Semesta Lily (Bagian 2)

Semesta Lily (Bagian 2)

Semesta Lily (Bagian 2)

Oleh : Musyrifatun

 

Lily mengempaskan tubuhnya pada kursi pesawat. Serentetan kejadian hari ini membuat gadis itu lelah.

“Akhirnya bisa duduk dengan tenang.” Lily memejamkan mata sambil mengatur napas.

“Lo kenapa jadi orang bisa ceroboh gitu sih, Ly?” tanya Rose.

Yang ditanyai mengangkat bahu. “B-O kali,” jawabnya asal.

“Hah?”

“Bawaan Orok.”

Rose tergelak mendengar jawaban sahabatnya itu.

“Udah, ah. Lo jangan berisik, ya. Gue mau tidur,” ucap Lily.

Dua orang pramugari di depan kabin tampak memberikan instruksi kepada penumpang, mengingatkan untuk memasang sabuk pengaman dengan benar, juga mematikan handphone selama berada di dalam pesawat.

“Ly, handphone lo matiin dulu.” Rose menyikut lengan Lily yang hampir tertidur.

“Paan sih?” gerutu Lily.

Handphone lo, ma-ti-in.”

“Oh, iya. Untung lo ingetin. Kalau gak kan bisa bahaya.”

“Dasar gadis oleng!” omel Rose.

Pesawat mengudara sekitar dua jam sebelum akhirnya mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Padang.

Setelah mengambil barang di bagasi, Lily terburu-buru lari mengejar Rose yang sudah berjalan beberapa meter di depannya. Sebelah tangan gadis itu kepayahan menyeret koper besar, tangan satunya lagi repot membawa tas kecil yang penuh terisi makan ringan.

“Ya ampun, Rose. Lo jalan cepet banget, sih. Heran deh gue, lo mantan pelari, ya?”

“Dasar lo-nya aja yang rempong bin lelet. Itu ngapain juga bawa makanan ringan sebanyak itu? Kayak kita mau pergi ke hutan yang gak ada penjual makanan aja,” gerutu Rose.

“Ya abis, tadi sebelum ke sini kan gue mampir dulu di minimarket, terus sampe di dalam gue bingung mau beli apa, ya jadilah beli-beli snack aja, daripada malu dilihatin sama mas-mas di sana.” Lily tertawa renyah tak peduli pada Rose yang menatapnya aneh.

“Trus, koper lo yang segede kabin pesawat itu isinya apaan? Kita di sini cuma tiga hari, Ly. Bukan tiga taon.”

“Ah, lo kayak gak tahu kebutuhan kita para cewek.” Lily menjawab sambil merogoh permen dari dalam tasnya, lalu mengulurkan satu bungkus pada Rose. “Eh, lo udah pesan Ojol buat jemput kita, ‘kan?”

“Hmm ….”

Sebuah mobil berhenti di depan mereka. Seorang lelaki paruh baya yang mengenakan seragam sopir turun dan menghampiri Lily dan Rose.

“Lily sama Rose, ya?” tanya lelaki itu.

“Iya, Pak.” Rose menjawab cepat.

“Yang mana saja barang-barang kalian? Biar saya naikin ke dalam mobil.”

“Eh … Rose, lo jangan sembarangan deh. Dia siapa coba? Jangan-jangan orang jahat yang mau nyulik kita. Kok dia bisa tahu nama kita, sih?” Lily berbisik ke telinga Rose, matanya melirik ke arah sopir yang sibuk mengangkut kopernya.

“Aduh, gadis oleng. Udah deh, ngikut aja. Ntar kalau ternyata dia penculik, kita culik balik aja! Oke?”

“Ros ….”

Rose tak memedulikan panggilan Lily, gadis itu masuk ke dalam mobil dan duduk manis di kursi penumpang sebelah sopir.

“Mau ikut atau mau gue tinggal di sini?” tanya Rose.

Lily bersungut-sungut, tapi akhirnya ikut naik ke dalam mobil juga.

Selama dalam perjalanan yang ditempuh sekitar sepuluh menit itu, Rose tampak asyik berbincang dengan supir yang duduk di sebelahnya, sementara Lily sibuk mengaduk-aduk isi tasnya.

“Mati gue, Ros!”

“Kenapa?” Lily menoleh ke arah bangku penumpang di belakangnya, tempat di mana Lily terduduk dengan wajah pucat pasi.

“Gue lupa gak bawa ATM, duit di dompet gue juga udah abis buat beli snack tadi.”

Rose tak kuasa menahan tawanya. “Bener-bener, lo, ya. Pak, teman saya ini nanti bawa aja, ya. Dia gak punya duit buat bayar mobil.”

“Ros! Tega lo, ya!”

Melihat wajah Lily yang bersungut-sungut, Rose semakin bersemangat untuk meledeknya. Lily lupa, bahwa semua kebutuhan transportasi dan juga hotel tempatnya menginap sudah menjadi tanggung jawab panitia penyelenggara pelatihan.

Sesampainya di kamar hotel, Lily tak tahan untuk tidak langsung merebahkan tubuhnya pada kasur yang empuk dan tampak sangat nyaman.

“Mandi dulu, woy! Biar keolengan lo berkurang dikit,” ucap Rose.

Lily tak menyahut, gadis itu sudah terlalu lelah menanggapi celotehan sahabatnya.

Lily tak ingat berapa lama ia tertidur. Gadis itu mengerjapkan mata, melihat Rose duduk dengan santai di depan jendela kamar hotel yang gordennya ia buka. Kota Padang pada malam hari terlihat begitu indah dilihat dari kamar lantai sepuluh tempat mereka menginap.

Rose meraih laptop dari atas nakas, gadis manis itu tak tahan untuk tidak menuliskan kisahnya hari ini bersama Lily, sahabatnya yang ceroboh tapi selalu ceria.

“Jam berapa, Ros?” tanya Lily, masih dengan posisi meringkuk memeluk bantal.

“Udah subuh.” Rose menjawab asal.

“Astaga! Kenapa lo gak bangunin gue? Tega lo, ya, sahabat lo ini kelaparan dari kemarin siang belum makan.” Lily seketika bangun dari tempat tidur.

“Salah sendiri tidur kayak orang pingsan.”

“Heh, sialan. Ini masih jam delapan, Ros!” Lily melemparkan handphone-nya ke atas kasur saat menyadari sudah dibohongi Rose.

Rose tertawa melihatnya. “Udah, ah. Lo mandi dulu sana, gue mau nulis. Abis ini kita jalan-jalan cari makanan.”

“Asiik! Lo traktik gue, ya.” Lily langsung berlari ke arah bathroom.

Rose kembali memainkan jemarinya di atas keyboard. Gadis itu memang memiliki hobi menulis. Baginya, menulis adalah obat bagi segala kepenatan yang ia rasakan.

“Ros, Tolong ambilin baju gue, dong.” Lily mengintip dari dalam bathroom yang pintunya ia buka sedikit.

“Malas, ah. Ganggu aja, lo! Pakai baju di sini aja kenapa, sih? Sama-sama cewek ini.” Rose tak mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

“Ogaaah … ntar lo ngintip!”

“Ih, jijay. Gue masih normal, ya.”

“Udah cepetan ambilin. Atau gue keluar gak pake handuk, nih.”

“Hii ….” Rose akhirnya beranjak membuka koper Lily.

“Daleman lo, di mana sih? Kok gak ada?”

“Hah? Masa sih? Apa jangan-jangan gue lupa juga gak masukin ke koper?”

“Lilyyy!” (*)

Bersambung ….

 

Bagian 1 (Sebelumnya)

Bagian 2 (Selanjutnya)

 

 

Musyrifatun, seorang perempuan penyuka hujan, bunga, benang, dan pena.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply