Persahabatan Ayam dan Kelelawar
Oleh : Rachmawati Ash
Malam minggu ini Ayah menemani Kakak dan Adik bermain di depan rumah. Melihat bulan sabit dan menghitung bintang-bintang yang bertaburan di langit hitam. Seekor kelelawar terbang berputar-putar mengelilingi teras. Adik segera mengambil sapu, mengejar dan memukulnya berkali-kali. Untung saja tidak kena.
Ayah mengambil sapu dari tangan Adik. “Kenapa kelelawarnya dipukul?” tanya Ayah sambil memangku Adik di kursi teras.
“Karena dia jelek dan tidak berguna!” Adik merasa tidak menyukai hewan yang tidak lucu itu.
Ayah menarik lembut tangan Kakak, memintanya duduk di sampingnya. “Sini, Ayah akan menceritakan betapa hebat dan berjasanya kelelawar itu bagi kita.”
Dulu, di tengah hutan bersahabatlah tiga ekor hewan yang berbeda jenis. Ayam, Semut Merah, dan Kelelawar.
Semut Merah sangat congkak, sombong, dan angkuh. Meskipun tubuhnya kecil, tetapi dia merasa hebat. Hingga suatu hari semut mendapati Ayam sedang bermain dengan Kelelawar. Semut tidak suka melihat keduanya akrab dan bersenang-senang.
“Hei, Ayam, kenapa kamu mau berteman dengan Kelelawar yang jelek? Matanya rabun saat siang hari, pemalas, dan tidak berguna!” Semut berkacak pinggang. Ucapanya membuat Ayam dan Kelelawar terkejut karena tidak menyadari kedatangannya.
Karena merasa sakit hati dan sedih, Kelelawar terbang dengan sayapnya menuju ke pucuk pohon, bersembunyi pada daun-daun rimbun dan gelap.
“Benar yang dikatakan Semut Merah, aku tidak berguna, terbang di siang hari saja aku tidak pandai, sering menabrak pohon.” Kelelawar mulai tidak percaya diri. Beberapa hari dan minggu tidak mau menampakkan diri di depan teman-temannya. Mengurung diri dan membawa makanannya ke gua. Hingga beberapa bulan hewan-hewan di hutan menyadarinya.
Ayam sangat sedih karena kehilangan sahabat baik, meskipun Kelelawar sering mengantuk saat sedang bermain dengannya, namun Kelelawar tidak pernah berkata kasar maupun sombong.
Semut Merah melihat kesedihan Ayam lalu bertanya, “Kenapa bersedih, sahabatku?” Semut Merah memandang hutan yang sedikit gersang dan panas.
“Aku merindukan Kelelawar, sudah berbulan-bulan dia tidak menampakkan diri di hutan ini,” jawab Ayam dengan sedih. “Akhir-akhir ini aku kesepian, apalagi hutan terasa gersang dan panas,” lanjut si Ayam.
“Alaaah, kenapa harus merindukannya? Kelelawar itu pemalas, suka bermain di malam hari dan kalau siang tidur, kalau makan juga jorok, suka membuang biji-bijian sembarangan,” kata Semut Merah dengan nada jijik.
“Kita semua punya kelemahan. Aku juga tidak punya manfaat kecuali manusia menangkap dan menjadikanku ayam goreng, buluku sebagai kemoceng, selebihnya apa? Tidak ada, ‘kan?” Ayam semakin bersedih.
Semut Merah tetap tidak mau kalah, dia kembali berkata,”Kalian hewan lemah, Aku dong meskipun kecil tapi tidak pernah menyerah!” Dengan sombong Semut Merah menceritakan kemenangannya mengalahkan Gajah yang menginjaknya, dengan masuk ke telinga Gajah dan membuat onar di sana. Gajah kalah dan tidak berani lagi mengganggu Semut.
Ayam semakin sedih mendengar kesombongan Semut Merah sahabatnya. Dengan gontai berjalan menuju ke rumahnya. Dalam hati Ayam ingin sekali mengunjungi gua tempat Kelelawar bersembunyi.
Hampir beberapa tahun Ayam mencari Kelelawar dari gua ke gua yang lain, namun tidak menemukannya. Akhirnya Ayam sampai ke sebuah gua yang dikerumuni tumbuh-tumbuhan hijau, berbagai buah-buahan ada di sana. Tempat ini indah dan asri, tidak seperti hutannya sekarang, gersang dan panas.
Saat Ayam sedang terpesona melihat sekelilingnya yang hijau, seekor kelelawar berkelebat keluar dari gua di depannya. Ayam mengenali Kelelawar itu, segera si Ayam memanggilnya. Kedua sahabat itu saling berpelukan, air mata bahagia menetes di pipi masing-masing. Ayam tidak mau kembali lagi ke hutannya yang gersang dan panas. Kelelawar menerimanya dengan baik.
Ternyata Kelelawar yang membuat tempat ini menjadi rindang dan hijau. Setiap biji-bijian yang dibawanya, jatuh dan tumbuh menjadi tanaman-tanaman subur. Saat hujan datang mengguyur bumi, Kelelawar membawa makanannya di tempat tinggalnya. Membuang bijinya dan tumbuh subur di lingkungannya.
Pantas saja, sejak kepergian kelelawar hutan tempat tinggal Ayam dan Semut menjadi gersang dan panas. Saat ini pasti Semut sedang mencari tempat berlindung karena pohon-pohon menjadi langka dan tanah menjadi panas. Tempat tinggalnya di dalam tanah akan terasa terbakar dan ujung-ujung daun pun tidak akan bisa ditempatinya karena kering. Semoga si Semut Merah menyesal dengan kesombongannya.
**
Adik tersenyum mendengar cerita Ayah, lalu mengucapkan maaf kepada kelelawar yang sudah terbang jauh.
“Maafin aku, ya, Kelelawar, hati-hati di jalan,” ucap Adik sambil melambai ke udara. (*)
Rachmawati Ash. Menyenangi dunia sastra dan aktif di dunia literasi.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata