Monster dan Misteri
Oleh : Imas Hanifah N.
Kevin selalu bertanya kepada ayahnya tentang keberadaan sang ibu. Namun, ia tak pernah mendapatkan jawaban yang meyakinkan.
“Ayah, sekarang, Ibu di mana?” tanya Kevin di suatu malam, ketika kebetulan ayahnya mengambil cuti lumayan lama. Sang ayah dengan telaten menemani Kevin seharian. Bahkan, menjelang tidur.
“Ibu sedang pergi ke suatu tempat.”
“Iya, ke mana?”
“Ke suatu tempat saja. Sudahlah, lupakan. Sampai mana ceritanya, tadi?”
Kevin membuka halaman berikutnya. Buku cerita favorit. Tentang monster yang berubah dari jahat menjadi baik. Buku cerita itu dulu sering dibacakan oleh ibunya. Teramat sering, setiap malam. Kevin tak pernah ingin dibacakan cerita lain. Karena cerita itulah, ia merasa bahwa sang ibu selalu ada di dekatnya.
“Sampai di sini. Saat si monster berubah menjadi baik,” ujar Kevin sambil menunjuk gambar monster.
“Oke, kita baca selanjutnya.”
Setelah itu, Kevin mulai mengantuk. Ia bahkan tak ingat apakah ayahnya benar-benar membaca cerita itu sampai selesai, atau tidak.
***
Ada hawa dingin yang tiba-tiba membuat Kevin menarik selimutnya. Anak itu yakin, bahwa ini masih terlalu pagi untuk bangun dan pergi sarapan.
Beberapa saat kemudian, hawa dingin kembali menyergap. Ada yang tak biasa. Sepasang tangan menarik selimut Kevin dari tadi, berkali-kali. Dengan kesadaran yang masih belum penuh, Kevin membenarkan selimutnya. Akan tetapi, tangan itu terus berulah. Kevin tersadar. Ia bangun dan menyalakan lampu. Namun, tak ada siapa pun.
Sampai kemudian, ia mendongak dan pandangannya terarah ke atas lemari. Demi melihat mahluk itu, Kevin terdiam.
“Apa kau si monster?” tanya Kevin. Anak itu tak terlalu kaget. Wujud sang makhluk persis seperti yang digambarkan dalam buku cerita. Berwajah buruk dan berwarna cokelat. Monster itu turun dan terlihatlah bahwa ia sama tingginya dengan ayah Kevin. Hanya saja, lebih gendut. Wajah monster itu rusak dan kulitnya bergerombol. Matanya hitam dan terus mengeluarkan suara tak jelas.
Kevin hendak keluar dan mengadu pada ayahnya. Namun, tak jadi ketika si monster berjalan ke arah figura foto dan menunjuk potret sang ibu di sana.
“Kau tau ibuku?”
Monster itu mengangguk.
“Kau tahu di mana dia sekarang?”
Monster mengangguk lagi.
“Di mana?”
Monster menunjuk ke bawah. Kevin merasa heran.
“Di bawah sini?” tanya Kevin.
Monster bersuara. Kali ini lebih keras. Seperti suara erangan.
“Baiklah, apa rumahku punya ruang bawah tanah?”
Monster mengangguk cepat. Kevin bersemangat.
“Ini akan jadi petualangan seru!”
Monster menggeleng. Kevin tidak tahu, bahwa apa yang mungkin akan ia temukan di bawah sana adalah hal paling mengerikan.
Dari bawah, terdengar seseorang menaiki tangga. Kevin berseru tertahan, “Ayahku!”
Dalam sekejap, bahkan tanpa disadari oleh Kevin, Monster itu sudah hilang. Entah ke mana perginya.
“Kevin, turun ke bawah. Kita sarapan.”
Kevin menjawab dengan anggukan. Ayahnya menatap Kevin heran. “Apa semalam tidur nyenyak?”
“Ya, aku tidur dengan nyenyak.”
“Baiklah, ayo turun.”
Ada suara mendesis di bawah kolong ranjang. Kevin mengerti, itu mungkin si monster.
***
Setelah sarapan, ia bergegas kembali ke kamar. Sang ayah pergi bekerja dan Nenek yang selalu menjaganya sedang ada urusan ke rumah tetangga. Jadilah, Kevin merasa leluasa. Sama halnya dengan Monster itu. Mereka berdua mencari ruang bawah tanah.
Monster itu menuntun Kevin dan dengan mudah menemukan ruang bawah tanah yang dimaksud. Ruang bawah tanah itu tersembunyi sekali dan sangat sempit. Ketika Kevin tiba, ia mendengar suara jeritan yang memekakkan telinga.
“Apa itu monster juga? Apa itu temanmu?” tanya Kevin. Monster menggeleng.
Kevin mendekat. Ia melihat seorang perempuan dengan wajah penuh sayatan berteriak-teriak. Kedua tangannya terikat. Jantung Kevin bergemuruh ketika ia sadar bahwa perempuan itu adalah ibunya sendiri. Ibunya yang sangat ia rindukan.
“Ibu?” suara Kevin bergetar. Saat ia hampir menyentuh perempuan tersebut, suara sang nenek terdengar. Monster menarik Kevin keluar. Tepat ketika mata Kevin dan ibunya bertemu, ibunya tersenyum. Meskipun darah masih mengucur dari pipi dan matanya.
***
“Ayah, kenapa Ibu dikurung di bawah tanah?”
Pertanyaan Kevin membuat sang ayah terkejut. “Apa maksudmu, Sayang?”
“Kenapa Ibu dikurung di bawah?”
“Tunggu, kau baru saja bermimpi atau apa?”
Kevin menggeleng dan mulai menangis. “Ayah, percayalah, kita harus menolong Ibu ….”
“Kevin, dengarlah. Ini tidak masuk akal. Semua yang kamu katakan tidaklah benar.”
“Ayah, aku berjanji akan memakan banyak brokoli dan wortel jika Ayah mau pergi denganku ke bawah.”
Sang ayah memijit kepalanya. Ada pening yang mulai menyerang. Jika ini adalah sebuah permainan yang mungkin sedang populer di kalangan anak-anak, ia berpikir untuk mengikutinya.
“Baiklah, mari ke bawah.”
Sang ayah mengikuti Kevin. Suasana menjelang petang tidaklah ramai. Ayahnya sangat malas untuk pergi ke luar.
Kevin membuka pintu menuju ruang bawah tanah. Sang ayah terkejut. Ia tak pernah tahu ada pintu menuju ruangan lain.
“Ayah, aku melihat Ibu di sini.”
Sang ayah tak melihat apa pun. Kecuali gundukan tanah. Ditambah, hawa dingin yang menusuk. Ada yang tak beres, ia dapat merasakan keanehan.
“Tunggu di sini sebentar, Ayah akan kembali.”
Kevin mengangguk.
Tak berapa lama, ayahnya datang membawa cangkul. Kevin disuruh mundur. Kemudian, sang ayah mulai menggali.
Sedikit demi sedikit, sampai akhirnya sang ayah tersentak ketika melihat sebuah kalung. Kalung yang sama persis dimiliki oleh perempuan yang sangat ia cintai. Perempuan yang telah dianggapnya hilang dua tahun lalu. Berjuta kemungkinan buruk berseliweran di dalam kepala ayah Kevin. Mungkinkah, pernah terjadi pembunuhan di rumahnya sendiri?
“Ayah?” Kevin menatap sang ayah dengan mata yang mulai berair.
“Pergi ke rumah dan suruh Nenek ke sini. Setelah itu, kau bisa kembali ke kamar.”
Kevin mengangguk.
Beberapa menit kemudian, suara mobil polisi terdengar. Kevin hanya menangis di kamar. Monster juga meringkuk sedih di bawah kolong ranjang.
***
Kevin akhirnya pindah rumah. Neneknya juga ikut. Ayah Kevin berharap banyak bahwa kepindahannya ke daerah perkotaan, mampu membuat Kevin kembali ceria. Karena setelah kejadian penemuan mayat sang ibu, Kevin menjadi pemurung.
Di suatu malam, sang ayah bertanya kepada Kevin dengan hati-hati. Ia tak pernah ingin membahas hal-hal menyakitkan. Namun, Ayah Kevin masih penasaran.
“Kevin, ayah ingin tahu. Begini ….”
Melihat ayahnya gelisah, Kevin berkata, “Tak apa, tanyakan saja.”
“Tahu dari mana tentang Ibu ada di bawah tanah?”
“Dari monster,” jawab Kevin pendek.
Ayahnya menarik napas. Lagi-lagi, ini pernyataan yang sulit dicerna.
“Monster apa?”
“Monster di dalam buku.”
Kevin mengatakannya dengan malas dan langsung menarik selimut. Sementara ayahnya masih kebingungan. Ayah Kevin teringat tentang buku cerita si monster yang berubah jadi baik. Tepat di sebelah lampu tidur, buku itu tergeletak. Ayah Kevin meraihnya.
Ia membuka halaman demi halaman. Terus membuka dan membolak-balik bukunya dengan cepat. Ada yang aneh. Ada yang hilang.
Di dalam buku cerita itu, tak ada lagi gambar monster. Monsternya seakan sudah meloncat dari dalam buku. Ayah Kevin tidak percaya dengan kenyataan ini. Ia memutuskan untuk meneguk segelas es jeruk demi menyegarkan pikirannya. Meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini hanyalah lelucon. Mungkin saja, itu buku cerita yang berbeda.
Sementara itu, di rumah lama Kevin, si monster masih meringkuk di bawah kolong ranjang. Sendirian.
Tasikmalaya, 2019
Imas Hanifah Nurhasanah. Wanita kelahiran 22 tahun silam ini bercita-cita menjadi penulis sejak kecil. Ia juga menyukai jus alpukat, kucing dan kelinci. Ia bisa dihubungi via sosial media di facebook: Imas Hanifah N atau Ig: @hanifah_bidam.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata