seorang baby sitter untuk membantu, istrinya menolak.

“Masa seperti ini akan kita rindukan kelak. Mungkin pun aku tak bisa mendampingi mereka hingga dewasa, jadi aku akan memanfaatkan waktu berharga saat ini.”

Kata-kata Ny. Bin seolah bagai pertanda bahwa usianya tak panjang, bahwa setiap hari kebersamaan dengan ketiga putrinya sangat berharga. Namun, bagaimana denganku? Aku bahkan tak pernah tahu apa kegiatan yang sedang dilakukan oleh putri-putriku. Selama ini aku hanya sibuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Andai kamu masih ada mungkin semua lebih baik, gumam Pak Bin sedih sambil memandang pigura foto keluarganya yang terletak di meja kecil samping ranjang.

Jam dinding berdetak nyaring sepuluh kali. Pak Bin memutar otak, bagaimana bisa menemukan keberadaan putri bungsunya itu. Banyak studio musik di kota ini, mustahil dia mengeceknya satu per satu. Bagai ada lampu berpijar di atas kepala, sambil membetulkan jari, Pak Bin meraih ponsel yang tergelak di atas nakas. Dia mulai berselancar pada WA story kontaknya dan menemukan nama putri bungsunya di sana. Benar saja, April mengunggah seluruh kegiatannya hari ini, mulai dari kampus, studio musik dan berakhir pada sebuah video dengan tag lokasi.

Pak Bin merasa lukanya tidak lagi berdenyut, hanya sedikit perih. Pak Bin memakai perlahan celana panjang yang diambilnya dari dalam lemari pakaian.

Dengan perlahan Pak Bin jalan mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh Liona. Pak Bin segera mengendarai mobilnya menuju tempat April berada.

Dentuman musik sudah terdengar saat Pak Bin sampai di parkiran. Pak Bin dengan tergesa berjalan, kemudian berbaur di antara penonton yang melompat-lompat, mengikuti lirik lagu.

“Beraksi!” Teriak para penonton di sekitar Pak Bin.

Tanpa sadar Pak Bin hanyut dalam irama musik yang dipopulerkan Band Kotak itu. Dia ikut melompat layaknya anak muda yang masih berusia dua puluhan. Kewarasan Pak Bin muncul saat tak sengaja bokongnya tersenggol seseorang dari belakang. Oh, tidak! Pak Bin meringis dalam hati merasakan luka bisulnya kembali perih. Pak Bin segera menepi, mencari tempat yang tidak terlalu ramai. Matanya memperhatikan ke atas panggung. April dengan semangat menabuhkan stik drumnya. Dari sekian banyak alat musik mengapa April memilih sebagai drummer? gumamnya tak percaya. Apakah itu pelampiasan emosi atau karena April memang sedikit tomboi. Dan sejak kapan April mulai menguasai alat musik yang biasa dimainkan anak laki-laki itu? Kepala Pak Bin dipenuhi berbagai pertanyaan akan putri bungsunya itu.

Frengky sengaja menjegal kaki April saat berpapasan. April tersungkur ke tanah. Kedua telapak tangannya sedikit terluka terkena batu-batu kecil.

“Makanya, kalau jalan pake mata,” ucap Frengky dengan tawa mengejek.

Dengan menahan emosi, April bangkit dan membersihkan tangan serta celananya yang kotor. April tahu, Frengky hanya memprovokasinya. Dulu, Frengky adalah drummer di grup band April, namun April mendepaknya karena Frengky menggunakan narkoba. Dan itu sangat melanggar prinsip yang April buat sebelum mendirikan grup bandnya. Sejak itu Frengky sakit hati dan menganggap April adalah rivalnya.

“Jadi cewek, bagus diem aja di rumah, gak usah gaya-gayaan ngeband. Jalan aja pake jatuh, sok mau jadi Leader.” Tawa Frengky dan teman-temannya semakin menjadi.

“Resek banget sih lo jadi orang,” ucap Rengga, gitaris April. Dia marah sambil mendorong tubuh Frengky.

Frengky yang tak terima, melayangkan tinju ke wajah Rengga. April tak tinggal diam, melihat salah satu personilnya dipukul oleh Frengky, dia pun membalasnya.

Di saat bersamaan Pak Bin berjalan tergesa, menerobos para penonton saat menyadari panggung berganti personel band. Saat hampir mendekati belakang panggung, kakinya terhenti. Pak Bin menajamkan penglihatan.

April? Apakah itu April putri bungsuku yang manja?batin Pak Bin. Pak Bin mempercepat langkahnya, menerobos kerumunan orang. Pak Bin hampir tak percaya apa yang dilihatnya. Putri bungsunya berkelahi dengan seorang pemuda. Bagai tontonan serial laga, April beberapa kali menghindari serangan dan membalas dengan pukulan telak.(*)

Part sebeleumnya: Pak Bin dan Tiga Hatinya (Bagian 2)

Cici Ramadhani, menyukai literasisejak SMP. Namun,sempat terhenti hingga beberapa waktu. Kini, setelah menjadi IRT dan bergabung dalam grup literasi, mencoba kembali mengasah hobi lama dan mulai menyampaikan pesan melalui kata. Suatu saat berharap bisa bercerita tentang alam karena sangat menyukai warna birunya laut, suara air terjun, dan dinginnya pegunungan. Semoga dalam tiap cerita dapat tersampaikan hikmah dan bermanfaat bagi pembaca.

Grub FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply