Penjual Kata
Oleh : Vianda Alshafaq
Penjual Kata membuang sisa kata-kata yang tidak terjual hari ini. Ia membuangnya ke tong sampah yang ia taruh di sisi kiri toko. Satu per satu kata-kata dengan rasa yang beragam itu jatuh ke tong sampah, bergabung dengan kata-kata sisa kemarin yang sudah busuk dan basi.
Penjual Kata mengembuskan napas lelah. Hari ini pengunjung toko lebih ramai dari kemarin, meski tidak sampai membuat kata-kata yang ia siapkan untuk hari ini habis. Setiap hari, Penjual Kata menyiapkan 150 kata manis, pedas, dan pahit. Dan, paling hanya setengah dari itu yang terjual. Kalau pun ada yang berlebih, paling hanya untuk kata manis. Yang lebih sering tersisa banyak itu adalah kata pahit. Entah kenapa tidak banyak pengunjung yang menginginkan kata itu meski kehidupan ini sangat sulit. Mungkin karena rasanya yang pahit atau karena akibat setelah memakan kata itu. Entahlah.
Pernah suatu kali Penjual Kata membuat kata dengan jumlah yang lebih sedikit. Tetapi, ia merasa ada yang kurang. Apalagi ketika ia melihat tinta dan kertas yang tersisa di atas meja. Tergeletak dan tak berguna. Sebab, kertas yang diberikan setiap pukul empat dini hari oleh Peri Kata, tidak bisa digunakan lagi esok harinya. Kertas itu akan menguning dan berbau busuk. Persis seperti kata-kata yang tak habis terjual dan langsung ia buang ke tong sampah.
Setiap kali Penjual Kata menulis kata di kertas yang diberikan Peri Kata itu, maka kata itu akan langsung mengawang ke udara. Kemudian masuk ke botol sesuai dengan jenisnya. Begitu terus, sampai Penjual Kata selesai membuat kata dan siap membuka toko di pagi hari.
***
Hari ini, Toko Kata itu dibuka lebih lambat dari biasanya. Bahkan, beberapa pengunjung sudah menunggu di depan pintu. Mereka mengantre dalam kesunyian. Mereka tidak saling bercengkerama satu sama lain. Raut wajah mereka juga beragam. Gadis bergaun selutut dan berwarna hitam yang berdiri tepat di depan pintu, misalnya. Gadis itu menangis. Matanya yang bengkak menunduk ke bawah. Sementara tangannya dikepal kuat-kuat. Atau, pemuda yang berdiri di dekat bangku tunggu yang disediakan di halaman toko. Ia tersenyum, wajahnya terlihat sangat cerah. Laki-laki itu terlihat sangat bahagia. Dan, masih banyak pengunjung lainnya dengan ekspresi yang tak jauh berbeda dari pemuda itu.
Penjual Kata mengamati mereka dari dalam. Kebetulan pintu toko ini terbuat dari kaca, sehingga Penjual Kata bisa menlihat mereka. Penjual Kata mengetuk-ngetukkan penanya ke dagu. Ia memprediksi kata jenis apa yang mungkin saja dibutuhkan oleh orang-orang itu. Kata pahit, jelas saja dibutuhkan oleh gadis itu. Kata manis, tentu akan dibeli oleh pemuda yang sedang tersenyum itu. Tapi, kata pedas, siapa yang akan membelinya hari ini? Tidak ada pelanggannya yang memperlihatkan kalau dia membutuhkan kata pedas.
“Ah, apa aku harus membuat kata pedas untuk hari ini? Sepertinya tidak ada yang akan membutuhkannya.” Penjual Kata berbicara pada dirinya sendiri. Tak lama setelah itu, ia berjalan mendekat ke arah pintu.
Toko Kata akan segera dibuka.
Setelah Penjual Kata membuka toko, gadis dengan gaun selutut itu langsung duduk di meja tempat memesan kata. Di depan gadis itu, Penjual Kata juga sudah duduk.
“Apa yang kau butuhkan?” tanya Penjual Kata.
“Aku butuh kata-kata paling pahit di dunia.” Gadis itu masih menangis. Hidungnya yang pesek sudah mengalirkan ingus sejak tadi.
“Kata pahit itu benar-benar pahit. Apa kau akan sanggup?”
Pertanyaan Penjual Kata itu membuat gadis itu diam sejenak. Ia kembali berpikir, apa ia harus membeli kata pahit itu sementara ia sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi setelah memakannya?
Lama menunggu, tapi Penjual Kata masih tidak mendengar jawaban gadis itu. Penjual Kata membiarkan dia berpikir selama yang ia mau. Sebab itu, Penjual Kata memanggil pemuda tadi dan melayaninya lebih dulu.
“Kata apa yang kau butuhkan?” tanya Penjual Kata.
“Aku butuh kata manis. Aku ingin membuat pacar baruku bahagia.”
Penjual Kata ikut tersenyum mendengar ucapan pemuda itu. Ia ikut merasa bahagia atas kebahagiaan pelanggannya. Dengan segera, Penjual Kata membungkuskan kata manis untuk pemuda itu.
***
Siang ini hujan turun dengan lebat. Gadis yang membeli kata pahit tadi sedang berdiri di tepi jalan. Bajunya sudah basah kuyup, sementara dari matanya masih mengalir air mata yang tak bisa dibedakan dari air hujan yang turun. Di tangan gadis itu, terdapat kantong plastik berisi kata pahit. Tadi ia membeli tujuh puluh kata pahit. Entah apa yang akan dia lakukan dengan kata pahit sebanyak itu.
Tiba-tiba, seorang anak kecil dengan pakaian lusuh dan juga sudah basah kuyup mendekat. Ia mengulurkan tangannya ke arah gadis itu. Meminta sesuatu untuk dimakan sebab perutnya terasa sangat lapar dan sudah berbunyi sejak tadi.
“Berikan aku yang kau pegang itu. Aku sangat lapar,” ucapnya.
Gadis itu menggeleng, kemudian berjalan meninggalkan anak itu. Tetapi, di luar dugaannya, anak itu mengikuti ke mana pun ia pergi.
“Kenapa kau mengikutiku?”
“Aku lapar. Dan, aku ingin makan kata-kata yang kau pegang.”
“Tidak, ini bukan untukmu. Kau tidak bisa memakannya.”
“Berikan aku satu. Aku hanya butuh satu. Aku sangat lapar. Aku tidak ingin kelaparan lebih lama.”
Anak itu berucap lirih, sementara badannya sudah menggigil dan bergetar. Entah karena ia kedinginan atau karena ia kelaparan. Tidak ada yang tahu apa bedanya saat itu. Karena tak kunjung diberi oleh gadis itu, anak kecil yang sangat kelaparan itu merebut kantung plastik dari tangan gadis berbaju hitam. Kemudian ia membawanya lari dan memakannya perlahan-lahan. Dengan setengah mati, ia menelan satu kata pahit yang baru saja ia rebut dari gadis itu.
***
Penjual Kata sedang menonton televisi di toko. Sudah tidak ada pengunjung yang harus dilayani. Sudah dua jam sejak pengunjung terakhir pergi, dan ia hanya menonton televisi selama itu. Dari TV, ia mendengar berita bahwa seseorang ditemukan tewas di pinggir jalan. Di sekitarnya berserakan kata-kata pahit dengan jumlah puluhan kata. [*]
September, 2020
Vianda Alshafaq, seseorang yang bukan siapa-siapa.
Editor : Uzwah Anna
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata