Haruskah Memukul Anak?

Haruskah Memukul Anak?

Haruskah Memukul Anak?
Oleh : Erlyna

Setiap orang tua pasti menginginkan segala hal yang terbaik untuk anaknya. Terlepas dari bagaimana sang anak menanggapi, nyatanya orang tua membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Orang tua haruslah punya sikap sabar, sabar dan sabar. Sabar tiada batas. Apalagi jika menghadapi anak yang hiperaktif, tidak bisa diam dan selalu bergerak ke sana kemari.

Lalu bagaimana menghadapi emosi anak yang terkadang di luar dugaan dan mengusik batas-batas kesabaran orang tua. Haruskah orang tua mengagungkan egonya? Merasa paling benar dan merasa berhak menghukum anak karena perbuatannya yang dinilai salah?

Menghukum boleh, menyiksa jangan!

Setiap anak menyukai kebebasan. Bebas dalam artian rasa ingin tahunya tidak dikekang. Jika anak bandel tidak mau mandi, barangkali dia tengah mencari tahu sendiri, apa akibatnya jika tidak mandi. Jika anak terlalu asyik bermain game sampai lupa waktu, barangkali dia merasa nyaman dengan dunia miliknya sendiri yang dibangun dalam game itu. 

Setiap anak itu unik. Di dalam kepalanya, terdapat ribuan bahkan ratus ribuan cerita yang tidak akan pernah dipahami orang dewasa. Mereka punya dunia milik mereka sendiri yang tidak dimengerti oleh orang dewasa. Jadi sebagai orang tua, jangan terlalu mengekang kebebasan anak. Mengarahkan boleh, menuntut jangan. Karena jika kebebasannya merasa terancam, sang anak justru akan merasa kesal, karena dunianya dihentikan secara paksa. Dan penghentian secara paksa inilah yang memicu emosi anak untuk naik ke permukaan. Alhasil anak menjadi mudah marah, gampang terselut emosi, bandel, susah diatur. Semua itu bermula dari kebebasannya yang dihentikan secara paksa.


Lalu bagaimana cara menghadapi anak yang telanjur dikuasai emosi yang meluap-luap? Akankah orang tua menghakimi dengan cara memukul untuk sekadar membuatnya jera?
Percayalah. Hukuman pukulan hanya akan memancing sang anak untuk berbuat lebih jauh lagi. Alih-alih jera, mereka justru akan berusaha melawan dan mencari tahu apalagi yang akan diterimanya jika dia bertindak lebih jauh lagi. Jangan lupa, pikiran anak itu dipenuhi oleh rasa ingin tahu.

Sekali orang tua memukul, sang anak akan menjadi terbiasa di kemudian hari. Mereka akan menganggap enteng kenakalan yang sedang dilakukannya dengan pikiran, Paling nanti cuma dipikul.

Bayangkan jika anak begitu meremehkan hukuman kita, sementara sebagai orang tua, sangat berharap hukuman itu akan membuatnya jera. Kenakalan sang anak hanya akan semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali. Mereka — anak-anak — hanya akan beranggapan bahwa orang tua mereka peduli dengan cara memukul. 

Imbas yang lebih parah dari semua itu adalah sang anak akan membawa perlakuan yang dia terima ke kehidupannya. Sang anak akan meniru cara orang tua memberi perhatian, untuk memberi perhatian kepada teman-temannya. Sang anak akan mudah mengangkat tangan, memukul temannya meski dengan alasan remeh dengan dalih perhatian yang ditanamkan orang tua. Jika sudah begini, masihkah menjadi kesalahan anak jika dia bandel dan susah diatur? Mari merenung!

Anak-anak adalah titipan. Jangan pernah beranggapan bahwa anakku adalah milikku. Sehingga aku bebas memperlakukannya sesuai kehendakku.

Ada beberapa cara untuk mensiasati anak yang telanjur bandel dan peduli dengan cara yang salah. 

Cobalah untuk menghabiskan waktu bersama. Berbincang-bincang ringan dalam suasana yang hangat. Jika anak merasa nyaman, dia pasti akan nyaman juga mendengarkan nasihat yang orang tua sampaikan.

Cara lainnya adalah berusaha sekuat tenaga untuk menahan emosi. Meng-updrade kesabaran hingga ketaraf unlimited. Sabar, sabar, sabar. Jangan mudah terpancing emosi, apalagi sampai mengangkat tangan jika sang anak mulai bertindak menyebalkan. Ingat, semau kelakuan yang dilakukan adalah bentuk dari rasa ingin tahu yang semakin memenuhi kepalanya. 

Dari pada mengangkat tangan untuk memukul, cobalah untuk membantu sang anak untuk mencari tahu apa yang membuatnya penasaran. 
Misalkan sang anak bermain hingga lupa waktu, coba tanyakan, mengapa sang anak begitu senang bermain? Barangkali karena keadaan rumah yang kurang nyaman, atau orang tua sibuk dengan pekerjaannya sendiri, atau sibuk dengan dunianya sendiri di dalam gadget, sehingga sang anak mencari kenyamanan di dunia luar. Mereka menemukan kebahagiaan mereka di luar sana sehingga menyebabkannya lupa dengan orang tuanya. Jika begini, masihkah sang anak yang harus disalahkan?
Mari merenung lagi.

Akhir kata, jangan terbiasa untuk memukul. Tahan sekuat tenaga. Cobalah untuk memahami anak sendiri, dengan tidak mengekang kebebasannya. Selamat memberi arahan yang benar, Ayah dan Bunda.

 

Purworejo, 4 Oktober 2019

Erlyna, perempuan sederhana yang mencintai dunia anak-anak. Suka menulis dan menyaksikan anak-anak menciptakan keajaiban.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply