Mereka

Mereka

Oleh: Ida

 

Peristiwa itu terjadi ketika waktu menjelang azan Asar dikumandangkan. Seperti biasa, sambil menunggu saat azan Asar, aku tiduran di ranjang kesayangan sambil membaca novel favorit yang belum sempat kubaca dan sudah lama terpajang dengan apik di rak meja belajar paling atas, berjajar dengan novel-novel yang lain.

Ketika sedang serius membaca novel, tiba-tiba tercium aroma yang sangat mengganggu indra penciuman. Kalau aroma roti panggang atau masakan, mungkin hidungku akan sukacita menghirup aroma itu sedalam-dalamnya, tapi ini … byuuh, aroma bau kaki atau kaus kaki yang menyengat. Karena terlalu mengganggu, akhirnya aku beranjak dari kasur untuk membuka jendela kamar.

Akan tetapi saat tanganku terulur untuk menaikkan kait angin ke lubang kait yang menempel di kayu kusen, pandanganku tertarik untuk melihat ke arah tape compo zaman dahulu yang duduk manis di depan jendela kamar di atas meja kaca. Pandanganku, tepatnya mengarah ke jam beker di atas tape compo yang dulu aku beli sepuluh ribuan. Hahaha, harap maklum, namanya anak sekolah, cari yang murah yang penting bisa dipakai.

Jam beker itu, yang tadinya menghadap ke arahku perlahan bergerak terdorong memutar ke belakang. Jantung ini serasa mau copot dan perlahan tapi pasti, bulu kudukku mulai berdiri melihat jam beker tetap bergerak perlahan sekali, isi kepalaku terpicu untuk berpikir cepat dan akhirnya terjawab teka-teki ini. Tidak ada terlintas sedikit pun, sebelumnya, pikiran kenapa jam itu selalu berpindah terdorong ke sebelah kanan yang mungkin terjadi karena ada campur tangan “sesuatu” sampai aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Setiap menjelang malam, aku menutup jendela dan selalu membenarkan jam beker yang berbeda posisi setiap hari. Sebelumnya, aku akan berpikir, ah mungkin tadi tersenggol tanganku ketika membuka jendela dan memasang kait angin jendela. Ternyata aku salah, ada “sesuatu” yang rutin menyatroni kamar dan rajin menggeser-geser jam bekerku.

Saat itu timbul keberanianku untuk mengomel ke “sesuatu” itu agar mereka juga tahu kalau aku tidak suka diganggu seperti itu.

“Eh, kalau kamu gak bisa bikin aku kaya, jangan ganggu deh, pergi aja sana!!!”

Aku kalau ingat, geli juga. Kenapa aku bisa seberani itu, hehe. Meskipun mengomel tidak jelas, tapi tetap saja, aku sambil baca-baca, waktu itu aku melafalkan doa dan Salawat Nariyah berulang kali sampai bau menyengat dan pergerakan jam beker itu berhenti.

Dengan adanya peristiwa itu, jadi ingat cerita yang dulu-dulu, ceritanya kamar yang kutempati adalah kamar kakak perempuanku yang sebelum menikah dan akhirnya pindah ke rumah suaminya setelah menikah. Pernah kakak iparku tanya-tanya saat awal aku menempati kamar itu, “Dek, gimana, aman kan, ya?” Aku tentu saja bingung dengan kalimat kakak iparku itu.

Aku balik bertanya, “Maksudnya aman apa sih, Mas?” Akhirnya kakak iparku berterus terang bahwa waktu Kakak Ipar masih di rumahku, belum pindah ke rumahnya, sempat ada beberapa kali diganggu oleh sesuatu yang tak kasat mata.

Setelah akad nikah, kakak perempuan dan Kakak Ipar masih tinggal di rumah orang tua sampai dengan waktu sebulan, baru pindah ke rumah mereka.

 

Kembali ke masalah gangguan yang dialami oleh kakak perempuanku dan Kakak Ipar, waktu itu mereka akan mencuci baju, namun kaus kaki Kakak Ipar raib begitu saja. Di lain hari, ketika kaus kaki itu sudah dilupakan, tahu-tahu sudah ada di lemari dalam keadaan terlipat, terselip, di antara lipatan baju-baju bersih. Aku hanya bisa tertawa ketika mengetahui cerita itu.

Dan ada beberapa kejadian juga, sebelum kakak perempuanku menikah. Ini cerita Mamak setelah ia mendengar cerita tentang omongan Kakak Ipar padaku. Jadi, waktu itu Kakak sudah menyiapkan obat nyamuk bakar di kamarnya, akan tetapi tengah malam karena banyak nyamuk, Kakak terbangun. Ia melirik dan mencari obat nyamuk bakarnya yang ternyata sudah mati. Dengan bersungut-sungut, ia menyalakan kembali obat nyamuk bakar itu. Akan tetapi peristiwa itu berulang sampai dengan obat nyamuk bakarnya ilang dan ia mulai ngomel minta obat nyamuk bakarnya dikembalikan kepada “sesuatu” itu.

Dan hal-hal yang aneh terus saja terjadi sampai sekarang meskipun tidak terlalu ekstrim, seperti jam Beker yang bergeser, baju kaus berlengan panjang yang hilang, celana jeans 3/4, bedak yang baru dibeli, beberapa gelang batu yang tidak ketahuan kemana juntrungannya. Kami hanya bisa mengurut dada saja melihat kelakuan “mereka”, kata orang tua zaman dahulu, yang seperti “mereka” itu memang ada. Jadi, ya sudahlah. (*)

Semarang, 9 November 2021

 

Ida. Seorang penulis yang dibesarkan di Kota Semarang dan seorang pengangguran yang tertarik dengan dunia literasi. Akun sosmed Instagram: ay_ida dan Facebook: Ayi Da.

 

Editor: Imas Hanifah N
Gambar: Pixabay

 

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/me.jadi penulis tetap di Loker Kata

 

 

Leave a Reply