Tanya Bapak

Tanya Bapak

Tanya Bapak

Oleh : J Maulana

Namanya Nurmala, Perempuan yang kini sedang dipandangi oleh satu-dua orang yang berada di halte itu. Selain dirinya yang memiliki kekurangan fisik, Nurmala juga membawa anak laki-laki berusia tujuh tahun yang memanggilnya mama di usia yang sangat muda.

Kejadiannya delapan tahun lalu, ketika Nurmala berusia lima belas tahun. Ketika itu dirinya pulang malam setelah  bekerja di salah satu toko di desanya. Malam itu Nurmala berjalan menuju rumahnya yang berada di gang sempit sendirian. Kemudian di tengah perjalanan, dia dihadang oleh seorang laki-laki yang tidak dia kenal. Nurmala disekap, kemudian dibawa oleh laki-laki itu ke dalam sebuah bangunan yang sudah tidak terpakai. Nurmala berusaha melawan namun tenaganya kalah dengan laki-laki itu. Selanjutnya Nurmala tidak begitu ingat kejadiannya karena dirinya tak sadarkan diri setelah dipukul oleh laki-laki itu. Paginya ketika Nurmala sadar, dia tahu bahwa kehormatannya telah terenggut.

Nurmala tahu siapa yang mengambil kehormatannya. Dia memang tidak mengenalnya, namun Nurmala mengingat wajah laki-laki itu. Dia melahirkan sepuluh bulan kemudian. Ditemani neneknya, dia pergi ke tempat praktik bidan terdekat. Sembilan bulan mengandung tanpa suami membuat Nurmala menjadi cemoohan para tetangganya. Mengira Nurmala perempuan yang tidak  benar, bekerja di malam hari kemudian mengandung tanpa suami.

Tetangganya tidak pernah tahu bahwa hanya toko itu yang mau menerima gadis cacat seperti Nurmala bekerja. Neneknya sudah usia senja, tidak mampu lagi bekerja membiayai Nurmala sekolah, untuk makan pun Neneknya hanya membantu tetangganya memisahkan sampah untuk didaur ulang atau dijual kembali. Nurmala tahu itu, sehingga dia tak pernah mengeluh ketika tetangganya menghinanya.

Nurmala memang hanya tinggal bersama neneknya. Ibu dan bapaknya sudah meninggal sejak Nurmala masih kecil, keduanya terserang penyakit. Kurangnya biaya membuat orangtuanya meninggal sebelum sempat dibawa berobat. Nurmala pun begitu, ketika lahir dia normal, namun ketika usianya tiga tahun dia tertabrak sepeda motor ketika sedang bermain. Sejak saat itu jalannya menjadi pincang. Menurut perkiraan teman Nurmala yang sekolah di kota, tulang pada kaki Nurmala ada yang retak sehingga Nurmala tidak bisa lagi berjalan normal. Itu penjelasan sederhana yang diberikan oleh temannya dan Nurmala percaya itu.

*

Anak tujuh tahun itu berlari menghampiri Nurmala yang sedang memilih beras untuk dimasak. Raut wajah anak laki-laki itu terlihat sedih, bibirnya menjep[1] dengan tangan bergetar, Nurmala tahu kalau anaknya sedang menahan tangis. Nurmala sudah hafal berbagai perilaku anaknya itu. Dan inilah yang Nurmala khawatirkan setiap kali anaknya bermain dengan teman-temannya. Nurmala hafal betul apa yang akan ditanyakan anaknya.

“Bapak Aldi ke mana, Buk?” begitu yang selalu ditanyakan anaknya. Biasanya Nurmala mengarang jawaban bahwa bapaknya sedang bekerja, namun semakin sering anaknya bertanya, keraguan muncul dari raut anaknya yang mendapatkan jawaban yang selalu sama. Semakin banyak juga yang ditanyakan anaknya. Ini yang Nurmala khawatirkan, namun melarang anaknya bergaul dengan teman-temannya, Nurmala rasa bukan hal yang bijak.

“Ada yang tanya Bapak lagi, Nduk?” Nurmala mengusap dengan sayang kepala anaknya, dia tahu bahwa anaknya begitu merindukan sosok seorang bapak. Anaknya mengangguk, menatap ibunya.

“Sayang, Bapak lagi kerja untuk orang banyak, Aldi percaya ‘kan sama Ibu?”

Anaknya mengangguk.

Sebenarnya Aldi sudah jarang bertanya tentang bapaknya, karena pernah suatu malam dia melihat Nurmala menangis sambil menulis, ketika dihampiri ternyata ibunya sedang menulis pada sebuah buku. Aldi penasaran pada buku itu, namun Nurmala melarangnya menyentuh buku tersebut, demi melihat senyum ibunya, Aldi tidak pernah berani menyentuh atau bertanya tentang buku itu lagi.

“Nanti kalau Aldi sudah besar nggak mau seperti Bapak, Buk. Aldi mau kerja tapi nggak mau ninggalin Ibu.”

Nurmala memeluk anaknya. Tanpa Aldi tahu, Nurmala mengusap air mata yang mengalir mendengar jawaban anaknya. Nurmala bertekad akan memberanikan diri menemui laki-laki itu, laki-laki yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya pada Nurmala, juga laki-laki yang harus tahu bahwa ada anak kecil yang berhak memanggilnya bapak.

*

Pagi ini, setelah menyiapkan sarapan untuk nenek dan anaknya, juga sudah selesai membereskan rumah dan menyirami bunga, Nurmala segera bersiap, mengenakan pakaian yang terbaik yang dia punya dan juga hijab dengan warna senada. Pagi ini Nurmala akan menemui laki-laki itu. Memang tidak akan mudah menemuinya, namun Nurmala harus mencoba, demi anaknya agar dia dapat memberi jawaban baru ketika bertanya tentang bapaknya.

Aldi mengambil tangan ibunya kemudian diciumnya. Anak laki-laki itu terlihat berat melepas ibunya.

“Ibu Kapan pulang?” tanya anak itu. Nurmala sudah menjelaskan pada Aldi bahwa dia akan menemui bapak Aldi.

“Besok Ibu pulang, Sayang. Aldi jadi anak baik, ya, sama Nenek. Kalo Ibu pulangnya lama, Aldi boleh buka buku Ibu deh,” jawabnya sambil tersenyum mengacungkan jari kelingkingnya pada Aldi, tanda setiap mereka membuat janji kecil. Anak laki-laki itu mengangguk kemudian menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking ibunya. Melambaikan tangan, Aldi mengantar Nurmala hingga ke halaman rumah.

*

Esok harinya Nurmala tidak pulang. Aldi selalu menunggu kabar kepulangan ibunya setiap hari hingga beberapa tahun kemudian. Namun ibunya tidak pernah kembali. Saat itu Aldi terlalu kecil untuk memahami situasinya, hingga pada suatu hari Aldi membaca buku catatan ibunya yang menceritakan perjanjian ibu dan bapaknya. Dari catatan itu Aldi tahu bahwa bapaknya adalah salah satu pengusaha kaya di kota sana, dan ibunya tidak boleh menampakkan wajah di hadapan bapaknya atau menyebut tentang kejadian masa lalu mereka atau kalau tidak Nurmala akan kehilangan nyawanya.

*

6 Oktober 2019

[1] bahasa Jawa, manyun.

Maulana – kelahiran ’96 penyuka warna biru. Ig : jihanalmasm

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply