Tidak Saya Rekomendasikan The Grave of Fireflies (1988)

Tidak Saya Rekomendasikan The Grave of Fireflies (1988)

Tidak Saya Rekomendasikan The Grave of Fireflies (1988)
Oleh : Reza Agustin

Film animasi keluaran Studio Ghibli ini selalu identik dengan salah satu animasi tersedih, sukses membuat penontonnya berurai air mata. Terkecuali beberapa orang termasuk saya yang sama sekali tak meneteskan air mata sejak awal hingga akhir film. Kesan yang saya tinggalkan sehabis menonton film animasi ini adalah kesal tiada habisnya pada salah satu karakter.  Mungkin karena kekesalan saya para karakter ini membuat hati saya tebal dan kebal, sehingga tak menangis sama sekali.

Diawali dengan menyedihkan, tak ada hal manis yang disisakan film animasi ini hingga akhir. Saya jamin. Bahkan narasi yang disebutkan oleh tokoh utama dalam film ini pun sudah memberikan firasat buruk.

“Pada malam 21 September 1945, aku mati.”

Sebuah pembukaan yang cukup menyeramkan untuk sebuah film animasi. Film ini sebenarnya menceritakan penderitaan yang dialami oleh semua orang semasa Perang Dunia II. Sepasang bersaudara, Seita dan Setsuko harus menghadapi kenyataan pahit di usia yang masih begitu muda. Ibu mereka meninggal dalam pengeboman. Visualisasi ibu yang mengalami luka bakar parah dan dikubur secara massal dengan cara kremasi adalah salah satu bagian yang membuat saya merasa terganggu. Bukan dalam artian buruk, saya masih kuat melanjutkan film ini.

Singkat cerita, dua bersaudara ini pindah ke rumah bibinya. Namun, dari sini pula kemalangan mereka tak berakhir. Dengan kondisi selama masa peperangan, banyak sekolah dan pabrik hancur. Seita tak dapat membantu perekonomian bibinya sehingga sang bibi merasa terbebani dengan kehadiran Seita dan Setsuko di rumahnya. Hal sangat disayangkan adalah, keputusan Seita sebagai seorang kakak. Tak ingin bekerja sama dengan bibinya, Seita justru memilih meninggalkan rumah sang bibi karena tak tahan dengan perlakuan kurang menyenangkan sang bibi.

Dari sinilah segala hal menyedihkan mulai berdatangan, Setsuko kecil yang sakit, Seita yang harus hidup sebagai pencuri, dan segala puncak kesedihan itu tentu saja kematian. Bayangkan saja betapa sakitnya hatimu saat membakar jasad adikmu sendiri atau ketika menyadari ayahmu tak akan pernah kembali dari medan perang.

Tokoh yang membuat saya kesal dari pertengahan sampai akhir adalah sang kakak. Ia egois. Bukan hanya saya saja yang beranggapan demikian. Ialah yang dijadikan kambing hitam atas nasib tragis yang menimpa Setsuko kecil yang malang. Padahal Setsuko adalah tokoh yang paling membius dalam cerita ini. Setsuko polos, menurut saja pada kakaknya tanpa memiliki firasat buruk. Ia begitu polos, lugu . Khas anak kecil seusianya.

Jika para pembaca memang berkenan menonton film ini, saya sudah peringatkan bahwa tak ada hal manis yang bertahan hingga akhir cerita. Semua yang tersisa dalam film ini adalah kepedihan. Mungkin juga film ini memang sengaja mengingatkan para penonton betapa pedihnya kehidupan di masa perang. Tak ada yang bahagia semasa perang, bahkan orang kaya sekalipun. Seita dan Setsuko berasal dari keluarga yang cukup berada menurut saya, ayahnya saja seorang kapten di angkatan laut. Mereka setidaknya pernah merasakan gaya hidup yang cukup mewah jika dibandingkan anak-anak lain seumuran mereka.

Namun, memang. Kekejaman perang tak pandang bulu. Itulah inti dari film ini, bahwa selamanya perang hanya akan meninggalkan kepedihan. Film animasi ini pun diakhiri dengan sosok “ghaib” Seita dan Setsuko memandang kota di tahun 1988 yang megah. Dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit yang menyala-nyala, seolah ingin menikmati apa yang tak sempat mereka nikmati di masa lalu karena perang itu sendiri.

Sungguh, film ini tak akan saya rekomendasikan bagi mereka yang memiliki hati lembut. Hanya akan menyisakan jejak tangis di pipi dari awal sampai akhir dan wajah bengkak. Namun, jika kalian benar-benar memiliki hati baja, silakan resapi dalam-dalam bagaimana animasi ini akan membuat kalian mendoakan pahlawan yang telah gugur di masa lalu.

Reza Agustin, Facebook: Reza Agustin, Instagram: @reza_minnie.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply