Benyamin Biang Kerok, Mengisi Waktu Luang Selama #Dirumahaja
Oleh: Uzwah Anna
Sudah tak diragukan lagi, Falcon Pictures memang sangat jeli menangkap peluang di tengah maraknya covid-19. Di saat semakin menurunnya orang-orang yang berkunjung ke bioskob karena kampanye #Dirumahaja, pihak Falcon justru menayangkan film-film jadul yang akhir-akhir ini sudah sangat sulit ditemukan dalam bentuk utuh sebagai sebuah film. Seumpama ada, hanya sekadar potongan-potongan beberapa scene, atau film yang ada awalnya tapi tak jelas bagaimana ending-nya (karena terpotong begitu saja), kadang juga ada beberapa channel yang menyediakan utuh dalam satu film, tapi suaranya ancur banget, annoying, gambarnya blur, atau bisa dilihat hanya setengah layar dengan background anjing, kucing, bunga-bunga atau apa saja yang tak selaras dengan film dan hanya bikin mata kelilipan.
Menyelam sambil minum, merupakan ungkapan yang sangat cocok untuk pihak Falcon saat ini. Kenapa? Sebab, selain bisa mengikis rasa bosan masyarakat lantaran ruang lingkup kita sekarang hanya #Dirumahaja, ternyata juga mengahapus dahaga para penonton pada film-film lawas yang sudah sangat jarang tayang di layar televisi. Selain itu, Falcon mengiklankan film-film barunya lewat beberapa pariwara di sela-sela film, sekaligus mempromosikan aplikasi KlikFilm, sebuah layanan stereaming Movie yang memberikan pengalaman menonton ratusan film Box Office Indonesia—mungkin juga bisa mendapat adSense yang lumayan jika penontonnya membeludak.
Pada tanggal 28 Maret lalu, Falcon Pictures meng-upload beberapa film jadul yang telah direstorasi dan dibintangi oleh aktor-aktor legendaris: Benyamin Sueb dan Warkop DKI. Banyak netizen yang berterima kasih pada pihak Falcon karena bersedia menayangkan film antik ini untuk ditonton kembali di YouTube, salah satu media sosial yang sangat mudah untuk diakses oleh berbagai macam lapisan masyarakat.
Terima kasih Falcon ….
Sebenarnya selain ingin berterima kasih pada Falcon Pictures, di sini aku juga ingin memberi sedikit sinopsis dari film Benyamin Biang Kerok ini. Oke, tanpa berpanjang lebar, mari segera dimulai sinopsisnya!
Pengki merupakan seorang sopir yang dikaruniai dengan segudang akal bulus demi memuaskan keinginannya. Kesehariannya selalu berbuat onar. Dia seperti ular: licin dan lihai sekali mempermainkan bosnya.
Johan merupakan seorang bos besar di suatu perusahaan yang memiliki banyak karyawan. Namun, pembawaannya yang tegas dan sangat dihormati oleh para pegawainya di kantor tak selaras dengan keadaannya ketika berada di rumah. Posisi yang dia emban sebagai menantu orang kaya, membuat Johan merasa selalu ditindas oleh ibu mertua dan istrinya. Setiap hari dia mesti kerja banting tulang. Namun, ketika gajihan, uang hasil dia bekerja langsung disabet oleh sang mertua. Ibu dari istrinya ini sangat mendominasi di dalam urusan rumah tangga putri dan menantunya. Dia—si ibu mertua–mengatur dan menjatah semua pengeluaran dalam rumah tangga. Bahkan, Johan hanya dijatah beberapa rupiah saja dalam sebulan. Johan kesal dengan tindakan sang ibu mertua. Ia merasa bahwa dirinya hanya dijadikan sebagai ‘sapi perahan.’ Tidak terima dengan sikap Johan, Ibu mertua dan istrinya—Norma—marah-marah sembari melempar beberapa barang ke arah pria malang itu.
Bukannya prihatin pada tuannya, Pengki justru menikmati ‘pertunjukan’ ketika sang tuan dihujat habis-habisan oleh nyonya besar—mertua Johan—dan Norma. Dia seperti sedang menonton lelucon setelah menyopiri Johan pulang dari kantor. Tetapi, karena kian lama keributan kian tak terkendali. Akhirnya si Pengki tertarik untuk menghampiri ketiganya. Melihat lebih dekat, sebenarnya apa yang sedang terjadi.
Best moment!
Ketika Norma melempar kue bolu yang penuh krim—semacam kue tart—ke arah Johan, tiba-tiba saja kue tersebut mendarat di wajah Pengki. Pengki berpura-pura kesakitan. Dia berteriak menyebut-nyebut polisi. Karena panik, akhirnya Norma dan ibunya memberikan uang damai pada Pengki—padahal sejatinya uang itu merupakan jatah uang saku bulanan Johan.
Pengki untung, Johan buntung!
Malam harinya, Pengki menggunakan uang hasil memeras majikannya itu untuk bertemu dengan Ina, wanita cantik yang membuat Pengki jatuh hati padanya. Kepada Ina, Pengki mengaku bernama ‘Johan Junior’—nama bosnya—dan mengklaim dirinya sebagai direktur PT. ANGIN RIBUT. Untuk memperkuat penyamarannya, si sopir songong ini menggunakan mobil, jas, serta cerutu milik Johan sebagai pelengkap agar dirinya benar-benar dianggap sebagai orang kaya.
Pengki juga tak segan menjual dongkrak demi membeli bensin dan berpura-pura bahwa mobil yang biasa dia kemudikan mogok dia tengah jalan—saat itu dia tengah mengantar nyonya besar dan Norma ke luar kota—dan bilang bahwa mobil tersebut harus segera diperbaiki, padahal sejatinya hal itu merupakan akal-akalanya semata. Karena merasa urusannya sangat penting, maka mertua dan istri Joni terpaksa menumpuang sebuah truk demi tiba di tempat tujuan. Dan … bisa ditebak, ‘kan apa yang terjadi selanjutnya? Betul! Pengki girang bukan main karena urung mengantar nyonya besar yang bawelnya nggak ketulungan. Alhasil, dia joget-joget di tengah jalan demi merayakan ‘kemenangannya.’
Kalian pasti pernah dengar cerita si Kancil, ‘kan?
Yups!
Pengki tak ubahnya seperti si Kancil yang cerdik, licik, dan selalu memiliki sejuta ide brilian untuk segala permasalahannya. Ketika dia butuh uang—karena Ina bilang ingin membeli sawah dan kerbau di kampung—si sopir kurang ajar ini berpura-pura menjadi hantu untuk kembali memeras majikannya. Dia meloncat-loncat, menampakkan diri sebagai pocong ketika ketiga majikannya makan malam, sampai mertua Johan kencing di tempat dan pingsan. Selain memeras, hal ini dia lakukan lantaran ingin menghilangkan barang bukti berupa selendang berwarna merah muda yang tak sengaja Ina tinggalkan di kursi ruang tamu waktu berkunjung ke rumah Johan.
Pengki mengatakan bahwa di rumah majikannya itu banyak hantunya. Lantas dia menawarkan diri untuk mengusir hantu-hantu itu dengan cara merapal mantra seperti dukun dan membuang selendang merah muda—milik Ina–itu ke kali. Lalu dia berkata bahwa, “Si setan mengajukan syarat agar diberi uang biar bisa pergi.”
Lantaran merasa tersudut, akhirnya dengan muka masam si nyonya besar bersedia menyerahkan sejumlah uang asal setan itu segera pergi.
Di lain waktu, Pengki juga sering melakukan ‘penyedotan oli’ dari mobil majikannya untuk ditukar dengan beberapa lembar rupiah. Di saat yang sama, matanya yang jelalatan melihat seorang janda kembang sedang lewat di samping mobil yang sedang disedot olinya. Dia tertarik pada perempuan bernama Mira, janda muda yang baru bercerai dua minggu lalu itu. Maka tanpa pikir panjang, dia mendatangi rumah Mira setelah meminta alamat pada pemilik depot oli yang sudah menjadi langganan penyedot oli itu. Lagi-lagi, Pengki berlagak menjadi orang kaya. Dia merapikan pakaiannya, mengenakan dasi dan jas milik Johan serta mengisap cerutu—juga milik Johan.
Pucuk dicinta ulam pun tiba!
Ternyata Mira juga suka dengan Pengki, pria yang baru saja dikenalnya. Wanita itu terbuai oleh bualan si sopir tukang bohong itu. Pengki kembali mengubah namanya. Dia mengaku bernama Freky Johansyah, pemiliki perusahaan ekspor-impor yang saat ini tengah mencari alamat seseorang yang akan menjual pabrik dan tanahnya pada Freky. Malamnya, dihari yang sama, pengki atau Freky mengajak kencan Mira menggunakan Mercedes milik Johan. Padahal di waktu yang sama, Johan beserta istri dan Ibu mertuanya juga ingin pergi menghadiri suatu acara. Saking lamanya menunggu kedatangan Pengki—yang tadi sore pamit pergi ke bengkel– ketiganya sampai ketiduran di ruang tamu.
Besok paginya, Pengki kembali disemprot oleh para majikannya. Namun seperti biasa, dia memiliki sejuta alasan untuk ngeles. Pengki bilang bahwa kemarin malam dirinya sudah datang dari sore. Tetapi karena Johan, Norma, dan si nenek-nenek bawel—ibu mertua Johan—sudah terlelap, jadi dia membiarkan mereka bertiga tetap tidur hingga pagi.
Tentu saja ketiga majikannya tak memercayainya. Ia justru mendapat lebih banyak omelan. Memang dasar si Pengki kupingnya tebal, omelan-omelan itu tak membuatnya jera. Baginya, semua kata-kata pedas dari majikannya hanya numpang lewat di telinga: masuk kuping kanan, keluar dari kuping kiri.
Sesederhana itu!
Selain licik, Pengki juga ceroboh. Dia lupa tak mengambil sebuah potret Mira yang disimpan di saku jas milik Johan. Akibatnya, hal itu membuat rumah tangga Johan dan Norma hampir berantakan. Apesnya lagi, ternyata Mira berkunjung ke kantor Johan untuk bertemu Pengky/Freky Johansyah—direktur kantor. Karena Johan—yang asli–sedang rapat, maka salah satu pegawai Johan menyarankan agar Mira berkunjung saja ke rumah Johan.
Mira berkunjung ke rumah Johan bersama kakeknya. Namun, sebelum cucu dan kakek ini tiba, ternyata Ina—pacar pertama Pengki—juga telah datang bersama seorang dukun yang ingin menyembuhkan mertua Johan—Pengki mengaku bahwa dia memiliki seorang ibu yang kadang gila. Yang dia anggap ibu di sini merupakan ibunya Norma atau mertua Johan. Oleh sebab itu, Ina datang membawa dukun dengan maksud menyembuhkan penyakit gila ibu Pengki.
Kehadiran Ina dan Mila menyingkap semua tabir penipuan dilakukan oleh Pengki. Dari sinilah terungkap bahwa selama ini kerjaan Pengky selalu bikin onar. Tanpa ba bi bu, detik itu juga Pengki dipecat. Selain mendapat kecaman, dia juga dilempari sepatu dan sandal.
Dasar si Pengki, dalam keadaan semcam itu, dia masih bisa menoleh ke belakang beberapa kali sembari menepuk-nepuk bokong dan menjulurkan lidah pada mantan majikannya. Dia mengejek mereka sepuas hati.
Well, di tengah pandemik covid-19 yang cukup bikin panik dan bosan setengah mampus ini—karena menuruti himbauan #Dirumahaja demi menghambat sebaran corona—ternyata ada banyak hikmah yang mesti disyukuri. Pertama: waktu berkumpul dengan keluarga semakin panjang. Kedua: jalanan yang sepi, membuat udara di perkotaan–terutama Jakarta–sedikit lebih segar—karena berkurangnya jumlah polusi kendaraan bermotor dan asap pembuangan dari pabrik dan semacamnya. Ketiga: masyarakat semakin peduli mengenai pentingnya menjaga kebersihan—tak bisa dipungkiri sekarang kita semua semakin sering mencuci tangan dan mempraktikkan adab yang benar ketika bersin dan batuk. Dan banyak hikmah lainnya, termasuk wasting time untuk sekadar goleran dan mantengin layar hengpon: nonton film, terutama film-film jadul seperti Benyamin Biang kerok ini.
Tanpa mengurangi rasa hormat pada semua pihak terkait, di sini aku ingin berempati dan mengucapkan turut berbela sungkawa pada korban covid-19, semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Serta berterima kasih pada pihak medis, pemerintah, dan seluruh lapisan masyakat yang telah berdonasi dan saling memberi dukungan demi terputusnya sebaran virus corona ini. Harapanku, harapan mereka, dan harapan kita semua semoga covid-19 segera bisa teratasi. Sehingga semuanya bisa berjalan seperti sedia kala. Amin …. (*)
Minggu, 05 April 2020
Uzwah Anna lahir, tumbuh, dan besar di pelosok kampung, di Kabupaten Malang. Penyuka warna hitam, biru, dan hijau. Juga … suka semilir angin, kudapan pemanja lidah, dan wangi mekar bebungaan. Fans berat Werkudoro beserta ketiga putranya: Ontorejo, Gatotkoco, dan Ontoseno.
FB: Uzwah Anna
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata