Perempuan yang Mencuri Bahagia untuk Jatuh Cinta
Oleh : Erlyna
Suara pecahan kaca itu terdengar lagi. Aku beringsut menempelkan telinga ke tembok, berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi di kamar sebelah.
Sepi.
Tidak terdengar apa-apa setelahnya. Seolah-olah penghuni kamar itu tahu aku sedang berusaha mengintip, walau hanya lewat suara.
Di luar hujan deras. Untuk mengusir bosan, kuputuskan untuk jalan-jalan sebentar. Kata orang, hujan itu menjatuhkan kenangan. Barangkali, aku akan menemukan sepotong kenangan yang pernah disembunyikan malam dari kepalaku.
Terdengar suara pintu terbuka. Perempuan penghuni kamar sebelah ternyata juga ikut keluar. Wajahnya yang bulat dengan mata besar itu menatapku.
“Mau ke mana?” tanya perempuan itu sambil membuka payung.
“Jalan-jalan.”
“Boleh ikut?”
Aku mengangguk sebagai jawaban.
Perempuan itu berjalan di belakang. Langkahnya pelan, seperti berusaha menghindari air jatuh di kakinya.
“Kamu alergi air?”
“Tidak!”
“Lalu kenapa menghindar?”
“Takut basah.”
Aku bergeming. Menatap aneh ke arah perempuan yang sudah menjadi tetangga kamar indekosku selama satu tahun. Sudah lama aku berpikir, sepertinya memang ada sesuatu yang aneh dengannya.
Aku menghentikan langkah, lalu duduk di salah satu kursi beton. Perempuan itu duduk di sampingku dengan tenang. Matanya menengadah, seperti sedang bercakap-cakap dengan hujan.
“Hey!”
Tiba-tiba perempuan itu memanggilku cukup keras.
“Hmmm?”
“Kamu tahu, gak? Aku semalam mencuri kebahagiaan dari dadamu.”
“Hah? Maksudnya?” tanyaku bingung.
“Ya, maksudnya aku mencuri kebahagiaanmu.”
Aku terdiam dengan kening berkerut. Masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan perempuan itu.
“Mencuri bagaimana maksudnya?”
“Ah, sudahlah. Intinya, kalau hari ini kamu merasa tidak bahagia, itu karena kebahagiaanmu sudah kucuri,” ucapnya sambil tertawa.
Aku mulai menerka-nerka dalam hati. Kebahagiaanku? Memangnya dia tahu apa kebahagiaanku? Dasar aneh!
Namun, mau tidak mau, pengakuannya barusan membuatku kembali memikirkan sesuatu. Aku kembali menatapnya. Kali ini perempuan itu sedang menunduk dengan mulut komat-kamit. Seperti orang sedang berdoa.
Aku mulai bangkut dari duduk. Entah kenapa, semakin lama bersamanya, semua hal semakin terasa aneh.
Tanpa diduga, ternyata perempuan itu juga ikut bangkit lalu tersenyum ke arahku.
“Hey! Kamu tahu kenapa aku mencuri kebahagiaanmu?”
“Tidak.”
“Supaya aku bisa jatuh cinta.”
“Hah?”
Aku terbelalak, lalu tertawa terbahak-bahak. Hal konyol apa lagi yang sedang dibicarakannya kali ini.
“Kamu tahu, aku selalu mencuri kebahagiaan orang lain, tapi selalu gagal. Mungkin karena kebahagiaan mereka palsu.”
“Jadi, sekarang kamu berhasil mencurinya dariku?”
“Iya!”
“Lalu ….”
Aku mematung. Kupandangi perempuan yang sedang terduduk di lantai sambil menjilati bayangan tubuhnya yang disinari lampu jalanan.
“Hei! Apa yang sedang kamu lakukan?” tanyaku.
Perempuan itu tersenyum.
“Yah, sekarang aku sedang jatuh cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan diriku sendiri.”
Aku mundur perlahan. Sepertinya, ucapan perempuan itu tempo hari yang mengaku bahwa dirinya kabur dari rumah sakit jiwa bukan bualan semata.
Purworejo, 28 April 2020
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata