Andara Armand

Andara Armand

Andara Armand

Oleh : Venus

Andara terkesiap melihat Armand berjalan beriringan bersama Luna. Pakaian mereka berwarna senada, dan tampak sangat serasi. Ada rasa kecewa di hati Andara melihat kedua sahabatnya yang kini menjadi suami-istri.

“Luna, Armand, ayo duduk!” Andara mempersilakan seraya bangkit dari kursinya.

Luna memeluk Andara, kemudian saling menanyakan kabar masing-masing. Begitu pun dengan Armand, ia tampak sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan Andara. 

Sudah hampir lima tahun ketiga sahabat itu tidak berjumpa. Tepatnya setelah mereka lulus kuliah. Andara memilih untuk pergi ke Florida dan menetap di sana. Sementara Armand dan Luna menikah setelah dua tahun berpacaran. Mereka tidak pernah berkabar sekali pun. Beruntung, proyek di perusahan Armand dapat mempertemukannya kembali dengan sahabat terbaiknya dulu.

“Kamu gak berubah, ya, Lun! Tetep cantik dan langsing. Oh, atau jangan-jangan Armand gak ngasih kamu makan, nih?” Andara melirik Armand yang sedang menikmati mocca-nya. 

Mendengar pernyataan Andara, Armand berusaha mengelak. Katanya, mau sebanyak apa pun Luna makan, istri tercintanya itu tak mungkin bertambah gemuk, sebab ia rajin berolahraga, tidak seperti Andara yang pemalas.

“Ish, kau ini!” desis Andara.

Luna terkekeh, kedua orang terdekatnya itu memang selalu bertengkar saat bersama, tetapi saling rindu jika berjauhan. Dahulu, ia sering merasa iri dengan Andara yang selalu mendapat perhatian dari Armand. Namun siapa sangka, walau Armand lebih perhatian kepada Andara, tetapi cintanya hanya untuk Luna.

“Jadi, kalian sudah punya baby?” 

Hening, Luna dan Armand saling pandang, wajah keduanya tiba-tiba muram. Andara merasa tak enak hati, ia pun berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

“Lun, kapan-kapan kalau kamu nggak sibuk, temenin aku jalan-jalan, ya? Kan udah lama aku gak ke sini. Plis?”

“Iya, Ra. Tapi bayar, ya?” 

“Hoo, alih profesi jadi tour guide ya, Bu?”

“Iya, nih, kan lumayan bisa buat tambahan beli skincare, ya kan, Sayang?”

“Hahaha, iyain aja, deh.”

Armand kemudian pamit untuk pergi ke toilet, membiarkan istri dan sahabatnya bersenda gurau dan saling melepas rindu.

“Ra, aku mau curhat. Boleh gak?” Luna memandang Andara lekat. Keningnya berkerut. Terlihat jelas di matanya, saat ini ia tengah gundah.

Andara menautkan kedua alis, lalu tersenyum sambil mengangguk.

“Udah tiga tahun aku menikah sama Armand, tapi kita gak juga dikasih anak. Aku takut, kalau nantinya Armand bakalan kecewa.”

“Eung … kalian sudah coba ikutan progam hamil?” 

“Ya, tapi Nihil.” Luna mulai menitikkan air mata. Diusapnya bulir bening tersebut menggunakan punggung tangan.

Ada rasa kasihan di hati Andara ketika melihat Luna yang begitu berputus asa. Akan terapi, ia sendiri tak tahu bagaimana cara membantunya.

“Kenapa kalian nggak adopsi anak aja? Yang masih baby gitu. Kan jadi bisa ngerasain serunya punya baby.”

Luna memejamkan mata sambil menghela napas. “Mertuaku pengennya punya cucu dari Armand.”

“Jangan menyerah, Lun. Bukan sekarang, tapi pasti nanti kalian bakalan segera diberi kepercayaan untuk punya anak. Semangat!” 

Luna mengangguk dan tersenyum. Hatinya mulai terasa sedikit lega.

“Wuih, ngomongin apa, nih? Kayaknya seru banget!” celetuk Armand yang tiba-tiba sudah duduk di samping Luna.

“Ish, Armand! Bikin kaget aja, deh!” Luna mengerucutkan bibir. 

“Ya maaf!” Armand yang merasa gemas lalu mencolek hidung sang istri.

Lagi-lagi Andara merasakan sakit hati tatkala melihat mereka begitu mesra. Logikanya berusaha menepis perasaan tak enak tersebut, meski hatinya hampir tak kuasa menahan perih.

“Udah, yuk makan, ah. Aku udah laper! Kalian kalau mau mesra-mesraan di rumah aja!” ucap Andara berusaha bersikap biasa.

“Hahaha, jomlo tersakiti!” 

“Awas kamu, Man, ngatain aku jomlo!”

***

Andara mendaratkan tubuhnya ke ranjang, diraihnya sebuah album foto yang ada di bawah bantal. Halaman demi halaman dibuka hingga ia menemukan foto yang dicari. Potret dirinya bersama Armand ketika masih kuliah dulu. Mereka begitu dekat, bahkan teman-teman di kampus mengira mereka berpacaran. Perempuan berkulit putih itu mengembuskan napas berat.

“Rasaku tetap sama, Armand. Aku masih cinta sama kamu,” lirih Andara sambil memandang foto di tangannya.

Andara hanya bisa berandai-andai, jika saja Luna tak pernah hadir di tengah-tengah antara dirinya dan Armand, pasti sekarang dirinyalah yang akan bersanding dengan Armand. (*)

Venus. Penyuka kopi yang gemar mengoleksi merchandise dari film animasi We Bare Bears.

Editor : Fitri Fatimah

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata.

Leave a Reply