Empat Puluh Hari

Empat Puluh Hari

Empat Puluh Hari
Oleh: Kyota Hamzah

Konon manusia dibekali akal dan hati. Sayangnya itu hanya retorika semata, banyak yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Akal membungkam hati agar keinginan tercapai, benar salah hanya masalah persepsi, jangan percaya dengan orang yang nampak baik. Salah satunya adalah Bill yang telah menghancurkan bisnis Alice Yuuki, beberapa tahun terakhir. Kini perempuan berambut putih itu menuntut haknya kembali.

Dendamnya belum tuntas, tempat usahanya telah diobrak namun nihil. Dia hanya menemui seorang anak perempuan yang tengah sekarat dalam ruangan sempit. Kondisinya begitu memprihatinkan, badannya kurus kering dengan luka lebam di wajah, perut, dan punggung. Bekas ikatan juga nampak jelas di pergelangan tangan serta kaki.

Niatnya mencari Bill, namun melihat si bocah kecil yang tinggal menunggu waktu mengurungkan niatnya. Mungkin saja ia tahu keberadaan bandar narkoba tersebut. Alice membopongnya ke mobil sedan tua dan langsung tancap gas, klinik terdekat ada di perbatasan kota. Menyelamatkan saksi mata jadi prioritas utama.


Sudah seminggu kondisi anak perempuan itu belum sadarkan diri. Selang infus dan pernapasan terpasang demi kesembuhannya. Meski raganya penuh luka, setidaknya kondisinya mulai membaik. Tinggal menunggu waktu untuk siuman, bocah yang Alice temukan di ruang pengap itu akan menghirup udara segar.

Alice menjaga gadis cilik itu sembari mencari informasi yang diperolehnya dari tempat kejadian. Ia mengambil perangkan OTG dan menancapkan flashdisk ke ponsel pintarnya. Berkas dalam flashdisk itu berisi data penjualan dan beberapa nama pelanggan juga orang-orang penting, termasuk si gadis cilik yang tengah berjuang melawan maut.

Saat Alice mencari data targetnya, jemari kecil Emily mulai bergerak pelan. Bibirnya mulai terbuka sedikit seakan mengigau memanggil nama yang asing bagi Alice. Napasnya tersengal-sengal, lalu mulai teratur mengikuti udara yang keluar dari selang pernapasan. Kelopak mata si gadis perlahan terbuka menatap atap ruangan yang putih.

“Kau sudah siuman?”

“Aku … aku dimana?”

“Di klinik, kau sudah seharian tak sadarkan diri.”

“Kakak siapa?”

“Aku Alice, kalau namamu siapa … Adik Kecil?”

“Emily, Kak Alice.”

“Sementara kau istirahat dahulu, kupanggilkan perawat agar mengecek kondisimu.”

“Kak, terima kasih.”

“Untuk apa?”

“Karena sudah menolongku!”

“Tidak apa-apa, kebetulan aku punya urusan dengan orang yang menyekapmu. Oh, iya, bagaimana kau bisa dikurung oleh penjahat itu?”

“Tidak tahu, Kak. Tiba-tiba ayah mengajakku ke sana!”

Gadis cilik itu menceritakan awal kisahnya. Emilia Angela Sanchez merupakan “kargo hidup” yang digunakan bandar narkoba. Tubuh mungilnya tidak dicurigai oleh pihak bandara maupun bea cukai. Padahal dalam tubuh mungilnya telah diselundupkan paket narkoba di organ vital. Ia termasuk beruntung masih hidup, karena kebanyakan para “kargo” meninggal dan dibedah jasadnya untuk diambil paket narkoba serta organ tubuhnya. Di pasar gelap semua serba boleh asal ada kesempatan.


Ayahnya menjual Emily selain sebagai “kargo hidup” juga menjadi “boneka hidup” bagi mereka yang mau membayar mahal kesucian bocah sembilan tahun itu. Entah apa yang dipikirkannya, orang tua mana yang tega menjual buah hatinya demi kepentingan pribadi? Alice hanya bisa mengamuk dalam batin.

Tujuan awalnya adalah memberi pelajaran kepada Bill yang telah berkhianat. Perbuatan pria tua tersebut sudah membuatnya kehilangan separuh “lahan” di kota Antolo. Iuran bulanan yang seharusnya sampai kepada perempuan berambut putih itu tidak sesuai dengan kesepakatan. Usut punya usut, uang keamanan di kota Antolo telah dipakai olehnya untuk kepentingan pribadi.


Selama beberapa minggu, Alice menyambangi Emily di klinik. Perempuan dengan potongan rambut sebahu itu selalu menemani kawan kecilnya sambil membawa roti isi atau makanan yang diperbolehkan oleh dokter. Untuk masalah Bill yang membawa uangnya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Arafis, teman baik Alice yang ahli dalam memata-matai.

“Bagaimana kabarmu, Gadis Kecil?”

“Kabar baik, Kak! Sekarang sudah bisa menggerakkan tanganku.”

“Syukurlah, hari ini aku membawa kue muffin cokelat untukmu, kau mau?”

“Aku mau!” jawabnya kegirangan.

“Baik, tapi kita mengobrol sebentar boleh?”

“Boleh!”

Alice memulai pembicaraan mengenai orang-orang yang pernah menyiksanya. Ia ingin tahu siapa saja yang terlibat maupun berhubungan dengan Bill. Si kecil Emily tertunduk diam mendengar nama orang-orang tersebut. Ada trauma yang menghantui gadis cilik berambut merah marun itu. Melihat ekspresi Emily, Alice mencoba menenangkan batin kawan mungilnya. Tangan putih Alice menggenggam tangan kecil Emily yang kecokelatan.

“Tidak perlu takut, aku akan menjagamu. Selain itu, aku akan menghajar mereka yang sudah menyakitimu.”

“Benarkah?”

“Itu benar, jika kau mau membantuku.”

“Bagaimana caranya, Kak?”

“Kau hanya perlu menunjukkan siapa saja orang yang menyakitimu. Kira-kira adakah orang yang kau kenal,” sambungnya sambil menyodorkan ponsel yang berisi foto para penjahat.

“Baik, Kak,” jawab Emily dengan lirih.

Emily menceritakan kejadian yang dialaminya, mulai dari pertemuannya hingga orang-orang terlibat di dalam usaha terlarang. Selain usaha obat terlarang dan prostitusi, mereka terlibat dalam kegiatan ilegal seperti pengancaman dan pembunuhan terhadap orang yang melawan. Salah satunya adalah ayah Emily yang menjerumuskan dirinya ke dunia hitam.

“Emily, aku berjanji akan membalas lukamu! Lukamu sama seperti diriku. Bila kau mau membantuku, para bedebah itu akan merasakan apa yang kau rasakan.”

“Apa itu benar?”

“Tentu.”

“Janji?”

“Aku berjanji kepadamu, selama empat puluh hari akan kubalas mereka.”

Alice sudah membuat janji, empat puluh hari dari sekarang adalah waktu untuk menuntut balas. Pembalasan dendam dan pembalasan moral, menarik simpati untuk melawan musuh yang bersembunyi. Setidaknya Alice memiliki tambahan informan dan tenaga dalam menuntaskan tugas. (*)

Kyota Hamzah adalah nama pena dari seorang penikmat sejarah yang kebetulan menulis, fokus menulis sejarah nusantara terutama masa kolonial. Memulai menulis sejak 2011 dan masih belajar sampai sekarang. Bisa ditemui di akun Facebook: Kyota Hamzah dan
Instagram: Kyo_ta_Hamzah

Editor: Evamuzy

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata.

Leave a Reply