Kayu Manis
Oleh : Rachmawati Ash
Namaku Kayu Manis, entah, kenapa Bapak dan Ibu memberikan nama itu padaku. Berkali-kali aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang di sekitarku. Bahkan aku pernah berdiri lama di depan kelas saat harus berkenalan siswa baru masuk SMA. Guru fisika memintaku menjelaskan arti namaku. Mukaku merah padam karena malu, aku tidak bisa menjawab pertanyaan sesederhana itu.
Sudah berapa kali aku protes kepada Bapak agar namaku diganti yang lebih keren. Setidaknya bukan nama aneh. Nama yang membuatku tidak nyaman, aku merasa seperti bumbu masakan atau penyedap pada kolak pisang buatan Nenek. Lagi-lagi Bapak hanya tertawa dan mencium gemas pipiku. Ah, Bapak, padahal aku sudah besar, aku sudah hampir lulus SMA. Kenapa Bapak masih memperlakukanku seperti anak kecil saja, aku malu.
“Bapak, sudah kubilang jangan mencium pipiku, aku malu,” protesku pada Bapak suatu sore.
“Mau berapa pun usiamu, selama Bapak masih hidup kamu tetap putri kecil Bapak, Yu.” Bapak mengacak-acak rambutku. Menyodorkan gelas berisi teh manis sisanya, memintaku menghabiskannya. Begitulah Bapak selalu memperlakukanku.
“Selama Bapak masih hidup, Bapak akan terus membimbingmu, kalau kamu salah Bapak akan ingatkan, kalau kamu benar Bapaklah orang yang paling duluan merasa bangga dan senang.”
“Sepenting apakah aku bagi bapak?” Dengan polos aku bermanja, menyandarkan kepalaku pada Bapak.
“Sepenting jantung, paru-paru, dan ginjal Bapak, sepenting napas yang selalu Bapak embuskan.” Bapak mengelus kepalaku, matanya nanar memandang langit-langit ruang tamu. Bapak telah merawatku sejak bayi, sejak Ibu meninggal saat melahirkanku.
Aku memeluk Bapak, air hangat menetes di pipiku, aku menyesal telah banyak protes kepadanya. Aku menyesal karena telah merenggut kebersamaannya dengan Ibu. Menukar kebahagiaannya dengan Ibu demi kehadiranku.
Bapak bilang aku adalah putri yang mahal di dunia ini. Lahir setelah delapan tahun penantian dan banyak pengorbanan. Bapak dan Ibu sudah melakukan segala cara untuk menghadirkanku ke dunia ini. Kakekku, ayah dari Bapak, adalah seorang dalang wayang di Daerah Solo. Kakek sangat bahagia saat mendapatiku lahir di dunia ini. Cucu pertama dari putra bungsunya. Karena bahagia yang berlebih, maka Kakek yang antusias memberikan nama untukku. Kayu Manis, dengan harapan cucunya ini tumbuh menjadi gadis manis dan berpendirian kukuh macam kayu jati atau trembesi.
Kakek juga berharap aku dapat tumbuh menjadi seorang wanita yang hebat, menuruni jiwa senimannya. Kakek seorang dalang, bapakku seorang penabuh gendang, dan ibuku seorang sinden bersuara emas dan penari yang cantik. Banyak orang mengatakan bahwa aku adalah duplikat ibuku. Cantik, kuat, dan memiliki suara emas yang unik.
Kayu Manis, aku adalah gadis yang berbeda. Aku spesial di mata siapa pun. Aku memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki gadis-gadis lain. Banyak prestasi menari dan menyanyi yang terukir tingkat nasional. Aku yang dilahirkan dengan darah dan air mata. Menukar keberadaan Ibu dengan keberadaanku. Aku yang diharapkan dapat melanjutkan prestasi ibuku di dunia seni menyanyi, menari dan bermusik Jawa. Iya, aku adalah Kayu Manis. Gadis Kukuh pendirian dengan sikap manis, menjadi harapan Kakek dan Bapak mewujudkan cita-citanya nguri-nguri budaya Jawa. Sinden dan gamelan, dunia pewayangan yang hampir punah. Kayu Manis, nama unik yang mungkin tidak dimiliki gadis lain di dunia ini. Nama yang membuatku berbeda dan harus bangga.
Rachmawati Ash. Keturunan darah Solo – Semarang.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata