Mayat dalam Sumur (Episode 4)

Mayat dalam Sumur (Episode 4)

Mayat dalam Sumur (Episode 4)
Oleh : Zalfa Jaudah Jahro

“Persediaan air sudah habis, Mas. Bisa tolong ambilkan di dalam sumur? Aku—”

“Takut?” tanya Mas Arthur cepat.

“Enggak, Mas. Tapi ….”

“Di rumah ini enggak ada apa-apa, Sayang. Kita enggak perlu lagi nyediain air, ambil aja dalam sumur.” Mas Arthur tersenyum meyakinkan istrinya.

“Aku mau mandi, Mas.”

“Enggak apa, jangan khawatir.”

Yilya menghela napas berat. Dengan terpaksa, ia melangkahkan kaki menuju sumur. Yilya menimba air sembari menyapu sekitar dengan pandangannya, khawatir ada sosok yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Yilya memberanikan diri untuk mandi pada sumur tersebut dengan mengenakan samping—kain seperti sarung—untuk menutupi tubuhnya. Dengan perlahan, Yilya mengguyur tubuh dengan air yang didapatkan dari dalam sumur. Meski hati kecil Yilya merasa takut akan kejadian buruk yang dapat saja menimpanya, Yilya tetap berusaha tenang dan segera menyelesaikan kegiatannya.

“Jangan lupakan … kemenyan itu ….” Yilya menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengusap wajah.

Suara tersebut terdengar sangat pelan, tetapi, Yilya tetap dapat mendengarnya. Yilya yakin jika suara tersebut berasal dari makhluk-makhluk tak kasatmata yang selalu mengusik hidupnya. Keinginan Yilya untuk mengungkap misteri ini semakin kuat. Ia segera menyelesaikan kegiatannya.

Hari ini, Mas Arthur telah izin kepada Yilya untuk lembur kerja semalaman. Dengan cepat, tentu saja Yilya mengizinkannya karena tepat di malam inilah, Yilya akan memulai penyelidikannya mengenai mayat-mayat yang terus mengganggu hidupnya. Yilya sudah tak sabar menunggu malam datang, di mana pada saat dirinya mulai mendapatkan titik cerah dari setiap hal ganjil yang tidak dapat dengan mudah diketahuinya.

“Kyna jagain adiknya, ya. Dama masih kecil, kalau Kyna mau main, jangan lupa ajak Dama.”

“Siap, Ayah. Kyna pasti jagain Dama.” Senyum Kyna terlihat sangat manis.

“Dama juga jangan nakal, ya. Enggak boleh gigit mainan,” kata Mas Arthur seraya mencubit pelan Dama—putra kecilnya.

“Iya, Ayah. Dama enggak nakal,” ujar Dama ikut tersenyum.

“Ya udah, Ayah pergi dulu, ya.” Mas Arthur mengalihkan pandangan kepada Yilya. “Kalau ada apa-apa, hubungi Mas, Sayang.”

“Iya, Mas,” jawab Yilya tersenyum tipis. Nyatanya, Yilya tidak akan menghubungi suaminya jika kejadian aneh itu akan terjadi nanti.

Mas Arthur melangkah pergi setelah berpamitan dengan anak dan istrinya. Yilya tersenyum senang. Ia segera beranjak mengambil kemenyan yang sudah dibelinya bersama Bu Nirma beberapa hari yang lalu.

***

“Jangan lupa siapkan kain kafan yang sudah disiram dengan air sumur. Kamu pasti ngeliat sesuatu yang enggak masuk akal. Tapi, harus tetap percaya. Bakar kemenyan di tengah kain kafan yang udah diletakkan di dekat sumur.” Yilya berusaha mengingat perkataan Bu Nirma.

Jemari Yilya cekatan menyiram kain kafan dengan air sumur, ia mulai meratakan ke semua bagian. Dalam hati, Yilya berharap jika malam ini menjadi awal dirinya mengetahui kejadian apa yang sebenarnya ada di dalam rumah ini, terutama, sumur tua yang tak henti-hentinya membuat hidup Yilya tidak tenang dalam hitungan hari.

Kyna dan Dama sudah terlelap beberapa menit yang lalu. Hal tersebut membuat Yilya merasa sedikit tenang. Yilya tidak menginginkan kedua buah hatinya melihat kejadian mengerikan di dalam rumah ini. Terutama Kyna, gadis kecil itu tidak boleh mengalami kejadian buruk lagi. Cukup baginya melihat sosok mayat yang mengerikan. Yilya tidak akan membiarkan Kyna melihatnya lagi.

“Nyi Lie ni Lie ni Lie Nyi.” Suara Yilya terdengar sangat tenang.

Kedua bola mata Yilya tertutup rapat. Kali ini, Yilya duduk di hadapan kemenyan yang mulai mengeluarkan aroma aneh. Yilya mengucapkan kalimat pemanggil Nyai Lie yang sudah diperintahkan oleh Ki Barjo sebelumnya.

Tidak berselang lama, suasana mulai mencekam. Yilya merasa ada seseorang yang memegang bahunya dari belakang. Yilya yakin, jika itu adalah Nyai Lie. Namun, Yilya belum bisa membuka kedua bola mata selama beberapa menit agar nyawanya tidak melayang.

Sebenarnya, hati kecil Yilya pun merasa takut ketika membayangkan kejadian buruk yang bisa saja membuatnya mati konyol, tetapi, Yilya memiliki tekad yang kuat. Ia berusaha memberanikan diri untuk menghadapi semuanya. Perkataan Ki Barjo dan Bu Nirma telah mampu mendorongnya untuk memecahkan misteri ini. Terutama, Yilya tidak ingin ada sesuatu yang terjadi pada kedua buah hatinya.

“Buka matamu,” ujar Nyai Lie dengan sangat lembut. Seketika, Yilya menuruti perkataan Nyai Lie dan membuka kedua bola matanya dengan perlahan.

Betapa terkejut Yilya ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri, ada puluhan mayat berlumuran darah di sekitar sumur. Hampir dari seluruhnya tidak memiliki bagian tubuh yang utuh. Napas Yilya mulai tak beraturan. Kedua bola matanya mulai memanas, siap menumpahkan air mata kesedihan. Melihat mayat-mayat itu terkapar tak berdaya, Yilya merasa sesak. Manusia berakal mana yang tidak terluka ketika melihat puluhan mayat yang sudah tak bernyawa?

Yilya menangis sejadi-jadinya. Ia masih merasakan pegangan tangan dari Nyai Lie. Mungkin, itu sebabnya Yilya dapat melihat puluhan mayat tersebut. Dalam hati, Yilya terus bertanya. Apa penyebab mayat-mayat ini terbunuh?

“Lihatlah ke dalam sumur, Yilya. Jangan takut.” Perkataan Nyai Lie membuat Yilya mulai beranjak dari tempat duduknya untuk melihat ke dalam sumur.

“Ya Allah!” Tubuh Yilya gemetar hebat.
Sumur yang biasanya mengeluarkan air segar untuk mandi dan buang air, kini tampak menjijikkan. Banyak potongan organ manusia yang terpotong dan tampak busuk di dalam sana. Yilya benar-benar sudah tidak dapat menahan lagi. Air matanya mengalir deras. Apa maksud dari semua ini?

Yilya mulai menebak jika puluhan mayat ini merupakan korban mutilasi dari orang yang tidak bertanggung jawab karena seluruh mayat terlihat sangat mengerikan. Tubuh mereka tidaklah utuh, bahkan, banyak di antaranya yang tidak memiliki bentuk. Rasa takut Yilya seketika berubah menjadi rasa iba ketika melihat seluruh kejadian malam ini. Yilya sama sekali tidak takut melihat mereka, justru dorongan yang ada pada dirinya mulai kembali menguasai. Yilya harus segera mengungkap semuanya.

“Kamu harus menyadarkannya, Yilya,” ujar sosok kuntilanak merah. Tubuhnya sangat hancur, tetapi, entah mengapa Yilya masih dapat mendengar dan melihatnya berbicara.

“Tolong katakan, siapa yang harus kusadarkan? Aku akan membantu kalian semua untuk—”

“Kami sudah mati! Lelaki itu pun harus mati dengan keadaan yang lebih mengenaskan.”

Lelaki itu? Siapa? Teka-teki ini terlalu sulit untuk ditebak dalam satu waktu. Yilya masih tampak tak percaya dengan hal yang dilihatnya pada malam hari ini. Tentu saja, bukan hal mudah untuk memercayai adanya puluhan mayat dalam sumur. Bahkan, Yilya sendiri pun masih tak menyangka.

“Tolong jelaskan … aku sama sekali tidak mengetahui apa pun di sini. Aku hanya orang baru yang menetap di dalam rumah ini.”

“Lelaki itu ada di sekitarmu. Sadar dan menyadarkanlah, Yilya. Kami tak akan mengganggu keluarga kecilmu setelah semua ini terungkap. Namun, yang pasti, lelaki itu harus mati!”

Seketika, ada salah satu makhluk yang mendekat ke arah Yilya seraya menunjuk jemarinya pada dahi Yilya. Makhluk itu memberikan sedikit sentuhan seraya menekan dahi Yilya. Darah menetes pada dahi tersebut sampai menempel pada kain kafan. Makhluk itu seolah memberikan kekuatan gaib.

“Jangan biarkan Kyna mendekati sumur. Kyna dapat melihat sesuatu yang belum tentu manusia lain dapat melihatnya.”

Yilya mengangguk. Pantas saja, selama ini Yilya tidak dapat melihat sesuatu yang Kyna takutkan. Ternyata, Kyna berbeda.

“Mayat-mayat ini menjadi tanggung jawabmu! Bukan karena kau adalah si pembunuh. Melainkan, pembunuh itu berada di dekatmu.”

Tangis Yilya mulai mereda. Batinnya masih terasa sakit ketika melihat jasad puluhan mayat yang sudah tidak tampak rupanya. Namun, seketika Yilya menyadari bahwa semua mayat yang ia lihat hanyalah perempuan!

Apa maksud dari semua ini? Manusia mana yang tega membunuh dan memutilasi perempuan? Neraka lebih pantas untuknya. Pikiran Yilya mulai menerka, mungkinkah mayat ini korban dari lelaki jahat yang hanya ingin menikmati dan kemudian membunuhnya? Namun, mengapa harus di sini? Mengapa harus tepat berada di dalam sumur ini?

“Tetaplah berusaha mengungkap semuanya, kecuali kalau kau ingin berakhir seperti puluhan mayat yang mengenaskan ini!”

Bersambung ….

Zalfa Jaudah Jahro, lahir di Karawang.
Cerita Mayat dalam Sumur ini sudah di-posting di Wattpad @Af_Lazorhaj03 dan Facebook @Jaudy Zahra, @Zalfa Jaudah J.


Editor : Fitri Fatimah



Leave a Reply