Firefly and The Dromit (Episode 1)
Oleh : Freky Mudjiono
Firefly menghentikan larinya saat melihat rumput concupis. Daun hijau kaku dengan bercak keunguan yang khas, tumbuh setinggi mata kaki di antara rimbunan tanaman centifolla yang berduri. Cukup tersamar dari pandangan, tapi tidak dari tatapan gadis semampai bermata fluorescent itu.
Firefly berjongkok, mengulurkan tangan di mana jemari kurusnya–dengan kuku panjang melengkung di ujung mirip cakar–menjangkau lalu mengusik tautan duri dengan teliti, agar bisa meraih rumput yang ia cari dari kemarin. Ia sedikit berdecak kesal saat kesulitan menarik tanaman yang sering disebut-sebut sebagai hadiah para dewa itu. Tidak boleh ada setetes pun getah rumput concupis itu mengenai kulit, atau sesuatu yang mengerikan akan terjadi.
“Beres,” gumam Firefly lega, menatap umbi merah menyala dari tanaman yang berhasil diperolehnya. Ini akan sangat membantu untuk ‘menyelamatkan’ Arsen. Tidak ada pilihan lain, telah berbagai cara ia tempuh, tapi semuanya berujung pada jalan buntu. Hanya ini satu-satunya jalan keluar. Seluruh harapannya bergantung pada tetesan getah merah darah dari tanaman sederhana yang ia pegang hati-hati.
Debaran di dada gadis yang menunjukkan jalur urat darah keunguan yang mengalir itu makin terasa kencang, seiring langkah kakinya mendekati gerbang Negeri Dawn. Negeri yang terdiri dari berbagai Bangsa Fairy. Ia segera merapatkan tubuh ke dinding samping gerbang, berjalan perlahan, lalu menghilang di balik sebuah celah di dinding yang tertutup rimbunan tanaman menjalar.
Tak memakan waktu lama sebelum ia tiba di pintu belakang bangunan yang paling besar di antara bangunan lainnya di dalam gerbang. Firefly mengetuk pintu kayu yang terasa basah oleh salju mulai turun sesekali. Itulah sebabnya ia memberanikan diri menyelinap keluar gerbang. Berharap bisa menghindari para penjaga yang berasal dari bangsa terkuat, Dromit. Memanfaatkan ketidaksukaan bangsa Dromit pada air. Aneh memang, bangsa yang bertubuh kekar, dan kebal senjata logam itu akan lemah dalam keadaan basah. Kelemahan yang benar-benar dirahasiakan, tapi diketahui oleh Haze.
Pintu terbuka, menampilkan seorang pria jangkung berwajah pucat, dengan bentuk mata yang sama dengan Firefly. Ia melirik sekilas ke arah tanaman yang diacungkan gadis itu ke hadapannya.
“Masuk,” ujarnya tanpa nada ramah.
Firefly mengangguk, menuruti tanpa berkata apa pun. “Haze, apakah ini cukup?” tanya Firefly lagi. Ia meletakkan tanaman mungil yang diperolehnya dari hutan terlarang tadi di meja. Haze tak menjawab. Ia mengambil panci dari gantungannya, mengisinya dengan air, lalu memasukkan batang peropil hingga air menjadi berwarna kehijauan.
Suara gaduh terdengar dari kamar, membuat Firefly menoleh. Ia beranjak mendekat ke arah pintu, membukanya sedikit untuk mengintip. Senyum tipis tersungging di wajah cantiknya, sebelum kembali menutup pintu.
“Haze, apakah ini akan berhasil?”
“Mungkin saja iya, atau tidak. Kau tahu, Dromit adalah makhluk yang rumit.” Haze menjawab datar. Ia terlihat memberikan goresan-goresan kecil pada tanaman concupis. Terampil, dan hati-hati. Getah merah darah, menetes perlahan tepat ke dalam panci yang berisi air kehijauan. Setiap tetes yang jatuh ke dalam air, menimbulkan percikan asap yang berpendar menyilaukan mata. Firefly meringis dan menelan ludah, tak terbayangkan apa rasanya bila cairan itu memasuki kerongkongannya.
Haze terlihat puas, saat melihat perubahan warna pada ramuannya. Melebur hingga tiada lagi. Air kembali berubah menjadi bening. Pria itu lalu menuangkan air tersebut ke dalam sebuah gelas hingga terisi separuhnya.
“Berikan padanya,” ujar Haze pada Firefly yang langsung menyambut gelas yang disodorkan ayahnya itu.
Ia melangkah masuk ke dalam kamar, di mana seorang Dromit gagah terikat di atas tempat tidur dengan mulut tersumpal. Firefly mengambil napas dalam-dalam sebelum mendekat dan duduk di salah satu sisi pembaringan.
“Arsen, aku mencintaimu,” bisik Firefly di sisi telinga pria terikat yang membelalakkan matanya itu. Dengan cekatan, Firefly mengambil sumpalan mulut Arsen, mencengkram rahangnya hingga ujung-ujung kukunya yang tajam menggores kulit kecoklatan pria yang sangat dicintai itu.
Arsen terlihat tak mampu menolak air ramuan yang dituangkan gadis yang baru dikenal itu, ke dalam mulutnya. Ia lalu terkulai lemas setelah isi gelas itu tandas.
Firefly merasa jantungnya seakan hendak lepas dari urat yang mengikatnya. Ia sangat berharap, tubuh Arsen bisa menerima ramuan itu dengan baik. Ia menatap lekat ke arah mata Arsen yang tertutup rapat dan hampir tidak sanggup menarik napas saat memperhatikan dengan seksama, bagaimana kelopak mata Dromit yang dicintainya itu bergerak-gerak sebelum kemudian ….
“Arsen!”
Mata Arsen yang terbuka berpendar, menyala semerah darah, seiring teriakan tertahan dari mulutnya. Urat-urat di lehernya terlihat tegang hingga menonjol dari permukaan kulit. Perlahan nyala di mata Arsen meredup dan menghilang, lalu menatap ke sekeliling dengan cara yang aneh, seolah ini untuk pertama kalinya. Firefly tersenyum, melepaskan ikatan yang mengikat tangan dan kaki pria pujaannya yang menatapnya penuh cinta. Mereka lalu berpelukan erat.
Haze mengintip seluruh adegan tersebut dari balik pintu kamar. Ia lalu berbalik, meletakkan pisau tajam yang urung digunakannya.(*)
Bersambung ….
Freky Mudjiono, penulis bernama sedikit ‘maskulin’ ini adalah seorang wanita kelahiran 1980. Sejak mulai serius menekuni hobinya di pertengahan tahun 2019. Ia memiliki keinginan untuk tampil keren dengan meningalkan jejak kehidupan melalui dunia literasi.
FB: Freky Mudjiono
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata