Pergi Tak Kembali

Pergi Tak Kembali

Pergi Tak Kembali
Oleh : Aisyahir25

Ini tentang dia yang telah pergi. Ia pergi meninggalkanku bersama kenangannya, dengan segenap harapan akan segera kembali. Namun nyatanya tidak, harapan tinggal harapan.

Ia meninggalkanku di tengah derita hidup yang kualami, dan di saat aku sangat membutuhkannya.

Ia memang baru kukenal, namun aku sangat percaya akan kata cinta yang ia ungkapkan hingga mata dan telingaku tak dapat lagi melihat dan mendengar segala kepalsuan dari kata itu. Ia datang menghampiriku di saat aku sedang berbahagia, dan ia pergi di saat aku menderita. Ia jahat, bahkan sangat jahat. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, ia pun pergi begitu saja meninggalkan luka yang terus membekas di dalam hati.

Seandainya waktu dapat diputar kembali, ingin rasanya aku menolak untuk bertemu dengannya. Dengannya yang hanya datang memberi luka, dan pergi namun tak kunjung kembali.

Tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Dan aku tak bisa kembali mengubah masa lalu, sekarang aku hanya bisa menerima takdirku yang begitu menyakitkan hati. Ingin rasanya aku mendatanginya dan meluapkan segala amarahku padanya, tapi lagi-lagi itu hanyalah kemustahilan yang takkan mungkin tercapai.

Saat itu aku masih berumur dua puluh tahun, dan itu berarti pertemuan dan perpisahanku dengannya terjadi dua tahun yang lalu. Saat itu aku baru pulang dari kuliah, dan seperti biasa aku akan menunggu di halte bus setiap hendak pulang ke rumah. Di saat menunggu datangnya bus yang akan kutumpangi, ia datang menghampiriku dengan sikap ramah dan lemah lembut hingga membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

“Udah mau pulang?” tanyanya begitu sopan.

“Iya,” jawabku sekenanya. Kulihat ia tersenyum ke arahku dan aku pun membalas senyumnya.

“Kamu kuliah?” tanyanya lagi.

“Kuliah.”

Ia kembali tersenyum, entah apa yang membuatnya tersenyum.

“Boleh kenalan, gak? Kalau boleh, perkenalkan, namaku Al, aku bekerja di sekitar sini.” Tanpa diiyakan ia sudah memperkenalkan diri.

“Namaku Lily, aku masih kuliah,” balasku.

“Senang berkenalan denganmu, dan kuharap kita bisa lebih dari sakedar teman,” katanya sambil tersenyum, sepertinya senyum itu tak mudah luntur. Aku pun hanya terkekeh melihatnya, hingga tak kusadari rasa itu mulai muncul dengan sendirinya.

Untuk beberapa saat kami terlibat obrolan yang cukup seru, ia tipe orang yang tak pernah kehabisan pembahasan, ia juga tipe yang humoris hingga membuatku tak dapat berhenti tertawa atas leluconnya. Hingga tak kami sadari bus yang akan kutumpangi telah datang dan di saat itulah aku berpisah dengannya.

Rasanya menyenangkan bisa berkenalan dengannya. Dan mulai saat itu aku dekat dengannya, aku selalu bertemu dengannya di halte, kami juga sering berkomunikasi lewat media sosial hingga membuat kami semakin dekat dan menjalin hubungan kasih bersama.

Sepanjang hubungan kami berlangsung, tak ada hari yang kulewati tanpa kebahagiaan. Ia sangat pengertian, selalu mengalah hanya untuk menuruti keinginanku. Ia juga sangat romantis, hingga aku semakin mencintainya.
Hubungan kami pun berlangsung semakin lama, dan aku pun sudah sangat mencintainya dan tentu saja ia juga semakin mencintaiku. Kenapa aku begitu yakin? Itu karena sikap dan tingkahnya yang selama ini selalu memprioritaskan diriku, ia juga sering mengatakan kata-kata cinta padaku, itulah sebabnya aku sangat percaya padanya.

Tapi, entah mengapa sejak hubunganku dengannya berlangsung, sahabatku Indri selalu menjauhiku, bahkan ia selalu memperingatkanku agar menjauhi Al. Dan ketika aku bertanya kenapa? Maka ia hanya akan berkata “Al itu bukanlah pria baik-baik” dan tentu saja aku tidak percaya.

Mana mungkin ‘kan Al seperti itu, sedangkan selama ini ia tak pernah melakukan hal yang buruk padaku?

Hingga di suatu hari barulah aku menyadari sifat buruk yang dimiliki oleh Al. Ia pergi dengan alasan ada pekerjaan di luar kota, dan membutuhkan banyak biaya, dan aku pun membantunya dengan memberikan segala yang kumiliki, tapi setelahnya … ia pergi entah ke mana, dan hingga sekarang belum juga kembali.

“Aku akan segera kembali, dan di saat aku kembali, aku janji akan menikahimu,” katanya saat itu, penuh keyakinan. Aku hanya menangis haru mendengarnya dan berdoa agar ia sukses di sana.
Tapi nyatanya, ia menghilang begitu saja, aku bahkan tak bisa melihat jejaknya lagi.

Kini aku baru sadar akan kebodohanku selama ini. Bagaimana bisa aku begitu percaya dengan setiap perkataannya? Aku bahkan tak lagi memercayai siapa pun kecuali dirinya, bahkan sahabatku sendiri tak kupercaya hingga semua ini menjadi sebuah penyesalan yang begitu kusesali. Rasanya aku sangat menderita setelah kepergiannya, hartaku telah habis karenanya, dan aku kahilangan semua orang terdekatku karenanya juga. Aku hanya meratapi nasibku yang begitu malang ini.

Irisma, lahir pada 25 September 2001. Sangat suka membaca dan menulis, dan berharap bisa menjadi sorang penulis. Akun FB:Irisma Cimma, IG: Aisyahir25, dan WA:085340292689.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply