Kelas Menulis Loker Kata: Nina Story (1)
Rachmawati Ash
Saat kesepian dan duduk di halaman belakang rumah, Nina mendengar suara misterius dari lubang sumur tua yang ada di sana.
Perlahan Nina bangkit dari duduknya, melihat ke arah sumur dan berusaha menangkap apa saja yang bisa memberinya petunjuk.
Suara misterius itu terdengar seperti seorang wanita berbisik memanggil namanya. Buluk kuduk Nina mulai berdiri. Matanya melirik ke kiri dan ke kanan, sepi. Nina memberanikan diri melangkah ke arah sumur, mendatangi arah suara. Rasa penasaran telah mengalahkan rasa takutnya, Batinnya bertanya siapakah orang yang memanggil namanya dengan suara mengenaskan.
Mega Yohana
Tap, tap, tap.
Suara itu lagi! Nina sedang duduk di halaman belakang rumah ketika suara langkah kaki itu mengusik telinganya.Setelah menandai halaman, gadis enam belas tahun itu menutup novel yang baru dia beli siang tadi dan bangkit untuk mencari sumber suara. Malam ini purnama bercahaya keperakan, tak ada sejumput pun awan di langit, sehingga Nina bisa membaca meski tanpa cahaya lampu atau lilin. Dia baru sampai pada bab ketiga saat suara langkah itu pertama kali terdengar. Mulanya, gadis berkepang dua itu mengabaikannya. Namun, setelah beberapa kali suara itu timbul tenggelam di antara bunyi jangkrik, mau tak mau Nina penasaran juga.
“Nek?” panggilnya lagi, tetapi hanya hening yang dia dapati. Nina tercenung. Bunyi kersik di belakangnya membuat gadis berkacamata itu menoleh. Dan, kedua matanya membelalak seketika.
Sekar Rahayu
Hari masih siang dan suasana yang senyap meningkatkan debar jantung Nina. Ia pandang lagi sumur tua di depannya dengan wajah penasaran. Suara misterius yang menarik perhatian gadis berambut keriting itu masih terdengar, seperti kekehan yang bercampur remasan plastik.
Gadis SMP itu memperhatikan sekeliling, memastikan tidak ada yang memergoki perbuatannya. Sang nenek sudah memperingatkan untuk tidak bermain di kebun belakang. Beliau bilang, tempat itu angker. Akan tetapi, Nina menjadi penasaran akan suara aneh tersebut. Dan, setelah ditelusuri, rupanya suara itu berasal dari sumur yang ada di kebun belakang.
Dersik angin yang menggoyangkan bambu menciptakan rasa tidak nyaman. Gesekan antar-batangnya menambah suasana seram yang mengikat. Nina mencondongkan diri ke lubang kering nan gelap tersebut. Ia ingin mendengar suara misterius itu dengan lebih jelas. Betul, sekarang suara itu memang terdengar lebih jelas. Akan tetapi, bukan hanya suaranya saja, kini Nina tahu sosok dari si sumber suara.
Erlyna
Nina menghentikan tangisnya saat gerimis tiba-tiba jatuh.
Dipandanginya sekitar yang mulai kabur. Tiba-tiba terdengar suara aneh yang mengagetkan. Suara yang menyerupai sebuah lagu itu berasal dari sumur tua yang sudah mati. Nina terdiam cukup lama sampai akhirnya menyadari sesuatu. Sepasang matanya membulat kaget. Dengan langkah pelan, didekatinya sumur tua yang dipenuhi tanaman rambat itu.
“Ini ….”
Sambil menatap kegelapan di bawah sana, Nina teringat kembali saat tubuhnya jatuh dan suaranya yang merdu hilang ditelan hujan.
Freky Mudjiono
Nina tengah hanyut dalam kenangannya, ketika tiba-tiba terdengar suara lirih yang cukup dekat, bulu romanya sedikit meremang. Ayunan kayu—buatan ayahnya—yang terikat ke pohon mangga, bergoyang ketika gadis bertubuh mungil itu setengah melompat meninggalkannya.
Dalam gelap, ia berjalan selangkah demi selangkah, dan suara itu terdengar semakin jelas . Gadis belia itu berhenti ketika mengenali arah tujuannya. Itu adalah sumur tua di mana ayahnya ditemukan tewas dua bulan lalu. Nina ingin berbalik menjauh. Namun, sesuatu menghentikan langkahnya.
Suara yang berasal dari dalam sumur itu terdengar seperti memohon bantuan. Untuk sesaat, Nina membayangkan ayahnya yang berteriak minta tolong, tapi tidak ada seorang pun yang datang membantu. Setengah berlari, gadis itu mendekati bibir sumur. Cahaya lampu membuat Nina bisa melihat sedikit lebih jelas. Ia terbelalak melihat sepasang mata bercahaya di dalam timba plastik yang terjuntai ke dalam sumur. Tangan mungil Nina segera menarik tali timba untuk menolong, seiring suara mengeong yang semakin kencang.
Uzwah Anna
Gadis itu menoleh ke kanan-kiri sembari mempertajam pendengarannya dan berharap bahwa apa yang baru saja tertangkap oleh telinganya sekadar suara biasa: semacam desauan angin—yang kala itu memang sedikit kencang—atau deru mesin dari pabrik gula—pabrik tua peninggalan Belanda—yang jaraknya cukup jauh dari tempatnya sekarang berdiri, mungkin. Namun, meski berusaha keras mengabaikan, ternyata lambat laun suara itu makin menarik atensi Nina. Hingga, seperti tanpa sadar, akhirnya dia tergerak melangkahkan kakinya mendekati sumber suara: sebuah sumur tua yang teRlihat angker.
Usut punya usut, konon katanya sumur itu merupakan sumur bertuah yang bisa mengabulkan berbagai macam permintaan. Sehingga banyak sekali orang, baik dari sekitar maupun dari luar daerah yang datang kemari agar diperkenankan permintaannya. Rata-rata dari mereka meminta kekayaan dan kekuasaan.
Ketika jarak Nina tinggal beberapa depa lagi dari sumur itu, tiba-tiba saja asap tebal membubung tinggi dari dalam sumur. Desauan angin makin kencang—seperti angin ribut—disertai suara guntur dan kilat petir yang menjerikan. Asap menebal. Lantas, dari lubang sumur itu keluar sesosok pria gagah perkasa tanpa kaki. Dia bersendakap. Pandangannya nyalang. Rambutnya memanjang, terurai tak beraturan. Dua buah taring menyembul di antara dua sisi bibirnya. Belum tuntas keterkejutan Nina, lantas sesosok mengerikan itu berucap, “Apa yang kau inginkan, Nona? Harta atau tahta? Aku akan mengabulkan permintaanmu, asal … kau bisa memenuhi syarat utamanya: nyawa manusia!”
Baca juga: Kelas Menulis Loker Kata: Nina Story (2)
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata