Buku-Buku Sastra dan Kelas Menulis
Ketika media sosial terbentuk, manusia secara individual segera mulai memetakan dirinya, saya adalah siapa, ingin berteman dengan siapa, atau siapa saja yang kira-kira cocok menjadi teman saya, dan bagaimana jika saya ingin bertemu manusia lainnya yang memiliki pemikiran yang sama.
–
Pada akhirnya saya berhasil menemukan banyak orang yang memiliki ketertarikan yang sama dan di sanalah saya berinteraksi. Salah satunya saat saya ingin belajar menulis, mulai ingin menambah wawasan dan bertukar pikiran, juga ingin saling bertukar kritik dan saran dan sesekali juga ingin mencoba berkompetisi dengan orang lain, sebagai tolak ukur kemampuan diri.
–
Lalu ketika saya tidak sengaja memasuki sebuah kelas menulis dan mulai serius, saya menemukan fakta, bahwa membaca banyak buku adalah sebuah keharusan. Gunanya untuk mengetahui apa-apa saja yang belum saya ketahui, kemudian berusaha menemukan filosofi menulis untuk memudahkan pekerjaan menulis saya kelak, dan mendapatkan pengalaman membaca dari dongeng-dongeng milik orang lain. Selain itu saya mencari tahu apa yang dipikirkan otak si penulis atau perspektif mereka.
–
Banyak yang dapat saya temukan dari kebiasaan baru ini, selain saya mendapatkan banyak solusi dari apa yang selama ini belum saya ketahui, saya bisa melihat dan membandingkan teknik dan gaya yang dimiliki beragam penulis. Saya juga mendapatkan banyak sampel-sampel menarik dan dibutuhkan, yang bisa digunakan suatu hari nanti. Beberapa teman-teman yang lain, yang betul-betul serius belajar menulis, juga menerapkan strategi yang sama.
–
Ternyata kelas menulis sangat bermanfaat membentuk karakter dan mindset penulis pemula menjadi seorang pembelajar yang haus akan ilmu baru, lebih gigih, lebih banyak ingin tahu, dan lebih terbuka menerima akan masukan-masukan positif.
–
Fakta menariknya, di satu hari akhirnya saya mengetahui, bahwa di dalam kelas menulis yang saya ikuti, kepemilikan buku-buku sastra di dalam kelas, meningkat secara signifikan. Hampir menyebar dan merata. Sebagai contoh, beberapa teman memiliki beberapa eksemplar karya Haruki Murakami, Okky Madasari, Barry Budiman, Ernest Hemingway, Djenar Maesa, Avianti Armand, Seno Gumira Adji, Eka Kurniawan, Yasunari Kawabata, Anton Chekov, George Orwell, Franz Kafka, Ahmad Tohari, dan masih banyak yang lainnya, termasuk buku-buku milik penulis pop atau teman-teman lain yang kebetulan yang telah mengeluarkan karyanya masing-masing.
–
Buku-buku tersebut beredar dari mulut ke mulut, dari resensi teman yang satu ke teman-teman yang lainnya. Menyebar seperti virus, tetapi virus yang membawa muatan positif dan kebaikan-kebaikan. Dengan banyak membaca tentu saja akan membuat banyak perubahan pada penulis pemula lewat pembacaan alamiah. Pengetahuan baru segera bertambah. Tentu saja ini akan memperbaiki cara menulis sebelumnya: Yang belum baik akan berubah dan menjadi lebih baik. Yang sudah bagus tentu akan menjadi lebih bagus.
–
Dari sebuah kelas kecil, di tengah pandemi ini yang membuat ekonomi merosot, transaksi keuangan penjualan buku-buku tetap bergerak, meskipun kecil namun menggeliat dan ikut andil juga menggerakkan perekonomian. Dan transfer ilmu pun menjadi lebih cepat. Sekarang tidak ada salahnya, para penulis-penulis besar yang telah memiliki brand bagus mau bergerilya, untuk mempromosikan buku-bukunya lewat satu kelas menulis ke kelas menulis lainnya. Atau boleh juga membuka kelas menulisnya sendiri!
–
“Seorang murid tentu saja terpengaruh gurunya.”
–
Kini berjualan buku tidak lagi melalui media-media konvensional seperti toko buku phisik dan daring. Sebuah metode baru penjualan karya telah muncul. Dan siapkah mereka, kita, juga saya, memanfaatkan momentum ini?
–
Ah, saya jadi ingat seorang teman, Devin, ia kini ikut terlarut dalam gelombang Kafkaesque. Dan tentu saja ini lewat kelas menulis …. (M)
Karnajaya Tarigan, seorang penulis pemula.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata