Bukan hanya Ethan, pria pertama yang berdiri di atas jembatan gantung. Menggantung ajalnya di atas arus besar dan batuan terjal. Berpikir dangkal, bahwa kehidupan hanya stuck di dalam kehidupan percintaan dan mendapatkan hati Bella Swan.
Bella Swan?
Dia sudah punya Edward Cullen.
Dan ia takut digigit siluman vampir itu, oke.
Tidak. Bukan itu yang dipikirkan Ethan. Seumur hidupnya, belum pernah ada hal receh yang mampu membuatnya bungkam, mendesah napas lelah, dan badannya bergemeletak remuk, mendadak lemas, seolah-olah Gunung Alpen sedang dibebankan di atas pundaknya.
Lubang kematian di hadapannya, tak lebih menganga daripada lubang di dada. Yang sayangnya, tak membuatnya mati dan terlihat layaknya habis ditembak hingga berlubang, atau dihunjam dengan pedang. Lubang yang tak dapat diobati, atau ditutupi kekuatan medis maupun magis.
“Bukan salahku,” gumamnya pada diri sendiri.
Angin berkesiur pelan, mengibarkan rambutnya yang semakin panjang. Dari pipi hingga dagunya mulai menghitam ditumbuhi cambang.
“Sedang apa Kak Ethan di sini?”
Ethan menoleh ke arah datangnya suara. Dia … tersenyum sampai hati, seolah-olah semua adalah lelucon di bulan April. Ethan mendesah. Lagi, senyum itu mengganggunya. Seolah-olah tak ada yang lebih membahagiakannya dibandingkan hari ini.
Kakinya bergerak ringan, gerakan tangan menyampir anak rambut nakal auburn-nya ke belakang telinga, bibirnya menyungging senyum yang menyakiti Ethan.
Ethan tak berkedip, ia telah lama menanti ramuan memabukkan di hadapannya, zat adiktif, obat tidur, pelakon utama dalam mimpi-mimpinya. Dan ia harap, ini bukan hanya sekadar halusinasi.
“Kapan Kakak akan kembali?”
Ethan mengamati, menghirup setiap detail kecantikan, suara, aroma, aura, gelagat, setiap detik kehadiran sang dewi yang telah lama ia nanti.
Ini nyata.
Ethan tak menjawab. Gadis itu menatapnya, dan dalam sekejap semua tertulis dari matanya, aku tak pernah ingin kembali. Senyum itu berbalut kegetiran sekarang.
Gadis pemilik hati yang rapuh menggigit bibir dalamnya.
Ethan menegakkan diri sekaku papan, memapah tangannya menggapai sejenis yang lebih mungil dari miliknya.
Adelle terkesiap. Gadis itu tertunduk. Ethan tak juga melepaskan genggamannya.
“Aku adikmu,” ujarnya lirih.
Ethan menegang, meremas jemari lembut pemilik hatinya.
“Bukan salahku, untuk jatuh terlebih dulu sebelum tahu kebenarannya.”
“Kau tak benar-benar mencintaiku, Kak. Itu hanya karena kau sudah merasakan ikatan, bahkan sebelum kau tahu.”
Dia menahan napas ketika mengatakan bait yang harusnya sejak awal ia jelaskan, sebelum berujung semakin jauh.
Ethan memandang sendu. “Aku mencintaimu.”
Ethan memegang kuat. Adelle mulai menangis. Beberapa kali ia hentakkan tangannya, genggaman tak juga terlepas.
“Ini tidak benar ….”
“Aku tidak bisa!”
Ethan meraih dia dalam dekapan. “Aku mencintaimu, Adelle.”
Gadis itu tergugu, histeris di pundak penopang Gunung Alpen. Ethan melepaskan dekapan. Ibu jarinya menelusuri pipi ranum Adelle, menyampir rambut yang berjatuhan ke belakang telinga. Tatapan beku didapatnya, buraian napas menerpa wajah, sorot terpaku, menekan afeksi dalam helaan napas.
Habis sudah. Pertahanannya runtuh. Ia tahu semua takkan lagi sama.
Adelle mendorongnya menjauh, melangkah pergi, meninggalkan harapan untuk kembali, untuk sesuatu yang tak mungkin terjadi.
Dan kini, Ethan kehilangan dua hal, cintanya dan adiknya.
“Bukan salahku untuk mencintaimu.”
Ia memaksa, meski tahu darah mereka nyatanya sama.
Seandainya ia tak tahu. Seandainya hari itu ia tak pergi ke rumahnya dan menemui orangtuanya. Andai sejak ia tahu, ia tetap bersikeras mempertahankan egonya. Nyatanya, penghalang telah tercipta, terlarang, bahkan sebelum mereka mulai menghirup napas kehidupan pertama kali.
Takdir sekonyong-konyong membawa kebahagiaan sesaat mereka dan menghempasnya dalam satu kebenaran pahit. Mereka besaudara.
***
Heuladienacie, seorang penulis amatir yang masih terus belajar mengembangkan tulisannya. Pernah beberapa kali tergabung dalam beberapa antologi. Wanita 23 tahun penyuka cokelat dan kucing ini bisa ditemui di akun Line, Ig, Wattpad: @heuladienacie
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata