Mayat dalam Sumur
Oleh: Zalfa Jaudah Jahro (Episode 1)
“Bunda, kenapa banyak darah di sekitar sumur?”
Yilya berjalan mendekati Kyna yang berteriak dari belakang rumah. Sejak pertama kali dirinya masuk ke dalam rumah kumuh yang memiliki beberapa ruangan aneh, Yilya selalu merasakan hal mistis yang sangat tidak masuk akal baginya.
Kynaputri kecilnya selalu menemukan suatu kejadian aneh yang terjadi di belakang rumah. Ia selalu meneriakkan perkataan yang mampu membuat Yilya terkejut bukan main. Namun, pada saat Yilya menghampirinya, hal yang Kyna ucapkan itu sama sekali tidak tampak di depan mata.
“Mana, Sayang?” tanya Yilya seraya berusaha menahan kesal.
Bukan pertama kali perkataan Kyna membuatnya kaget. Toh, selama beberapa hari mereka menempati rumah tersebut, Yilya sama sekali tidak pernah menemukan sesuatu yang aneh. Hanya saja, rumah tersebut memang begitu kumuh dan terasa berbeda karena lama tidak berpenghuni.
“Loh, Bunda … tadi ada banyak darah di sini. Kyna lihat sendiri, tapi kalau Bunda datang, kenapa darah itu hilang?”
Yilya menghela napas kesal. “Sayang, Bunda lagi masak. Kyna jangan kayak gitu lagi, ya. Di sini enggak ada apa-apa.”
“Tapi, Bunda. Tadi”
“Yuk, Kyna masuk kamar aja.” Yilya segera menggendong tubuh kecil Kyna.
Tidak ada yang bisa Kyna lakukan selain diam ketika tubuh kecilnya perlahan beranjak pergi. Namun, kedua bola mata Kyna terus menatap sosok perempuan yang perlahan muncul dari dalam sumur. Perempuan itu melambaikan tangan, membuat Kyna merasa terpikat dan semakin penasaran.
“Bunda, perempuan itu siapa?”
Yilya sama sekali tidak menghiraukan perkataan yang diucapkan Kyna. Namun, ketika langkah kaki Yilya benar-benar tidak dapat bergerak lagi seperti membeku, Yilya mulai cemas, ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
“Astagfirullah ….”
“Ada Tante!” seru Kyna menunjuk perempuan yang baru saja muncul dari dalam sumur.
Tubuh perempuan itu kuntilanak berlumuran darah. Kedua bola matanya menatap Yilya dengan tatapan sedih, tetapi, sorot matanya penuh dengan kebencian. Rambut panjang perempuan itu terurai, bau busuk sangat menyengat karena bagian tubuhnya tidaklah utuh. Perempuan itu tidak memiliki satu tangan; bagian usus tampak begitu hancur, keluar begitu saja dari perut. Bahkan, perempuan itu hanya memiliki jari telunjuk. Entah apa yang telah terjadi, ia benar-benar terlihat sangat menyedihkan.
Yilya berusaha untuk menggerakkan tubuhnya, tetapi semua usahanya gagal. Terutama ketika perempuan itu malah menangis kencang. Suaranya sangat melengking, ia menjerit sekuat tenaga, memecahkan keheningan. Jemari Yilya gemetar hebat, ia terus memeluk Kyna yang tentu saja kini mulai menangis ketakutan. Keadaan mulai mencekam, suara tangis Kyna membuat perempuan itu semakin menggila. Ia menggeliatkan tubuh, seolah tengah menari dalam kesendiriannya.
“Kyna takut, Bunda. Kyna benar-benar takut ….”
Sekarang, Yilya sadar jika perkataan Kyna yang selalu berteriak memanggil namanya jika menemukan suatu hal aneh itu memanglah benar. Ada sesuatu yang tidak masuk akal dalam rumah ini. Bagaimana mungkin ada makhluk tak kasatmata yang dapat terlihat oleh manusia?
Yilya terus berusaha menggerakkan tubuh, tetapi semua usaha itu sia-sia. Lengkingan suara perempuan itu semakin terdengar sangat kencang sampai akhirnya muncullah seseorang dari sebuah lukisan yang sangat Yilya sayangi.
“Nyai Lie!” seru Yilya seketika saat melihat wujud asli seseorang yang muncul dari dalam lukisan.
Bagaimana Yilya tidak merasa heran?
Selama ini, Yilya selalu menjaga dan membersihkan lukisan Nyai Lie dengan penuh kasih. Semenjak Mas Arthur suami Yilya memberikan hadiah berupa lukisan penari yang sangat memesona, Yilya selalu menjaganya. Bagi Yilya, lukisan tersebut sangatlah indah untuk dipandang.
“Saya Nyai Lie Kusmini. Kamu Yilya, kan?” tanya Nyai Lie tanpa menghentikan gerakan tubuhnya yang terus menggeliat tidak menentu.
“Hah? Enggak mungkin … astagfirullah. Ini hanya halusinasiku.” Yilya berusaha untuk tenang ketika Nyai Lie mengajaknya berbicara.
“Kamu sudah merawat saya selama ini, Yilya, tetapi kamu sama sekali tidak memberiku makanan!” Bentakan Nyai Lie membuat Kyna seketika menangis dengan sangat kencang.
Yilya berusaha mengatur napas yang tersengal. Kini, Kyna sudah tidak sadarkan diri dalam pelukannya. Tidak ada yang bisa Yilya lakukan, terutama pada saat Nyai Lie menari-nari seraya membisikkan suatu kalimat yang benar-benar tidak Yilya ketahui maknanya.
“Akan ada puluhan mayat yang berdatangan!” Bentakan Nyai Lie membuat Yilya terkejut bukan main.
Satu detik setelah Nyai Lie mengucapkan kalimat tersebut, raganya menghilang bak ditelan bumi. Sementara itu, aroma bunga melati seketika memenuhi ruangan. Pandangan Yilya terkunci pada perempuan yang masih dapat terlihat olehnya. Perempuan itu berjalan mendekati dinding, jemari telunjuknya mencoret dinding rumah dengan bertuliskan “mati”.
Pandangan Yilya sama sekali tidak berhenti melihat setiap gerak yang perempuan itu lakukan. Meski darah terus menetes melumuri lantai yang baru saja Yilya bersihkan, ia tidak peduli. Yang pasti, Yilya mulai penasaran dengan apa yang akan terjadi di hari berikutnya.
Siapakah kedua makhluk aneh tersebut?
“Kamu akan mengerti maksud dan tujuan atas kemunculan saya dan Nyai Lie. Bakarlah kemenyan di setiap malam Jumat.”
Perempuan itu seketika melayang menuju sumur meski darah segarnya terus menetes. Sebelum lenyap, ia melambaikan tangan seraya tertawa dengan sangat mengerikan. Namun, dengan perlahan dirinya menenggelamkan tubuh ke dasar sumur meski sorot matanya tidak luput menatap Yilya.
Setelah perempuan itu tenggelam ke dasar sumur, suasana tidak begitu terasa menyeramkan lagi. Darah yang menetes pada lantai pun lenyap dan kembali bersih, seolah sama sekali tidak ada kejadian apa pun. Kata yang perempuan itu tulis pun tidak tampak. Namun, Kyna masih pingsan!
Yilya dapat kembali menggerakkan tubuh. Ia segera berlari menuju kamar untuk membangunkan Kyna. Namun, sesampainya di kamar, Kyna justru telah sadar. Kejadian yang mengganjal kembali menghampirinya, bagaimana mungkin semua terjadi dengan sangat cepat?
“Udah pagi, ya, Bunda?” tanya Kyna seraya mengusap kedua mata.
Yilya menatap heran putrinya. Apa mungkin Kyna lupa dengan kejadian yang baru saja ia alami? Padahal, saat perempuan itu datang dan berteriak, Kyna masih sadar dan terus menangis ketakutan.
“Ah? Iya, Sayang, ini udah pagi. Kita sarapaan, yuk. Bunda udah masakin Kyna makanan enak, loh.”
Kyna mengangguk cepat. Meski Yilya masih menahan gemetar atas kejadian yang baru saja menimpanya, ia berusaha untuk tetap bersikap biasa saja. Mungkin, Kyna tidak sadarkan diri karena telah diberikan sesuatu oleh makhluk perempuan itu dan Nyai Lie tersebut agar tidak ingat dengan semua kejadian menyeramkan.
“Kyna … enggak inget apa-apa, kan, Sayang?” tanya Yilya seraya mengelus pucuk kepala putrinya.
“Inget apa, Bunda?”
“Emm … enggak, Sayang. Yuk kita makan sekarang. Bunda ambil makanan dulu, ya.” Kyna mengangguk sembari bangkit dari tempat tidur.
Berkali-kali Yilya mengucap syukur karena putri kecilnya tidak dapat mengingat kejadian tersebut. Biarkan hanya dirinya yang menghadapi semua. Kyna terlalu kecil, hidupnya harus tetap tenang dan bahagia tanpa gangguan dari makhluk penunggu sumur.
“Bunda!” seru Kyna.
Yilya segera mengambil beberapa piring berisi nasi dan lauk. Dengan cepat ia berlari menuju tempat di mana putri kecilnya berada, khawatir akan hal buruk yang dapat terjadi.
“Ada apa, Sayang? Kyna enggak papa, kan, Nak?” tanya Yilya cemas.
“Kyna enggak papa, Bunda. Itu … di luar ada Kiki Barjo,” balas Kyna seraya menunjuk Ki Barjo.
Kyna sudah terbiasa memanggil Ki Barjo dengan panggilan Kiki Barjo sejak ia kecil. Ki Barjo ini, merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh suami Yilya. Usianya yang sudah lanjut membuat keluarga Yilya terpaksa untuk tinggal di rumah kumuh ini agar berdekatan dengan Ki Barjo. Usia yang tidak lagi muda membuat Ki Barjo kesulitan untuk menghubungi suami Yilya. Maka, Yilya memutuskan siap untuk tinggal di rumah yang memiliki suasana tidak nyaman ini.
Yilya berjalan mendekati Ki Barjo seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman. “Selamat datang, Ki. Udah lama nunggu?”
“Ah, enggak. Ada yang mau Ki bicarakan. Bisa?”
“Baik, Ki. Sebentar, Yilya buatkan kopi dulu.”
Ki Barjo mengangguk.
Setelah Yilya kembali dengan membawa secangkir kopi hitam, ia duduk di teras rumah seraya menunggu Ki Barjo mengatakan hal yang ingin dibicarakan.
“Gini … Ki mau menyampaikan beberapa hal tentang rumah ini agar perlahan bisa kamu pahami.”
“Yilya udah merasakannya, Ki. Dari awal kedatangan Yilya ke rumah ini. Terutama, kejadian tadi.”
“Jangan katakan!” sergah Ki Barjo dengan sangat cepat.
“Ada apa?”
“Jangan pernah mengatakan kejadian yang pernah kamu alami pada siapa pun kalau kamu tidak mau mendapatkan risiko buruk di kemudian hari.”
Yilya menghela napas sembari memaksakan senyum. “Baik, Ki.”
“Dulu, rumah ini ditempati oleh seorang kakek tua yang usianya tidak jauh berbeda dengan Ki. Hingga akhirnya suatu kejadian menimpa, rumah ini dibiarkan kosong selama bertahun-tahun. Maka dari itu, Ki memercayai kamu untuk tinggal di sini.”
“Tapi, Ki … selama keluarga Yilya berada di sini, banyak kejadian aneh yang terjadi di rumah ini. Yilya enggak ngerti, kenapa mereka.”
“Suatu saat kamu pasti mengerti. Ki yakin, hanya kamu yang bisa menyadarkannya.”
Yilya menatap Ki Barjo dengan tatapan heran. Apa maksudnya? Menyadarkan siapa?
“Ki pamit. Jaga anak-anak kamu, jangan biarkan mereka menemukan sesuatu yang mengganjal di dalam rumah ini. Terutama, jangan biarkan Kyna berada di dekat sumur.”
“Baik, Ki.” Yilya mengangguk cepat.
Ki Barjo pamit di saat pikiran Yilya mulai dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan. Namun, sebelum Ki Barjo pergi, jemarinya menunjuk lukisan Nyai Lie yang selalu Yilya jaga.
Apa lagi ini? Sebenarnya apa yang terjadi?
Yilya mulai merasa ada sesuatu yang harus diselesaikan dalam rumah ini. Meski baru beberapa hari dirinya tinggal, tetapi ia sangat yakin bahwa kedatangannya ke sini bukan hanya untuk singgah. Melainkan, ia harus memecahkan suatu hal yang menyebabkan rumah ini menjadi tempat yang penuh misteri.
Baru saja Yilya berjalan masuk, Kyna tidak ada di tempat. Yilya berusaha untuk tetap tenang dan berpikiran positif, ia beranggapan bahwa putri kecilnya tengah menyimpan piring. Namun, Yilya terkejut bukan main ketika mendengar teriakan dari putri kecilnya.
“Bunda! Ada mayat di dalam sumur!”
Bersambung ….
Zalfa Jaudah Jahro, lahir di Karawang.
Cerita Mayat dalam Sumur ini akan diposting di wattpad @Af_Lazorhaj03 dan facebook @Jaudy Zahra.
Editor : Fitri Fatimah
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata