The Shadows

The Shadows

The Shadows
Oleh : Ning Kurniati

Bayangan bocah-bocah kecil itu mulai sering timbul kembali akhir-akhir ini. Semakin ke sini semakin aku tidak mengerti apakah ingatan itu adalah masa kecil yang terlupakan atau bekas-bekas mimpi yang menyambangi kepalaku, atau  ….  Kadang-kadang pada suatu saat ia begitu jelas kurasakan bahwa merupakan masa lampau dan aku menjadi pelakon di sana, tetapi pernah juga aku merasa menjadi penonton yang mengamati gerak-gerik mereka dari kejauhan. Pikiran-pikiran ini begitu mengganggu terlebih di saat seharusnya aku fokus pada suatu hal, tetapi malah ia terlintas dan buyarlah segala yang ada dalam kepala. Kejadian itu tidak hanya terjadi satu sampai lima kali dalam sehari, pernah mencapai lima belas sampai dua puluh kali, hingga akhirnya aku meninggalkan kampus selama seminggu tanpa memberitahu siapa-siapa.

*

Seorang bocah laki-laki bermain dengan dua bocah perempuan. Mereka terihat sepantaran dari tinggi badannya. Masing-masing berambut lurus, bercelana selutut, menggunakan kaus yang sama, yang membedakan mereka adalah rambut kedua anak perempuan itu, panjang dan diikat ekor kuda.

Mereka bermain apa saja, kadang main bola, main kelereng, dan petak umpet. Mainnya pun tidak jauh, kalau tidak di lapangan kecil itu maka di sebuah rumah dengan perkakas yang semuanya serba klasik, seperti daun pintu yang diberi ukiran berkelok-kelok, meja dan kursi kayu di ruang tengah, dan di sepanjang dinding rumah berderet foto dalam berbagai ukuran bingkai, namun satu pun tidak ada yang jelas bisa kutangkap, lalu semuanya menghamblur dan kesadaranku kembali.

Seperti biasa bila habis disambangi oleh bayang-bayang itu, perasaanku akan kacau sekali, beberapa kali juga aku sampai menangis, ada banyak rasa yang dimasukkan ke dalam diriku, sehingga aku kadang sulit menerka, perasaanku yang sebenarnya yang mana, atau jangan-jangan aku sudah menyatu dengan kesedihan di sana, padahal yang terbayang adalah anak-anak sedang bermain dan tampak riang. Kenapa yang kurasakan justru kesedihan?

*

Selama seminggu itu sebenarnya aku tidak ke mana-mana, hanya tinggal di rumah, makan, minum, tidur dan sesekali membaca buku yang sebenarnya sangat tidak menarik minatku. Di sela-selanya, aku membongkar barang-barang yang ditinggalkan Andi—kakakku—membuang yang tidak bermanfaat bila tetap dipertahankan, menyimpan barang-barang yang sekiranya bisa mengingatkan tentangnya, yang akan membangkitkan masa-masa yang kami lewati, sehingga—kuharap—dia bisa kuanggap masih ada di dunia ini, hanya saja kami berjauhan. Harapan yang sia-sia, meski begitu aku tetap memupuknya dengan melihat-lihat ke kamarnya bila rindu itu merayap di jantungku, membuat detaknya lebih cepat, dan air mata akan menyapu debu-debu di wajahku.

Ketika duduk berdiam diri di rumah, sendiri tanpa ada bunyi-bunyian dari serangga, benar-benar kurasakan bahwa di  dunia ini aku benar-benar sendirian, tidak ada tempat yang bisa kudatangi sekadar untuk menumpahkan keluh kesah, untuk berbagi kebahagian yang diberikan Tuhan kepadaku, atau sekadar celotehan tidak jelas tentang tayangan televisi, artis-artis yang sedang naik daun, ataupun tentang hal nyeleneh yang sedang trend.

Bila seperti itu, seperti ular yang merayap, bayang-bayang itu akan datang, mulanya samar perlahan-lahan menjadi jelas, aku larut, terbawa, tenggelam ke dalamnya, serasa diriku bepindah tempat, ditarik dengan lembut, dibuat nyaman dan dimulailah permainannya, tanpa aku bisa keluar, bila bayang itu sendiri tidak mengizinkan, hanya ketika air mataku meleleh dalam jangka waktu yang lama, aku seolah disentak, bayangan menghamblur dan kesadaranku kembali.

Pagi sudah tiba, kicau burung berlomba-lomba, aku tidak tahu berapa lama aku tenggelam ke dalam sana, tetapi karena bumi terus berputar maka aku pun harus memutarinya, sampai waktuku itu tiba, dalam bayangan bayang-bayang.(*)

 

Ning Kurniati, perempuan dengan mimpi yang terus bertambah-tambah. Dapat dihubungi melalui link bit.ly/AkunNing.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply