Penulis: Panji Persada
Laksamana Tadashi Maeda adalah panglima perang angkatan laut kekaisaran Jepang di Hindia-Belanda pada masa perang pasifik. Selama pendudukan Indonesia di bawah jepang, ia menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat tentara kekaisaran Jepang dan memiliki peran yang cukup penting dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus, rapat yang seharusnya dilakukan pada pukul sepuluh pagi di Pejambon yang dipersiapkan oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia tidak dapat dilangsungkan karena sang ketua Ir. Soekarno dan wakil ketua Moh. Hatta telah dibawa oleh para pemuda ke luar kota. Adalah Laksamana Muda Maeda yang menyuruh mereka untuk membawanya. Hilangnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta adalah karena terjadinya perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan muda. Golongan muda yang menculik Ir. Soekaro dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok—dekat Karawang—tepatnya lagi di markas tentara PETA, bermaksud mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar.
Laksamana Tadashi Maeda mempersilakan rumahnya yang berada di Jl. Imam Bonjol No. 1, Jakarta Pusat—sempat menjadi kedutaan besar Inggris sebelum dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi—sebagai tempat perumusan naskah proklamasi oleh Ir.Soekarno, Moh. Hatta, Mr. Achmad Soebardjo dan sang juru ketik Sayuti Melik. Selain itu ia juga menjamin keamanan dan keselamatan mereka. Kini, tempat bersejarah itu menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Sudah tujuh puluh tahun berlalu sejak peristiwa itu—begitu juga dengan kemerdekaan bangsa ini. Kemerdekaan bangsa ini memang bukanlah peristiwa yang direncanakan dengan matang dan rapi karena situasi saat itu yang tak menentu. Di sinilah peran penting Laksamana Muda Tadashi Maeda. Ya, dia adalah seorang setiakawan yang besar jasanya dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Ia menunjukkan sifat para samurai jepang yang rela mengorbankan diri demi terciptanya cita-cita luhur yang diyakininya: kemerdekaan Indonesia.
Setelah peristiwa panjang dan mengharukan tersebut, pada 13 Desember 1977, seusai Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya selama tiga puluh dua tahun, Laksamana Muda Tadeshi Maeda menghembuskan napas terakhir. Dengan wafatnya Laksamana Tadeshi Maeda, Indonesia, khususnya generasi pengemban proklamasi pun mendapat tantangan yang berat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang setara dengan negara maju lainnya. Menjadikan bangsa ini merdeka dan berdaulat—yang wajib dihormati oleh semua negara di dunia.
Jasa-jasa Laksamana Tadeshi Maeda kemudian dikenang sebagai secuil sejarah di Nassau Boulevard atau yang lebih dikenal sekarang sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Ia akan terus dikenang segenap bangsa Indonesia sebagai seorang ekspatriat angkatan laut yang dengan tulus turut serta dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Semoga arwahnya mendapat tempat yang selayak-layaknya di sisi Tuhan yang Maha Kuasa.
Sebagai generasi yang hidup sesudah kemerdekaan, patutlah kiranya kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa semua yang kita nikmati sekarang tidak lepas dari jasa para pahlawan. Selain Laksamana Muda Tadeshi Maeda yang telah menjamin keselamatan para bapak bangsa yang merumuskan naskah proklamasi, kemerdekaan ini juga tidak lepas dari semangat dan keberanian rakyat saat itu untuk memberikan perlawanan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menghargai jasa para pahlawan yang sudah mewujudkan kemerdekaan tanah air kita yang tercinta ini.
Kemerdekaan yang direbut dengan darah, nyawa, dan airmata.
Mempertahankannya adalah tugas kita bersama. Tanamkan dalam hati dan jiwa kita tentang betapa besarnya perjuangan dan pengorbanan para pahlawan saat merebut kemerdekaan ini dari belenggu.
Jika sudah demikian, tanyakanlah pula pada diri sendiri, “Sejauh ini, apa yang sudah kita lakukan demi kepentingan bangsa?”(*)
Artikel ini terdapat dalam buku Tuhan Tahu dan Tidak Menunggu (bennyinstitute: 2016)
IG : panjipers