Embun di Ujung Rumput dan Cinta Semanis Dongeng
Oleh: Mega Yohana
Bagai embun di ujung rumput, rasa bahagia ini tampak berkilauan. Persis kisah cinta di negeri dongeng yang selalu Maya dambakan. Rasanya seperti berlarian di rerumputan dengan kaki telanjang. Basah rumput menyejukkan hati Maya, dan hangat mentari menyirami tubuhnya. Seperti itulah bayangan cinta bagi Maya. Namun, dia melupakan sesuatu.
“Bisakah kau tidak melakukan itu? Kau membuatku malu.”
Senyum yang mengembang di bibir Maya perlahan pudar. Dia mengalihkan tatapannya dari kembang kertas yang tengah mekar dengan warna-warna ungu dan pink tua dan menegakkan tubuh. “Apa?” tanyanya.
“Berhentilah membungkuk dan menciumi setiap bunga.” Anam, kekasihnya, kembali bersuara.
Ah, ya, kekasih. Maya menyebutnya begitu. Baginya, Anam bukan sekadar “pacar”, melainkan lebih daripada itu. Dia adalah kekasih, sosok yang selalu diidamkan Maya. Memiliki postur tinggi tegap, Anam tampak seperti pangeran dari negeri dongeng. Matanya tajam dengan alis tebal. Berhidung mancung dan memiliki bentuk bibir yang manis. Anam adalah dunia Maya.
“Berhentilah bersikap seperti anak-anak,” kata Anam lagi. “Orang-orang mulai melihatmu.”
Alis Maya mengerut. Anam-nya telah berubah. Anam-nya dulu tidak sedingin ini. Anam yang dia kenal selalu hangat dan penuh cinta. Sebelum mereka benar-benar bersama, Anam selalu menemani ke mana pun Maya ingin pergi. Dia akan membonceng Maya di sepeda dan mengayuh sepeda mengelilingi kota hingga berjam-jam sampai Maya bosan. Dia akan menemani Maya kapan pun gadis itu ingin pergi ke perpustakaan. Dia akan memberikan tiap kali Maya menginginkan permen gula kapas. Dia akan tersenyum saat Maya merajuk dan dengan sabar menunggu hingga gadis itu berhenti merajuk. Anam-nya sungguh-sungguh sosok yang hangat. Namun, Anam yang ini sangat dingin dan beku.
“Kenapa aku merasa kamu berubah?” Maya mengungkapkan keresahannya. Anam tidak menjawab. Dia hanya memasukkan telapak tangan ke saku celana dan berbalik, lalu berjalan menjauhi Maya.
Maya mengikuti langkah-langkah panjang Anam. Dia mencoba mengikuti jejak Anam seperti yang dilakukan gadis dalam klip lagu “Menghapus Jejakmu”, tetapi tiba-tiba Anam berhenti hingga Maya menabrak punggungnya. Maya mundur selangkah dan mendongak saat Anam membalik tubuh menghadapnya.
“Maya,” tegurnya, lalu kembali memunggungi Maya dan menuju mobil yang terparkir.
Maya mengangkat bahu melihat Anam berjalan menjauh. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Taman pagi ini tidak terlalu ramai. Embun pada pucuk-pucuk daun dan rerumputan tampak berkilauan memantulkan cahaya matahari. Persis seperti negeri dongeng dalam benak Maya. Kecuali, di sini segalanya terasa dingin. Termasuk Anam.
Setelah menghela napas panjang dan mengembuskannya, Maya mengikuti Anam memasuki mobil. Begitu dia memasang sabuk pengaman, Anam menyalakan mesin mobil. Mereka berkendara tanpa ada perbincangan lagi. Udara di dalam mobil terasa dingin, tetapi Maya tidak merasa itu berasal dari AC mobil. Tidak, rasa dingin ini ada jauh di dalam hati, di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh AC mobil.
Bagai embun di ujung rumput, rasa bahagia itu tampak berkilauan ketika Anam menyatakan cinta kepada Maya. Persis kisah cinta di negeri dongeng yang selalu Maya dambakan. Rasanya seperti berlarian di rerumputan dengan kaki telanjang. Basah rumput menyejukkan hati Maya, dan hangat mentari menyirami tubuhnya. Seperti itulah bayangan cinta bagi Maya. Namun, dia melupakan sesuatu.
Embun di ujung rumput mudah sekali menguap. Dia tidak akan bertahan lama di bawah matahari. Bahkan, sebelum menguap oleh panas matahari pun dia bisa saja menghilang. Ketika kaki-kaki telanjang berlarian di sana, menginjaknya, menggilasnya dengan keceriaan, embun di ujung rerumputan akan hilang juga. Seperti rasa hangat yang terpancar dari pria di samping Maya. Betapa pun hangatnya, kian lama akan dingin juga.
Maya menoleh kepada Anam yang menyetir dengan pandangan lurus ke depan. Bibir gadis itu perlahan menampilkan senyuman. Cinta semanis kisah di negeri dongeng? Maya kini tidak benar-benar percaya. Namun, dia masih percaya bahwa cinta itu ada, tersembunyi di balik sikap dingin kekasihnya. Dia hanya harus berubah, mengikuti perubahan ini. Mungkin, Maya tidak akan bisa lagi berlarian di taman atau membungkuk dan menciumi bunga-bunga. Mungkin, dia tidak akan bisa mengejar kupu-kupu atau melompat-lompat seperti katak di danau yang ada di tengah taman. Namun, dia yakin dia akan baik-baik saja. Seperti embun di ujung rerumputan. Dia mungkin akan menguap. Akan tetapi, di langit dia akan kembali lagi, dan ketika malam-malam yang dingin datang, dia akan kembali menjelma embun di ujung rerumputan.
“Apa kamu tahu bahwa aku mencintaimu?” Maya bertanya. Dia melihat rahang Anam mengeras sebelum pria itu menoleh dan tersenyum ke arahnya dengan tatapan teduh yang dikenal Maya.
“Ya. Dan aku mencintaimu.”
Kaki Gunung Kelud, 31 Mei 2020
Mega Yohana, sesekali menulis dan sesekali menyunting naskah.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata