Si Penjual Mimpi (2)

Si Penjual Mimpi (2)

Si Penjual Mimpi (2)

Oleh: KarnaJaya Tarigan

Aku tercengang dan tak percaya akan keajaiban ini. Apa yang ia bicarakan kemarin adalah benar: suatu hari, mimpi akan menjadi sebuah komoditas yang bernilai tinggi bila diperdagangkan. Aku tahu, meskipun itu kedengarannya terlalu absurd karena memang belum pernah ada orang yang pernah menjual atau membeli mimpi. Tapi setidaknya aku tahu, kepada siapa saja mimpi-mimpi bisa ditawarkan dan dijual. Itu mudah! Yang paling penting, nanti malam aku harus mengujinya sekali lagi untuk memastikan, bahwa apa yang dilakukannya kemarin, bukanlah suatu kebetulan atau kembang tidur, melainkan hasil rekayasa.

“Baiklah! Bukan aku tidak percaya kepadamu … Aku menginginkan sebuah mimpi lagi nanti malam, baru setelah itu kita akan melakukan perjanjian bisnis. Deal?” aku bertanya sambil menatap matanya dalam-dalam, mencoba mencari tahu, barangkali ada kebohongan yang ia sembunyikan ….

“Oke,” katanya, sambil meminta segelas kopi dan sebungkus rokok lagi, seperti hari kemarin. Lucunya ia tidak meminta bayaran lebih atas jasanya, memberikan mimpi yang indah semalam untukku. Lalu obrolan terjeda beberapa menit karena aku harus pergi ke warung kopi sebelah, untuk membeli apa yang dimintanya.
Kami duduk bersama dan menikmati kopi hangat di pagi ini. Aku pikir aku percaya pada ucapannya, ini terlihat dari cara ia menghirup kopi dengan tenang, dan mengisap rokok sebatang demi sebatang dengan nikmatnya. Tak ada kesan terburu-buru, seolah-olah ia tidak mempunyai beban apapun atau menyembunyikan sesuatu. Tak ada yang kelihatan janggal dari mimik wajahnya, atau gerak tubuhnya. Aku tinggal mencoba menguji “kesaktian” ia sekali lagi dan mudah-mudahan akan terbukti.


Aku pikir, jika itu benar-benar terjadi kedua kali, sungguh gila! Benar-benar gila! Tapi sebenarnya aku percaya dan bahkan diam-diam telah menyiapkan beberapa konsep yang telah tersimpan rapi di otakku. Dan ia harus setuju: Perkara pesanan mimpi-mimpi tersebut sulit atau ringan, itu urusan dia nanti … kenapa pula ia ingin menjadi seorang penjual mimpi? Lihat dan tunggu saja tanggal mainnya, kau akan kepayahan memenuhi pesanan mimpi orang-orang, ancamku dalam hati ….

BAGAIMANA AKU MENJUAL MIMPI!

Ini adalah tantangan yang sangat menarik. Belum pernah ada orang yang melakukan ini. Dan tentu saja akan sangat menguntungkan bila sebuah bisnis tidak mempunyai pesaing. Bukankah kami bisa menjual dengan harga semaunya? Oh, ya. Kalaupun begitu, sebagai bentuk perkenalan dan promosi, kami pun akan membuat klasifikasi harga sesuai mimpi-mimpi yang akan dipesan orang nanti. Mau mimpi indah atau mimpi buruk? Mimpi manis atau mimpi romantis. Atau ingin mimpi yang menyeramkan …. Ah, ini nanti saja. Suatu hari nanti kamu akan tahu!

Ini semua hanya permulaan …. Nanti akan ada lagi pengembangan usaha kami ke depan. Yang jelas, pertama-tama aku harus menyakinkan orang-orang tertentu, atau beriklan di beberapa lapak online. Selain itu tentu saja harus ada cara lain, agar apa yang kami ceritakan diyakini kebenarannya, seperti cara yang ia gunakan kemarin: coba dulu baru bayar!

**

Pada awalnya aku pikir sebegitu mudahnya menjual mimpi. Ternyata aku salah! Beberapa bulan pertama bahkan tak ada yang pernah mengirim tanggapan atas iklan kami di lapak online. Kecuali, Pak Tranggono, langganan pertama kami yang kutemukan tak sengaja karena hampir tertabrak motorku yang kebetulan lewat depan gerbang rumahnya. Aku memapah ia kembali ke dalam rumahnya karena ia terlihat “shock”. Lelaki itu ternyata orang kaya namun setia dan tidak pernah mencintai perempuan lain selain mendiang istrinya. Ia yang ditinggal mati isterinya setahun lalu, raut wajahnya memang selalu murung dan kelihatan tidak bahagia. Sungguh dengan betapa mudahnya aku tahu: manusia-manusia seperti itulah yang menginginkan mimpi indah.

Dan lewat percakapan singkat (tentu saja aku berlagak seorang paranormal yang bisa membaca pikiran orang) aku berhasil menyakinkannya. Akhirnya ia menjadi langganan tetap.

Pernah aku bertanya, mengapa ia menginginkan mimpi bersama almarhum istrinya? Ia mengatakan: “Anak-anakku empat orang. Jika aku ikut mati, siapa yang akan menjaga mereka? Jika aku terlihat bahagia, tentu saja aku akan awet muda. Jika aku awet muda tentu akan membuatku bahagia. Dengan bahagia aku akan panjang umur. Dan dengan panjang umur aku mampu menemani dan menjaga anak-anakku hingga dewasa.”

Alasan yang sangat sederhana, namun aku melihat sesuatu yang sangat manusiawi di sana: seorang ayah yang sangat mencintai anak-anaknya, namun nyaris tidak mampu bangkit setelah ditinggal mendiang istrinya. Si Penjual Mimpi mampu memberikan kebahagiaan semu … namun itu manjur dan telah terbukti membangkitkan semangat hidup seorang ayah. Ternyata ada juga gunanya kami menjual mimpi …. (K)

Part-1

Part-3


KarnaJaya Tarigan, seorang penulis pemula. 20 Juli 2020

 

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata.

Leave a Reply